Akademisi Dorong Pemerintah Keluarkan Pedoman Khusus soal Penerapan Restorative Justice

Senin, 02 Agustus 2021 – 21:00 WIB
Andrea H Poeloengan. Foto: Screenshoot YouTube UNPAR Official

jpnn.com, JAKARTA - Implementasi restorative justice (keadilan restoratif) di Indonesia dapat sorotan dari sejumlah akademisi. Mereka pun mengusulkan adanya pedoman khusus dalam penerapannya.

"Penerapan restorative justice di Indonesia perlu dilegitimasi dan dipedomani oleh undang-undang atau setidaknya dalam peraturan pemerintah," kata akademisi Andrea H Poeloengan dalam siaran persnya, Senin (2/8).

BACA JUGA: Bu Nur: Tolong Pemerintah Jangan Mempersulit Honorer K2 Lagi

Pria yang pernah menjadi Komisioner Kompolnas 2016-2020 itu mengatakan, sejumlah lembaga penegak hukum memaknai restorative justice berbeda-beda.

Pertama, Polri memaknainya dengan penyelesaian di luar hukum formal dan mendamaikan.

BACA JUGA: Ini yang Terjadi Sebelum Anak Akidi Tio Digiring ke Mapolda Sumsel, Oalah

Dari hasil penelitian Kompolnas terkait dengan isu restorative justice pada 2018 dan 2019, ditemukan bahwa sesungguhnya kebijakan tentang restorative justice di lingkungan Polri sebenarnya lebih kental bertujuan untuk mengatasi tunggakan perkara.

Hal itu dilakukan untuk menghentikan baik yang masih dalam proses penyelidikan maupun sudah pada tahap penyidikan.

BACA JUGA: Gus Yaqut Ucapkan Selamat Hari Raya kepada Umat Bahai, Chandra Singgung Penistaan Agama

Sementara, jajaran Kejaksaan Agung (Kejagung) menganggap restorative justice adalah proses untuk menjalankan perdamaian yang ditawarkan oleh jaksa pada perkara tertentu, yang dimulai sejak perkara telah lengkap diserahkan penyidik.

Kemudian, Mahkamah Agung (MA) berpandangan bahwa restorative justice ditujukan juga di antaranya untuk mendamaikan para pihak melalui proses 'Mediasi Penal'.

Selain itu, kata Andrea, Kemenkumham juga beranggapan bahwa restorative justice akan dapat mengatasi permasalahan over-kapasitas tahanan pada Lapas.

"Mengacu pada beragam pemahaman itu, muncul pertanyaan apakah restorative justice ini dapat diterjemahkan sebagai upaya pragmatis untuk mengurangi beban kerja sistem peradilan pidana dan penegak hukum yang bekerja di dalamnya,” beber Andrea.

Sementara itu, akademisi hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Agustinus Pohan menambahkan, perbedaan sikap di antara lembaga penegak hukum ini menjadi tantangan serius.

Dia khawatir hal itu akan membahayakan penegakan hukum dan bahkan bisa menghancurkan keadilan itu sendiri.

"Pemberlakuan penerapan restorative justice yang berbeda akan membahayakan penegakan hukum, yang sekaligus merobek kesalingterhubungan manusia, mengganggu keseimbangan dan harmoni kehidupan, sekaligus menghancurkan keadilan," ucap Agustinus. (cuy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kejagung   Polri   MA   Kemenkumham  

Terpopuler