Akademisi Nilai Daftar Tokoh Terkorup OCCRP Tidak Jelas Ukurannya

Jumat, 03 Januari 2025 – 12:45 WIB
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Muhammad Saifulloh memberikan tanggapan terkait kontroversi laporan Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang mencantumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam daftar nominasi pemimpin terkorup. Foto: dok sumber

jpnn.com, JAKARTA - Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Muhammad Saifulloh, memberikan tanggapan terkait kontroversi laporan Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang mencantumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam daftar nominasi pemimpin terkorup.

Menurut Saifulloh, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai klaim ini, terutama terkait dengan ukuran dan metodologi yang digunakan oleh OCCRP.

BACA JUGA: Kecam Survei OCCRP Sudutkan Jokowi, Kader Golkar Singgung PDIP

Saifulloh mengungkapkan bahwa kontroversi utama dalam laporan OCCRP adalah ketidakjelasan mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai korupsi seorang pemimpin.

"Pertama yang harus dilihat adalah ukurannya apa? Jadi OCCRP ini menetapkan orang-orang yang jadi nominator presiden, pemimpin atau tokoh terkorup dunia itu dengan ukuran apa?" ujar Saifulloh.

BACA JUGA: Eks Sukarelawan Sebut Jokowi Layak Masuk Daftar Pemimpin Korup versi OCCRP

Menurutnya, selama ini penilaian terhadap korupsi sebuah negara atau pemimpin seringkali didasarkan pada indeks korupsi yang diukur melalui pelayanan publik dan tingkat transparansi pemerintahan.

"Indeks korupsi ini yang dipakai alat ukurnya adalah pelayanan publik. Ketika seorang presiden, gubernur, atau walikota bisa memerintah dengan pelayanan publik yang tingkat korupsinya rendah, maka indeks korupsi juga rendah," lanjut Saifulloh.

BACA JUGA: Akademisi Tegaskan Tuduhan OCCRP terhadap Jokowi Perlu Dibuktikan dengan Data Akurat

Oleh karena itu, ia menilai bahwa apabila OCCRP tidak menggunakan ukuran yang jelas dan berbasis data yang objektif, penilaian tersebut akan sangat sulit dipertanggungjawabkan.

Meskipun demikian, Saifulloh juga mengakui bahwa ada beberapa faktor yang bisa dipertimbangkan dalam penilaian terhadap seorang pemimpin, terutama dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

"Untuk kelompok yang setuju itu melihat dari penegakan hukum. Bisa masuk akal dilihat selama memimpin di Indonesia, bagaimana penegakan hukum atau pemberantasan korupsi," katanya.

Ia mengungkapkan bahwa selama 10 tahun kepresidenan Jokowi, banyak kritik yang menyebut bahwa KPK telah dilemahkan, bahkan ada kasus di mana ketua KPK sendiri menjadi tersangka korupsi.

"Mungkin bisa saja ini menjadi ukuran bagi OCCRP, namun harus ada pembuktian yang jelas agar bisa dipahami oleh masyarakat luas," tambahnya.

Saifulloh menutup pendapatnya dengan mengingatkan bahwa meskipun OCCRP memiliki kebebasan dalam menetapkan siapa saja yang mereka anggap sebagai pemimpin atau tokoh terkorup, namun penting untuk jelas dalam menjelaskan ukuran dan metodologi yang digunakan.

"Penetapan Jokowi dan tokoh-tokoh lainnya oleh OCCRP sebagai penguasa atau pemimpin yang korup ya bebas saja. Namun yang harus diperhatikan adalah ukurannya apa? Jadi harus ditegaskan sehingga kontroversi ini berakhir," tegas Saifulloh.

Menurutnya, dengan adanya penjelasan yang jelas mengenai ukuran dan kriteria yang digunakan, kontroversi seputar penilaian tersebut bisa terjawab dan tidak berlarut-larut menjadi polemik yang merugikan banyak pihak, termasuk nama baik Indonesia di mata internasional. (dil/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler