JPNN.com

Akademisi Unas Jakarta: Digitalisasi Kepolisian Sulit Tercapai jika Hulunya Masih Kotor

Sabtu, 22 Maret 2025 – 23:53 WIB
Akademisi Unas Jakarta: Digitalisasi Kepolisian Sulit Tercapai jika Hulunya Masih Kotor - JPNN.com
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta Firdaus Syam saat kegiatan Rilis Temuan Hasil Survei dan Diskusi Publik berjudul “Urgensi Digitalisasi Kepolisian Menuju Pemolisian Sipil Berintegritas” di Jakarta, Sabtu (22/3/2025). Foto: Dok. CSPW

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta Firdaus Syam mengatakan digitalisasi kepolisian merupakan suatu keniscayaan.

Hal tersebut karena berkaitan dengan pendataan, pelayanan, dan struktur organisasi menuju Police 4.0 yang berintegritas.

BACA JUGA: Menkomdigi Dorong Tempo Laporkan Kejadian Kepala Babi ke Pihak Kepolisian

“Digitalisasi di sektor kepolisian sendiri mengalami tantangan. Sejumlah tantangan tersebut yakni soal ancaman cyber, culture, dan kelembagaan kepolisian. Problem utama digitalisasi kepolisian yakni kondisi topografi Indonesia seperti luas wilayah, keadaan geografis, pendanaan, dan sejenisnya,” ujar Firdaus Syam pada kegiatan Rilis Temuan Hasil Survei dan Diskusi Publik berjudul “Urgensi Digitalisasi Kepolisian Menuju Pemolisian Sipil Berintegritas” di Jakarta, Sabtu (22/3/2025).

Firdaus mengatakan sebelum berbicara terlalu jauh terkait digitalisasi kepolisian terlebih dahulu kita akan berbicara soal sumber daya manusia dan budaya atau culture pada institusi Polisi.

BACA JUGA: Dukung Revisi KUHAP, Akademisi Unusia Harap Kuasa Penyidikan Tetap di Bawah Kepolisian

Menurut dia, digitalisasi kepolisian merupakan program hal yang sulit terwujud jika budaya dan sumber daya manusia Polri belum berintegritas.

“Problem utama Polri yakni soal mentalitas, budaya atau culture. Polri masih suka lipstik di atas panggung, tetapi buruk pada pelaksanaan” ujar Firdaus Syam.

BACA JUGA: Jadwal Proliga 2025 Seri Pontianak: Tim Milik Kepolisian RI Siap Unjuk Gigi

Bahkan, kata Firdaus, teknologi yang canggih tanpa dibarengi dengan mentalitas yang baik, polisi yang berintegritas, maka sangat sulit mencapai pemolisian sipil yang humanis, demokratis, profesional, dan berintegritas.

“Memperbaiki keadaan demikian, maka dibutuhkan pimpinan kepolisian yang memiliki komitmen memperbaiki kelembagaan polisi dan dapat memberikan contoh kepada bawahan karena jika hulunya kotor maka kotorlah air tersebut,” ujar Firdaus.

Di sisi lain, kata Firdaus, culture militeristik militer masih sangat kental dalam diri kepolisian kita. Beberapa hari belakangan misalkan kita melihat di mana mahasiswa mendapatkan perlakuan represif atau kekerasan dalam aksi demonstrasi penolakan UU TNI pada tahun 2025.

“Kepolisian itu belum mampu menerjemahkan digitalisasi teknologi, karena apa Polisi belum dekat dengan rakyat, serta kampanye pemolisian sipil demokratis dan humanis di Indonesia” pungkas Firdaus.

Sebagai informasi, Civil Society for Police Watch telah melakukan survei sejak 12-18 Maret 2025 lalu, responden terpilih pada 26 Provinsi berjumlah 1.500 orang dengan margin of error kurang lebih 2,53 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Adapun metode yang digunakan yakni random sampling, sementara tenaga survey yakni minimal mahasiswa yang telah mendapatkan pelatihan dari tim pusat.

Kemudian, sampel mulai dari gender, agama, tingkat pendidikan, topografi, etnis dan suku.(fri/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler