Akal Sehat dan Nasionalisme

Oleh Dahlan Iskan

Minggu, 03 Juni 2018 – 05:05 WIB
Dahlan Iskan. Foto: Andy Satria/Jawa Pos

jpnn.com - >> Jadi Fikri, FB 1 Juni 2018:

Apa yang menghalangi Indonesia bisa melakukan ini? (Soal peternakan kolektif).

BACA JUGA: Hotel Sapi

KOMENTAR DISWAY:

Singkat:
Hanya satu: kemauan.

BACA JUGA: Menteri Nasir: Nasionalisme Harus Menggema di Kampus

Panjang dikit:
Sudah ada beberapa inisiatif menuju ke situ. Misalnya yang dilakukan di Boyolali dan Klaten (uhuk uhuk saya kehilangan nomor tilponnya, judul tulisan saya dulu rasanya: hotel sapi). Atau yang dirintis Mas Dalu di Surabaya, Disway dua bulan lalu).

Kita doakan mereka tekun dan sukses.

BACA JUGA: Akal Sehat Bikin Tamat Kereta Cepat

Saya cenderung dilakukan oleh swasta madani seperti itu. Ini menyangkut kepercayaan dan sustainability.

Jangan oleh pemerintah. Yang birokratis. Badan zakat bisa memilih penyelenggara peternakan seperti itu yang serius dan teruji. Bantuan ternak untuk orang miskin juga bisa berwujud dengan cara itu: orang miskinnya sekalian jadi tenaga kerjanya.

Perlu pengusaha ulet dan mandiri. Bukan yang coba-coba dan iseng. Juga jangan yang motivasinya politik. Ternak itu benda hidup. Tidak mudah mengelolanya.

 

>>>> Arif Purnomosidi; May 31, 2018:

Membayangkan makan makanan Arab yang berlebihan dan terkena aorta dissection…. Apakah ada gangguan aktifitas terkait dengan itu?

KOMENTAR DISWAY:

Saya lebih hati- hati sekarang. Malam itu, sambil meraih kambing, otak saya menegur: jangan emosi. Lalu makan sekadarnya.

Dan lagi sudah terlalu malam. Sebenarnya saya juga harus disiplin: sudah harus tidur jam 11 malam. Tapi sesekali rasanya ok. Itu hambatan utama saya untuk selalu ikut tarawih berjemaah di Amerika. Rata-rata baru selesai jam 23.30.

Saya membawa alat pengukur tekanan darah. Setiap hari tes sendiri.

Setelah makan kambing itu pagi-pagi saya tes. Alhamdulillah: 122/63. Itu juga karena saya lebih disiplin minum obat.

Belum pernah tekanan darah saya sebagus itu. Sebelum minum obat dulu, sebelum terkena aorta dissection, tekanan darah saya sekitar 155/95.

Bukan hanya kambing. Saya juga mengurangi drastis daging sapi. Padahal itu kesukaan saya dulu.

Yang juga ketat saya lakukan adalah: hampir tidak minum apa pun kecuali air putih hangat atau tidak dingin. Hampir berhenti total minum Coca-Cola atau apa pun yang ada dalam botol/kaleng.

Di Amerika ini sesekali saya minum jus jeruk atau apel. Saya tahu: makanan dan minuman di Amerika dikontrol keras kualitas isinya.

Kalau lagi nyetir jarak jauh kadang saya paksakan berhenti di rest area. Setidaknya tiap sekitar 2 jam: sekalian pipis.

>>>> Wawan, May 30, 2018;

Yang membuat saya iri adalah nasionalisme mereka. Mahathir bersatu dengan Anwar Ibrahim (yg sebelumnya musuhan). Clare R Brown sang jurnalis berani membuat berita. Seluruh etnis bisa bersatu melawan Najib R.

Apa yg mendasarinya? Padahal kemerdekaan mereka tidak seperti Indonesia yang berdarah-darah. Tidak pula ada Pancasila dan sebagainya.

KOMENTAR DISWAY:

Ada yang bisa jawab? Please. Rasanya setiap bangsa punya nasionalisme masing-masing. Dengan cara masing-masing.

Di Amerika nasionalisme dan patriotismenya juga luar biasa. Dengan cara mereka: menjadikan bendera sebagai alas duduk-duduk tidak dikecam sebagai tidak nasionalis. Juga tidak dihukum.

Di Tiongkok nasionalismenya juga luar biasa. Saya bayangkan: seandainya Amerika tetap melarang ekspor chip ke Tiongkok. Dan Tiongkok gagal menciptakannya.

Lalu ditemukan cara bikin ponsel tanpa chip. Lalu rakyat diminta ganti ponsel semua: rasanya akan dilakukan.

iPhone tidak seberapa laku, Samsung keok. Huawei nomor satu. Oppo nomor 2. Xiaomi nomor 3.

Nasionalisme kita juga tinggi. Lihatlah setiap ada bencana: solidaritas kita tinggi.

Saya berkesimpulan: tingginya nasionalisme terkait dengan kemajuan sebuah negara. Nasionalisme dimulai dari kebanggaan. Bukan lewat paksaan. Atau seruan.

>>>> Umar Faridz El Hamdy, May 30, 2018:

Awal 1MDB bukan perusahaan negeri Selangor Pak, tapi negeri Terengganu.

KOMENTAR DISWAY:

Anda betul. Trims. Meski saya beberapa ke Terengganu, tapi ternyata lebih sering ke Selangor. Hahaha… terbawa.

>>>> Amir acha, May 30, 2018:

Berapa hari menyiapkan tulisan yang depth reporting seperti ini? Saya berpikir pasti berhari-hari, dengan latar tokoh dan adegan yang ada, bisa berbulan waktu nulisnya.

KOMENTAR DISWAY:

Nulisnya sih 2 jam selesai. Tapi Anda betul mengumpulkan bahannya berbulan-bulan. Bahkan tahun. Meski pun tidak sengaja untuk mengumpulkan.

Yang intensif sejak tiga bulan lalu. Saat saya dua kali ke Malaysia. Kepergian saya bukan untuk itu. Tapi kan dapat bahan-bahan sekitar itu.

Dua tahun lalu saya juga keliling ke enam negara bagian. Berarti tuntas sudah: sudah ke semua negara bagian di Malaysia.

Tanpa semua itu tidak mungkin bisa menulis kisah tersebut. Meski pun saya banyak juga membaca dari begitu banyak media dan bahan bahan cerita.

Tapi sebaiknya jangan sering-sering menulis panjang seperti itu: bisa balik jadi wartawan lagi…(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Syukuran Arab Hays


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler