Para politisi yang sedang mencalonkan diri untuk pemilihan umum 17 April mendatang memiliki pandangan berbeda soal hukuman mati bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Indonesia.

Saat ini ada sekitar 128 buruh migran asal Indonesia yang sedang berada dalam daftar hukuman mati di luar negeri.

BACA JUGA: Pelaku Tindakan Intoleran Di Indonesia Tahun 2018 Lebih Banyak Individu dan Kelompok Warga

Beberapa diantara politisi mengatakan Indonesia yang masih memberlakukan hukuman mati, seperti untuk kasus kejahatan narkoba, telah mengganjal bebasnya buruh migran Indonesia dari eksekusi mati di luar negeri.

Mantan Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang juga caleg dari Partai Hanura, Arief Patramijaya atau yang akrab dikenal Patra M Zen, mengatakan harusnya ada kesesuaian antara apa yang diharapkan negara lain soal hukuman mati di Indonesia.

BACA JUGA: Warga Uyghur Di Australia Alami Intimidasi Oleh Polisi China

Kepada ABC Indonesia saat ditemui dalam diskusi seputar buruh migran di Jakarta (27/3), Patra mengatakan ketika ada warga Indonesia yang terancam dihukum mati, mulai dari pemerintah hingga masyarakat menuntut agar jangan dieksekusi.

"Tapi ketika itu dibawa ke ranah domestik ... bilang bahwa kita [Indonesia] perlu hukuman mati, apapun alasannya," jelas Patra.

BACA JUGA: Ibu Ini Lahirkan Bayi Kembar Sebulan Setelah Lahirkan Anak Pertamanya

Ia menilai Pemerintah Indonesia seharusnya konsisten dan meminta agar hukuman mati diganti dengan hukuman yang lebih efektif.

Pandangan senada juga disampaikan politisi muda, Tsamara Amany dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang merasa hukuman mati tidak akan menyelesaikan persoalan kriminal.

"Persoalan narkoba tidak akan selesai dengan kita menghukum mati. Korupsi tidak akan habis jika kita menghukum mati."

"Kalau kita mau menyelamatkan warga negara kita di luar yang dihukum mati, ya kita tidak boleh menerapkan standar ganda pada diri kita sendiri," ujarnya yang juga datang ke diskusi tersebut. Photo: Sebanyak 128 buruh migran Indonesia di luar negeri terancam hukuman mati. (Migrant Care)

Meski setuju dengan pernyataan keduanya, politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Dian Fatwa, merasa sikapnya harus menyesuaikan keinginan konstituen yang menurutnya masih mendukung hukuman mati.

"Saya secara pribadi tidak sepakat hukuman mati karena saya percaya orang berhak mendapat kesempatan kedua. Kalau kita melakukan hukuman mati, kita harus konsekuen karena kita punya banyak ratusan pekerja migran di luar negeri yang menunggu hukuman itu."

"Masalahnya sebagai politisi kita dihadapkan pada konstituen. Di dapil saya, konstituen masih menganggap hukuman mati itu perlu. Ini kan dilema," tutur Dian.

Tapi tak semua politisi sepakat dengan penghapusan hukuman mati untuk membantu menyelamatkan TKI di luar negeri.

Politisi Golkar, Christina Aryani, misalnya, mengatakan ada kalanya hukuman mati bisa dilakukan.

"Contoh, tapi dengan amat sangat terbatas, ada seseorang memperkosa anak kecil berkali-kali sampai mati, disiksa sampai kadang-kadang begitu biadab, apakah orang seperti itu masih bisa dikoreksi?," ujarnya yang juga menjabat sebagai Bendahara Badan Pengendalian dan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) DPP Partai Golkar.

Data organisasi Migrant Care menunjukkan ada enam buruh migran Indonesia di Saudi Arabia yang dieksekusi mati tanpa pemberitahuan resmi kepada pemerintah Indonesia, dalam satu dekade terakhir.

Menurut Wahyu Susilo dari Migrant Care dengan melihat kondisi politik di Indonesia, maka sikap politik yang lebih realistis dilakukan para politisi adalah menanganinya secara bertahap, seperti di tahun ini Indonesia tidak melakukan ekseskusi mati dan Wahyu berharap hal ini bisa berlanjut terus.

Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat Politik Dewi Fortuna Anwar Pun Masih Bingung Pilih Partai di Pemilu 2019

Berita Terkait