Pemilu di Indonesia kurang dari empat bulan lagi. Seorang pria berusia 36 tahun lulusan Australia dan hanya memiliki dua tahun pengalaman sebagai wali kota disebut-sebut akan jadi calon wakil presiden.

Kekurangan Gibran Rakabuming Raka adalah pengalaman politik serta kemampuannya yang masih dipertanyakan untuk bisa memimpin hampir 300 juta rakyat Indonesia. Tapi ia punya koneksi sebagai anak dari Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Diaspora Indonesia Menggalang Dana untuk Korban Kecelakaan Mobil di Australia Selatan

Setelah membantu putra sulungnya itu meraih kemenangan telak di kota Solo dua tahun lalu, Gibran menjadi lebih dikenal sebagai wali kota yang aktif dalam menyelesaikan sejumlah masalah, meski ada warga yang menganggapnya karena sebagian proyek konstruksinya didukung oleh ayahnya.

Mengenyam pendidikan di Singapura, Gibran juga menghabiskan waktu belajar di University of Technology Sydney pada tahun 2010, kemudian mendirikan bisnis katering sebelum terjun ke dunia politik.

BACA JUGA: Mau Tahu Alasan Ahok Dukung Ganjar-Mahfud? Ada Kata Lurus, Religius, Bagus, & Berani

Dia juga memiliki banyak pengikut di jejaring sosial dengan humor yang sering dianggap garing tapi lucu bagi kebanyakan orang.

Pekan ini ia mengambil langkah besar menuju politik tingkat nasional, ketika lima dari sembilan hakim di Mahkamah Konstitusi Indonesia mengambil sebuah celah dalam peraturan yang memungkinkan pencalonan diri sebagai presiden atau wakil presiden di usia muda.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Sebuah Gereja Tempat Pengungsian di Gaza Diserang Israel

Setelah menolak usulan untuk menurunkan usia minimum kandidat dari 40 menjadi 35 tahun, mayoritas hakim memberikan pengecualian bagi mereka yang pernah menduduki jabatan pemerintah daerah untuk bisa mencalonkan diri, meski berusia di bawah 40 tahun.

Ketua MK Anwar Usman meloloskannya, tapi kemudian dinilai memiliki konflik kepentingan karena Anwar menikah dengan adik kandung Presiden Jokowi.

Beberapa pakar politik memandang keputusan tersebut sebagai tanda kekuatan Presiden Jokowi untuk memengaruhi salah satu pengadilan paling penting di negara tersebut.

"Menurut saya, ada konflik kepentingan yang sangat kuat di sana," kata Bivitri Susanti, dosen hukum tata negara di Fakultas Hukum Indonesia Jentera.

Namun kebangkitan Gibran bisa jadi perubahan terbaru dalam persaingan sengit antara Presiden Jokowi dan Megawati Sukarnoputri.

Kalah Anda masih ingat, karier Jokowi berasal dari Megawati sebagai ketua umum PDI-P yang sangat berpengaruh dalam membantunya mendapat jabatan presiden.

Ketika karir politiknya hampir berakhir, keduanya terlibat dalam pertarungan untuk menentukan masa depan Indonesia selanjutnya.Kalau enggak dinilai baik, 'jangan dipilih'

Ratusan pengunjuk rasa di jalanan kota Jakarta mengecam keputusan tersebut, karena disebut sebagai sebuah kemunduran bagi independensi peradilan di Indonesia.

Di media sosial, akun Gibran menyambut berita putusan tersebut dengan komentar, "Terima kasih, paman", yang tampaknya mengacu pada penolakan Anwar Usman yang tak meloloskan perubahan, tapi menyetujui pilihan lain.

Ketika ditanya dalam sebuah kanal di Youtube tentang dinasti politik, Gibran mengatakan, "kalau dinilai baik ya alhamdulillah, kalau enggak ya jangan dipilih, itu aja."

Namun terlepas dari hiruk pikuk media, Gibran belum pernah mengatakan secara terbuka kalau ia akan mencalonkan diri sebagai wakil presiden, tapi apa yang terjadi pekan ini terkait keputusan MK dituding jadi upaya untuk memuluskan jalannya jika dicalonkan jadi wakil presiden.

"Saya rasa ini sudah diatur oleh para elite, mereka sudah lama membicarakan Gibran padahal mereka tahu kalau ia tidak memenuhi syarat," kata Bivitri.

"Sepertinya mereka menekan hakim," katanya, dengan alasan alasan hukum atas usia boleh di bawah 40 tahun asal sudah berpengalaman di daerah "tidak logis".

Presiden Jokowi menyatakan dukungannya kepada Ganjar Pranowo dari partai politik yang membuatnya jadi presiden, tapi juga memberikan sinyal kalau ia sebenarnya lebih memilih Prabowo.

Meski Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo dua kali dalam pemilu, putranya, Gibran, sekarang dikabarkan menjadi salah satu dari empat calon wakil presiden yang dipertimbangkan oleh Prabowo.

"Prabowo berada pada usia di mana dia berpikir kalau menjadi presiden adalah takdirnya dan ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menjadi presiden," kata Greg Fealy, pakar Indonesia di Australia National University.

"Kalau dia memilih Gibran sebagai pasangannya, ini akan menjadi sinyal utama seberapa jauh ia bersedia memenangkan pemilu."Putra kedua dalam dinasti

Ketika Jokowi menang telak atas Prabowo, ia dipuji sebagai sosok yang lebih membumi dibandingkan presiden-presiden sebelumnya.

Pendahulunya adalah mantan jenderal militer atau putri Proklamator.

Entah bagaimana, Jokowi yang dulunya penjual mebel berhasil membuka jalan menuju istana presiden tanpa koneksi keluarga atau institusi yang biasanya diperlukan.

Namun 10 tahun kemudian, beberapa pengamat merasa sistem kekuasaan Jokowi berubah, sehingga menciptakan dinasti elit keluarga yang sama kuatnya dengan sebelumnya.

Ia tidak hanya merangkul mantan lawannya seperti Prabowo untuk membangun koalisi, tapi juga menjadikan politik sebagai urusan keluarga.

Pencalonan Gibran sebagai wali kota Solo dua tahun lalu hanyalah permulaan.

Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, baru-baru ini dilantik jadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia.

Kaesang yang baru berusia 28 tahun mengatakan ia ingin mengikuti jejak ayahnya dalam karier politik, dan menyatakan jika "hak istimewa itu ada".

Menantu Jokowi juga memanfaatkan popularitasnya dengan terjun ke dunia politik hingga menjadi wali kota Medan pada tahun 2021.

Namun banyak orang di Indonesia yang menyambut baik dinasti keluarga Jokowi yang baru dan Gibran lebih disambut di kampung halamannya di Solo.

"Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan bagi kandidat yang memenuhi syarat tapi sebelumnya dilarang mencalonkan diri karena batasan usia minimum," kata Fahri Hamzah, mantan anggota DPR yang jadi Wakil Ketua Umum Partai Glora pendukung Presiden Jokowi.

"Putusan pengadilan tidak menurunkan persyaratan usia namun membuka peluang bagi generasi muda yang memiliki pengalaman eksekutif. Ini baik untuk bangsa kita."Persaingan makin menguat antara dua keluarga kuat

Potensi pencalonan Gibran dapat memicu meningkatnya persaingan antara dinasti Jokowi dan dinasti Sukarno.

Seperti yang diketahui banyak orang, Megawati berperan penting dalam kebangkitan Jokowi, lebih memilih mendukung Jokowi jadi presiden ketimbang mendorong Puan Maharani.

Namun aliansi keduanya tidak selalu mudah. Baik Megawati maupun Jokowi sama-sama bersaing untuk menjadi orang paling berkuasa di PDI-P.

"Mereka tidak membicarakannya secara terbuka, tapi Anda melihatnya dari bahasa tubuh," kata Dr Feely.

"Dia akan menampilkan Jokowi di atas panggung, tapi dia akan menyampaikan pidatonya, yang memperjelas siapa yang memegang kendali."

Pada tahun 2015, Megawati menyampaikan pidato berapi-api yang dihadiri oleh Jokowi, di mana ia secara efektif mengatakan presiden tidak lain hanyalah seorang pejabat partai dan tugasnya adalah untuk tetap melayaninya.

Dia mengatakan menghadapi "banyak pengkhianatan," serta "berkali-kali saya ditikam dari belakang" karena "ambisi politik untuk mendapatkan kekuasaan".

Dengan masa jabatannya yang hampir habis, Jokowi tampaknya berusaha membangun basis kekuatan tandingan untuk menentang Megawati.

Dukungannya terhadap calon dari partainya sendiri, Ganjar Pranowo, dinilai tidak terlalu kuat.

Beberapa pengamat memperkirakan Gibran bisa meninggalkan afiliasinya dengan PDI-P dan mencalonkan diri sebagai wakil presiden dari pasangan Prabowo Subianto.

Jika itu terjadi, maka pukulan telak bagi Megawati.

"Dia memotong Jokowi dalam keputusan-keputusan penting, di depan umum, untuk mempermalukannya … Jokowi bisa melihat kalau Ganjar jadi presiden, maka warisannya akan terancam karena Megawati memiliki prioritas yang berbeda," kata Dr Fealy.

"Sepertinya di sisi lain, Prabowo akan melanjutkan warisan Jokowi, bukan malah memisahkannya."

Hal ini akan memastikan terjadinya persaingan dinasti politik baru di Indonesia di tahun-tahun mendatang.

"Masyarakat sudah muak dengan dinasti, dan saya kira keputusan pengadilan-lah yang menjadi titik kritisnya," kata Bivitri.

"Ada banyak orang yang merasa keputusan itu salah."

Kemarahan masyarakat dapat menghentikan aspirasi Jokowi, menurut Dr Fealy.

"Itu jadi masalah Gibran dan Jokowi, karena tidak mau ada serangan balik, jadi mungkin masih ada sebuah keputusan lebih baik Gibran menunggu," ujarnya.

"Bagian dari pengambilan keputusan itu adalah dengan melihat apakah jajak pendapat menunjukkan ia mempunyai peluang. Intinya adalah mereka tidak ingin membahayakan dinasti."

Baca laporannya dalam bahasa Inggris

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sungkeman di Keluarga Anies Baswedan: Tradisi Turun-Temurun Meminta Doa Restu Orang Tua

Berita Terkait