jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memproyeksi rupiah bisa melemah hingga Rp 14.300 per USD sampai akhir Mei.
Menurut Bhima, efek dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tidak terlalu berdampak positif ke pelaku pasar karena hanya naik 25 bps.
BACA JUGA: Nilai Tukar Rupiah Melemah Parah
”Respons BI agak terlambat dan hanya naik 25 bps, bukan 50 bps,” ujar Bhima, Senin (21/5).
Faktor lainnya, lanjut Bhima, adalah yield spread antara Treasury Bills (obligasi pemerintah AS) bertenor sepuluh tahun dan surat berharga negara (SBN) makin lebar.
BACA JUGA: USD Gerus Rupiah, Jokowi Tetap Mengucap Hamdalah
Yield Treasury Bills tenor sepuluh tahun naik cukup signifikan menjadi 3,11 persen.
Sementara itu, SBN di tenor yang sama saat ini sebesar 7,3 persen. Dengan demikian, ada spread 419 basis poin.
BACA JUGA: Kurs Rupiah Sudah Tak Cerminkan Fundamental Ekonomi
”Lebarnya perbedaan yield menjadi indikasi investor cenderung melepas kepemilikan SBN,” kata Bhima.
Direktur Penelitian Core Indonesia Mohammad Faisal menuturkan, selain faktor global, ada sejumlah faktor domestik yang ikut memengaruhi pasar.
Yakni, adanya kekhawatiran kondisi instabilitas baru-baru ini. Fundamental ekonomi domestik juga masih lemah.
Dia pun menekankan bahwa ketika sudah tembus batas psikologis Rp 14 ribu, rupiah makin susah dikendalikan.
Menurut Faisal, selain intervensi cadangan devisa, diperlukan insentif tambahan dari kenaikan suku bunga acuan.
”Kenaikan 25 bps pekan lalu diharapkan dapat menstimulasi pasar, tapi ternyata masih kurang efektif,” ujar Faisal. (ken/c10/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fadli Zon Tuding Jokowi Gagal Jaga Rupiah
Redaktur : Tim Redaksi