jpnn.com, GAZA - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan akan menggelar pemilihan parlemen dan presiden (Pemilu). Pesta demokrasi politik ini dilakukan untuk kali pertama dalam 15 tahun. Hal itu dalam upaya menyembuhkan perpecahan internal yang berkepanjangan.
Langkah tersebut secara luas dilihat sebagai respons atas kritik terhadap legitimasi demokrasi lembaga politik Palestina, termasuk kepresidenan Abbas.
Menurut keputusan yang dikeluarkan kantor Abbas, Palestina akan mengadakan pemilihan legislatif pada 22 Mei dan pemilihan presiden pada 31 Juli.
"Presiden menginstruksikan komite pemilihan dan semua aparatur negara untuk meluncurkan proses pemilihan demokratis di semua kota di tanah air," kata keputusan itu, mengacu pada Tepi Barat yang diduduki, Gaza, dan Yerusalem Timur, seperti dilansir dari TRT World.
BACA JUGA: Menlu Retno Marsudi Tegaskan Sikap Indonesia Soal Israel dan Palestina
Faksi Palestina memperbarui upaya rekonsiliasinya untuk mencoba dan menghadirkan persatuan sejak Israel mencapai perjanjian diplomatik tahun lalu dengan empat negara Arab.
Kesepakatan Arab itu membuat kecewa warga Palestina dan membuat mereka semakin terisolasi di wilayah ini.
BACA JUGA: Situasi Sudah Gawat, Palestina Belum Juga Dapat Vaksin
Hamas, yang merupakan rival domestik utama Abbas, menyambut baik pengumuman tersebut.
"Kami telah bekerja dalam beberapa bulan terakhir untuk menyelesaikan semua hambatan sehingga kami dapat mencapainya hari ini," kata pernyataan Hamas.
Undang-undang tersebut menyerukan pemilihan umum yang adil, di mana "para pemilih dapat mengekspresikan keinginan mereka tanpa batasan atau tekanan.”
Pemungutan suara parlemen terakhir Palestina, pada 2006, menghasilkan kemenangan mengejutkan oleh Hamas, menciptakan keretakan yang semakin dalam ketika Hamas menguasai Gaza pada 2007.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan persaingan yang ketat.
Pada Desember 2020, Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina menemukan bahwa 38 persen akan memilih Fatah dalam pemilihan parlemen, dan 34 persen untuk Hamas.
Namun, mereka memperkirakan bahwa Hamas akan unggul dalam pemilihan presiden, dengan 50 persen lebih memilih pemimpin Hamas Ismail Haniyyeh dan 43 persen Abbas.
Meskipun Abbas memenangkan pemilihan presiden terakhir pada tahun 2005, Hamas tidak mencalonkan diri melawannya. (ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia