jpnn.com, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPD RI Akhmad Muqowam mengatakan UU 2 Tahun 2020 dapat dianggap sebagai undang-undang yang tidak berpihak kepada Desa, bisa juga disebut UU Anti-Desa.
Alasannya, ada anggaran yang bersumber dari APBN yang dialokasikan untuk desa, yang dikenal dengan Dana Desa, tetapi tidak menaati asas subsidiaritas. Yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa.
BACA JUGA: Akhmad Muqowam Sesalkan Pencabutan Dana Desa Dalam UU 2/2020
“Sebab anggaran APBN untuk desa tersebut oleh Pemerintah Pusat sudah dialokasikan untuk Penanganan Penanggulangan COvid-19, Bantuan Langsung Tunai, dan untuk program Padat Karya, walaupun ditempatkan di Desa,” kata Muqowam dalam keterangan persnya, kemarin.
Menurut Muqowam, semestinya anggaran tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan, sebagaimana amanat Pasal 72 UU Desa.
BACA JUGA: Nono Sampono Anggap Wajar Muqowam Nomor Satu
Lebih lanjut, Muqowam mengatakan terjadinya pelanggaran asas subsidiaritas menyebabkan desa tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus kewenangan yang berskala desa dalam hal Dana Desa.
“Ini sendi yang membahayakan bagi peran masyarakat, demokrasi dan kemerdekaan atau kemandirian desa dalam mensejahterakan masyarakatnya, dan tentu membahayakan masa depan desa dan masyarakatnya,” ungkap Ketua Pansus UU Desa tersebut.
BACA JUGA: Instruksi Pangkolinlamil Kepada Komandan Kapal Perang TNI AL, Begini Isinya
Sebagaimana diketahui bahwa pada Pasal 28 angka 8 UU Nomor 2/2020 berbunyi: Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku maka Pasal 72 ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 20l4 tentang Desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini.
Dari nukilan tersebut, Muqowam menarik satu kesimpulan bahwa, sejak berlakunya UU 2 Tahun 2020, Pasal 72 Ayat (2) UU Desa sudah dinyatakan tidak berlaku, atau sudah tidak ada lagi Pasal – Ayat tersebut.
“Saya sangat setuju terhadap penanganan penyebaran Covid-19 dan kalimat seterusnya dalam akhir Pasal 28 UU 2 Tahun 2020, tetapi tidak dengan menyatakan tidak berlaku Pasal 72 Ayat (2), sebab dari aspek legislatif, hubungan antara ‘dinyatakan tidak berlaku’ dengan kata ‘sepanjang dst…’ tersebut tidak dalam substansi hukum yang seimbang,” katanya.
“Artinya bahwa subtansi dalam kata “sepanjang dst”, sebenarnya dapat diatur melalui peraturan perundangan dibawah UU, dengan tanpa mengubah Ayat (2) dari Pasal 72 UU Desa, beserta penjelasannya UU Desa,” ungkap Muqowam.
Muqowam juga beranggapan bahwa kemarahan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet beberapa waktu yang lalu, bisa jadi karena Menteri terkait yang menangani Dana Desa sengaja tidak menjelaskan kepada Presiden, sehingga Perpu 1 Tahun 2020 yang kemudian disetujui oleh DPR RI dan selanjutnya diundangkan oleh Pemerintah melalui UU 2 Tahun 2020, proses dan substansinya tidak disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
“Mungkin sengaja untuk menjadikannya sebagai jebakan batman, yang menghadapkan Presiden dengan rakyatnya yang sebagian besar bermukim di desa.., wallahu a’lam…,” tutup Muqowam.(jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich