JAKARTA - Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2013 berimbas pada sektor perbankan. Setali tiga uang, penyaluran kredit perbankan pun mulai seret. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan kredit sepanjang triwulan I 2013 lalu tercatat 22,2 persen.
Angka itu lebih rendah dibanding realisasi penyaluran kredit periode sama 2012 yang mencapai 24,9 persen. "Memang terjadi perlambatan pada intermediasi perbankan," ujarnya akhir pekan lalu.
Seperti diwartakan, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2013 lalu tercatat hanya 6,02 persen. Angka itu melambat dibanding realisasi pada triwulan I 2012 yang mencapai 6,29 persen.
Perry mengatakan, penyaluran kredit perbankan memang berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, seluruh segmen kredit ikut melambat. Misalnya kredit modal kerja pada triwulan I 2013 hanya tumbuh 23,7 persen, melambat dibanding periode sama tahun lalu 25,2 persen. "Kredit investasi dan konsumsi juga melambat," katanya.
Meski pertumbuhan kredit melambat, dari sisi nominal tetap terjadi kenaikan. Dia menyebut, posisi outstanding kredit pada akhir Maret 2013 lalu tercatat Rp 2.769 triliun atau naik Rp 503 triliun dibanding posisi outstanding pada akhir Maret 2012 yang tercatat Rp 2.266 triliun. "Kalau secara size, bisnis bank memang masih membesar," ucapnya.
Meskit begitu, Perry mengakui perlambatan pertumbuhan kredit bukan merupakan sinyal buruk bagi perbankan. Sebab, laju pertumbuhan kredit perbankan Indonesia dalam beberapa tahun ini dinilai terlalu tinggi karena overekspansi. "Jadi dengan perlambatan ini justru lebih normal," ujarnya.
Hal itu pula yang menjadi salah satu alasan BI merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini. Semula, BI mematok target di kisaran 22,5-24,3 persen. Tapi lantas direvisi turun ke kisaran 21,7-23,6 persen. "Ini menyesuaikan dengan recovery ekonomi global yang masih lambat," katanya.
Walau BI bersikap santai, pelaku perbankan kini justru waswas terkait rencana kenaikan harga BBM. Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdampak signifikan pada kinerja perbankan. "Kalau pemerintah tidak bisa mengendalikan inflasi tinggi, semua akan kena," ucapnya.
Sayangnya, pemerintah tidak segera memutuskan kenaikan harga BBM bersubsidi. AKibatnya, perbankan hingga kini masih bingung untuk mengalkulasi berbagai target yang akan dimasukkan dalam revisi Rencana Bisnis Bank (RBB). "Kalau besaran kenaikannya belum jelas, kalkulasi bisnisnya susah," katanya.
Namun, berdasar kajian sementara yang dilakukan BI, kenaikan harga BBM subsidi akan berakibat pada turunnya kinerja kredit. Termasuk pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang diproyeksi turun dari 17,5-18,5 persen menjadi 17,0-17,9 persen, serta mengerek kredit macet atau nonperforming loan (NPL). (owi/oki)
Angka itu lebih rendah dibanding realisasi penyaluran kredit periode sama 2012 yang mencapai 24,9 persen. "Memang terjadi perlambatan pada intermediasi perbankan," ujarnya akhir pekan lalu.
Seperti diwartakan, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2013 lalu tercatat hanya 6,02 persen. Angka itu melambat dibanding realisasi pada triwulan I 2012 yang mencapai 6,29 persen.
Perry mengatakan, penyaluran kredit perbankan memang berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, seluruh segmen kredit ikut melambat. Misalnya kredit modal kerja pada triwulan I 2013 hanya tumbuh 23,7 persen, melambat dibanding periode sama tahun lalu 25,2 persen. "Kredit investasi dan konsumsi juga melambat," katanya.
Meski pertumbuhan kredit melambat, dari sisi nominal tetap terjadi kenaikan. Dia menyebut, posisi outstanding kredit pada akhir Maret 2013 lalu tercatat Rp 2.769 triliun atau naik Rp 503 triliun dibanding posisi outstanding pada akhir Maret 2012 yang tercatat Rp 2.266 triliun. "Kalau secara size, bisnis bank memang masih membesar," ucapnya.
Meskit begitu, Perry mengakui perlambatan pertumbuhan kredit bukan merupakan sinyal buruk bagi perbankan. Sebab, laju pertumbuhan kredit perbankan Indonesia dalam beberapa tahun ini dinilai terlalu tinggi karena overekspansi. "Jadi dengan perlambatan ini justru lebih normal," ujarnya.
Hal itu pula yang menjadi salah satu alasan BI merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini. Semula, BI mematok target di kisaran 22,5-24,3 persen. Tapi lantas direvisi turun ke kisaran 21,7-23,6 persen. "Ini menyesuaikan dengan recovery ekonomi global yang masih lambat," katanya.
Walau BI bersikap santai, pelaku perbankan kini justru waswas terkait rencana kenaikan harga BBM. Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdampak signifikan pada kinerja perbankan. "Kalau pemerintah tidak bisa mengendalikan inflasi tinggi, semua akan kena," ucapnya.
Sayangnya, pemerintah tidak segera memutuskan kenaikan harga BBM bersubsidi. AKibatnya, perbankan hingga kini masih bingung untuk mengalkulasi berbagai target yang akan dimasukkan dalam revisi Rencana Bisnis Bank (RBB). "Kalau besaran kenaikannya belum jelas, kalkulasi bisnisnya susah," katanya.
Namun, berdasar kajian sementara yang dilakukan BI, kenaikan harga BBM subsidi akan berakibat pada turunnya kinerja kredit. Termasuk pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang diproyeksi turun dari 17,5-18,5 persen menjadi 17,0-17,9 persen, serta mengerek kredit macet atau nonperforming loan (NPL). (owi/oki)
Laju Kredit Perbankan Triwulan I 2012-2013
(dalam persen)
Kredit Tw I 2012 Tw I 2013
Modal kerja 25,2 23,7
Investasi 30,6 23,2
Kosnsumsi 20,5 18,9
Sumber: BI
BACA ARTIKEL LAINNYA... PNM Tingkatkan Inovasi UMK di Jabar
Redaktur : Tim Redaksi