Aksesori Berbahan Karapas Penyu Bisa Lawan Ilmu Hitam?

Rabu, 02 Januari 2019 – 00:14 WIB
Penyu.Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

jpnn.com, BERAU - Wakil Ketua DPRD Berau, Kaltim, Saga, tidak menampik maraknya aksi perburuan penyu sisik oleh oknum nelayan di kawasan Pulau Derawan. Walaupun larangannya sudah sering disosialisasikan, tak cukup untuk membuat oknum nelayan kehabisan cara dalam melakukan perburuannya.

Bahkan diakui putra daerah Pulau Derawan ini, perburuan penyu telah menjadi kebiasaan lama oknum nelayan setempat.

BACA JUGA: Disiram Air Mendidih agar Karapas Lepas, Penyu Menangis

Perburuan penyu dibeberkannya, seperti menjadi warisan nenek moyang. Sebab sudah mulai marak saat dirinya masih kanak-kanak. Yakni pada era 1970-an.

Perburuan besar-besaran pun sempat terjadi ketika ada pengusaha asal kota Makassar yang meminta berton-ton penyu kepada nelayan di Pulau Derawan maupun Maratua.

BACA JUGA: Begini Reaksi Ashanty saat Bisnisnya Diserang Ilmu Hitam

Sebab, berdasarkan keyakinan orang tua terdahulu, bahkan masih dipercaya oleh sebagian penduduk di Kepulauan Derawan, menggunakan aksesori berbahan karapas penyu bukan sekadar untuk gaya-gayaan. Tapi untuk menghindari penyakit hingga gangguan ilmu hitam.

“Makanya orang tua terdahulu kebanyakan tidak menggunakan emas, tapi aksesori dari karapas penyu maupun akar bahar. Kalau yang dikirim ke Makassar itu sempat malah diekspor ke Tiongkok, tapi enggak tahu juga waktu itu untuk apa,” katanya kepada Berau Post (Jawa Pos Group).

BACA JUGA: Pria Misterius Pasang Dupa di Restoran Ashanty, Ilmu Hitam?

Tapi diterangkannya, walaupun ada kepercayaan orang tua tersebut, masyarakat tetap diminta untuk taat aturan. Karena pemerintah telah menerbitkan peraturan perundangan yang melindungi penyu sisik dan penyu jenis lainnya, guna melindunginya dari ancaman kepunahan.

Momentum ketika Wakil Bupati Berau Agus Tantomo melakukan inspeksi dan memusnahkan ribuan aksesori berbahan karapas penyu di Pulau Derawan, beberapa pekan lalu, diharapkan memberikan efek jera sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat. Agar bisa membantu pemerintah menjaga kelestarian penyu di Bumi Batiwakkal.

Walau demikian, diutarakan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, pemerintah juga harus memberikan opsi lain untuk menggantikan salah satu sumber pendapatan masyarakat tersebut. “Jadi jangan memutus tali rantai masyarakat untuk mendapatkan uang, tapi tidak ada solusi yang lain,” tekan Saga.

Menjawab hal itu, Wakil Bupati Berau Agus Tantomo, memastikan bahwa selama ini Pemkab Berau sudah berusaha mendampingi masyarakat. Agar beralih membuat aksesori dari bahan yang tidak dilarang. Seperti kayu atau batok kelapa.

Pemkab Berau ditegaskannya, sudah menyalurkan berbagai macam bantuan peralatan. Mulai gergaji hingga mesin bor, untuk digunakan dalam membuat aksesori dari bahan lainnya.

Karena itu, aksi pemusnahan ribuan keping aksesori berbahan kerapas penyu yang dilaksanakan pada Sabtu (15/12) lalu, menjadi puncak peringatan dari pemerintah. Sebab ditegaskannya, sosialisasi maupun imbauan telah digencarkan pihaknya dalam setahun terakhir.

“Awalnya, kami imbau saja. Tahap kedua, supaya mereka tidak rugi, kami ambil barangnya, kami bayar. Sekarang memasuki tahap yang lebih keras, kalau masih ada yang berjualan, memproduksi atau melakukan perburuan, akan kami laporkan ke pihak berwajib untuk diproses pidana,” bebernya.

Diterangkan mantan anggota DPRD Kaltim ini, perburuan yang berkelanjutan akan berdampak buruk bagi masyarakat Pulau Derawan, maupun pariwisata Berau secara umum. Karena salah satu tujuan utama wisatawan datang ke Pulau Derawan, adalah untuk melihat atraksi penyu di pulau tersebut.

“Ketika penyunya diambil, dibunuh, siapa yang mau datang? Kalau tidak ada wisatawan, siapa yang rugi? Walaupun penangkapan itu merupakan kebiasaan sejak dulu, itu tidak boleh dimaklumi. Karena dalam undang-undang tidak boleh, ya tidak boleh. Begitu saja,” ujarnya.

Sedangkan Direktur Yayasan Penyu Indonesia, Bayu Sandi mengatakan, maraknya aksi perburuan maupun perdagangan karapas penyu tidak lepas dari banyaknya permintaan dari wisatawan.

Sebenarnya disebutkannya, peran pemerintah sudah cukup maksimal dalam memerangi perdagangan terlarang tersebut, dengan memberikan pelatihan dan bantuan peralatan untuk membuat kerajinan dari bahan lainnya.

Begitu juga dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang juga sering turun memberikan bantuan. “Untuk membantu dalam perlindungan penyu, kami juga sudah sering menginformasikan, baik kepada kepolisian hingga TNI AL terkait aktivitas perdagangan tersebut,” klaimnya.

Namun diyakininya, semua upaya yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil jika tidak diimbangi dengan munculnya kesadaran masyarakat. Padahal masyarakat juga memiliki tanggung jawab menjaga kelestarian satwa liar, khususnya penyu.

“Kalau masyarakat tetap tidak peduli, kami khawatir dalam kurun 15 tahun lagi, penyu sisik benar-benar akan punah,” ungkapnya.

Para ahli pun, dikatakannya, memperkirakan jumlah penyu sisik betina di perairan Berau hanya tersisa tidak lebih dari 500 ekor. “Jadi kalau ada yang melihat perdagangan, baik di Derawan atau Pasar Sanggam Adji Dilayas, bisa segera melaporkannya ke pihak berwajib. Karena menurut pengamatan kami, masih ada perdagangan aksesori di sana,” sebutnya.

Sementara itu, Kapolres Berau AKBP Pramuja Sigit Wahono memastikan pihaknya terus berupaya mengungkap praktik perdagangan aksesori penyu di Bumi Batiwakkal.

Selain itu, pihaknya juga mengklaim sudah melakukan berbagai langkah upaya pencegahan, dengan menggencarkan sosialisasi melalui personel Bhabinkamtibmas, hingga pemasangan spanduk larangan.

Sesuai pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Bersama Polisi Air dan TNI Angkatan Laut, pihaknya terus berupaya mengawasi aksi perburuan penyu di perairan Berau yang diakuinya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. “Nanti kami akan lakukan penyelidikan dulu, kami cari tahu mereka dapat barang (karapas penyu, red) dari mana? Adakah unsur pidananya? Kalau ada pasti kami proses,”tegasnya.

Walau demikian, luasnya perairan Bumi Batiwakkal membuat pengawasan yang dilakukan kurang efektif. Karena itu pihaknya juga menyasar untuk menumbuhkan kesadaran hukum di masyarakat.

“Tapi kami juga tidak bisa berjalan sendiri. Kami juga butuh dukungan pemerintah maupun masyarakat, karena itu merupakan masalah bersama,” tutup mantan Kapolres Kutai Barat ini. (tim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sampah Teratasi, Pulau Derawan Semakin Bersih


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler