Aksi Cepat Tilep

Selasa, 05 Juli 2022 – 18:00 WIB
Operasi pangan gratis dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk membantu masyarakat di masa PPKM Darurat. Foto tangkapan zoom

jpnn.com - Tagar ‘’Aksi Cepat Tilep’, menjadi trending topic di Indonesia. 

Tagar itu plesetan dari ACT (Aksi Cepat Tanggap), organisasi pengumpul dana yang dikabarkan mengalami krisis manajemen akibat salah pengelolaan oleh sejumlah pengurusnya. 

BACA JUGA: Guntur Romli Bagikan Momen Anies Bareng Petinggi ACT di Twitter

Pengurus di lembaga yang mengelola dana publik ratusan miliar itu dikabarkan bergaya hidup hedon dengan gaji ratusan juta rupiah tiap bulan.

Majalah Tempo memberitakan bahwa pendiri ACT, Ahyudin, dikudeta oleh sejumlah pengurus yang tidak puas dan memaksakanya lengser. 

BACA JUGA: ACT Diduga Selewengkan Dana Bantuan, Arsul Sani PPP Angkat Suara, Tegas!

Ahyudin dianggap boros dalam mengelola dana yayasan sehingga banyak program yang tidak jalan. 

Salah satu yang menjadi sorotan adalah gaji Ahyudin sebagai dewan pembina yang mencapai Rp 250 juta, belum termasuk mobil dinas Alphard dan biaya perjalanan dinas kelas VIP.

BACA JUGA: Petinggi ACT Diduga Tilap Uang Donatur, Pimpinan DPR: Harus Diusut Tuntas, Karena...

Organisasi ini berdiri pada  April 2005 sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. 

Aktivitas ACT menyangkut kegiatan tanggap darurat dan program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti kurban, zakat dan wakaf.

Sejak 2012, ACT mentransformasi dirinya menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. 

Kabarnya, kiprah ACT sudah menyentuh 47 negara di seluruh dunia. Terbanyak, ACT aktif menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Palestina dan ke berbagai wilayah konflik di Timur Tengah.

Pada skala global, ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk representative person sampai menyiapkan kantor ACT di luar negeri. 

Jangkauan aktivitas program global sudah sampai ke 47 Negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Indocina, Timur Tengah, Afrika, Indocina dan Eropa Timur. 

Wilayah kerja ACT di skala global diawali dengan kiprah dalam setiap tragedi kemanusiaan di berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan dan kekeringan, konflik dan peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok minoritas berbagai negara.

Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua provinsi dan sudah punya jaringan di 30 provinsi dan 100 kabupaten-kota di seluruh Indonesia.

Dengan jaringan yang masif ini ACT dikelola dengan manajemen modern dan profesional. Eksekutifnya di level pusat juga digaji besar mirip perusahaan nasional skala besar.

Organisasi pengumpul amal menjamur di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. 

Banyak di antaranya yang dikelola dengan baik dan profesional, banyak juga yang dikelola dengan acak-acakan. 

Cara pengumpulan dana mulai dari yang profesional sampai yang mempergunakan digital marketing yang serampangan sampai terkesan doxing.

Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa paling dermawan di seluruh dunia. Tahun ini Indonesia dikukuhkan sebagai negara paling dermawan di dunia versi World Giving Index 2021.

Laporan World Giving Index (WGI) yang dirilis oleh CAF (Charities Aid Foundation) menempatkan Indonesia di peringkat pertama dengan skor dari 69 persen. 

The World Giving Index (WGI) adalah laporan tahunan yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation (CAF), menggunakan data yang dikumpulkan oleh Gallup, dan memeringkat lebih dari 140 negara di dunia berdasarkan seberapa dermawan mereka dalam menyumbang.

Pada laporan WGI 2021, Indonesia menempati dua peringkat teratas dari tiga kategori atau indikator yang menjadi ukuran WGI, yakni menyumbang pada orang asing dan tidak dikenal, menyumbang uang dan kegiatan kerelawanan.

Hasil penelitian CAF menunjukkan lebih dari delapan dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uang pada tahun ini, sementara tingkat kerelawanan di Indonesia tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata tingkat kerelawanan dunia.

Pandemi dan krisis ekonomi tampaknya tak menghalangi masyarakat Indonesia untuk berbagi. 

Pandemi dan krisis justru meningkatkan semangat solidaritas masyarakat untuk membantu sesama.

Yang berubah hanya bentuk sumbangan dan jumlahnya saja. Masyarakat yang terkena dampak tetap berdonasi uang meski nilai sumbangan lebih kecil, atau berdonasi dalam bentuk lain, seperti barang dan tenaga.

Di beberapa lembaga sosial dan filantropi, jumlah donasi tetap naik, meski peningkatannya tidak setinggi pada saat normal.

Ibu-Ibu membuat dapur umum dan membagikan makanan kepada orang-orang yang melakukan isolasi mandiri. 

Para tetangga patungan dengan sukarela untuk menyediakan makanan dan berbagai kebutuhan kepada tetangga yang melakukan isolasi mandiri.

Di sisi lain, ada paradoks yang terjadi di masyarakat Indonesia. 

Hasil survei Microsoft mengenai tingkat kesopanan pengguna internet pada 2020 menempatkan Indonesia pada posisi buncit. 

Dalam laporan berjudul ‘’Digital Civility Index (DCI)’’, Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei.

Ini merupakan peringkat terendah di Asia Tenggara. Laporan itu berdasarkan survei yang diikuti oleh 16.000 responden di 32 negara. 

Sistem penilaian laporan tersebut berkisar dari skala nol hingga 100. Makin tinggi skor maka semakin rendah kesopanan daring di negara tersebut. 

Skor kesopanan daring di Indonesia sendiri naik delapan poin, dari 67 pada tahun 2019 menjadi 76 pada tahun 2020.

Microsoft mengungkapkan ada 503 responden remaja dan dewasa yang terlibat dalam survei tersebut. Penelitian dilakukan mulai April dan Mei 2020.

Di Indonesia, penurunan DCI seluruhnya didorong orang dewasa sebesar +16. Hal ini kemudian mengakibatkan penurunan yang signifikan yang disebabkan oleh interaksi online negatif sebesar -15 poin.

Survei itu menyatakan Singapura kembali menjadi negara teladan di Asia Tenggara. 

Negara itu menempati urutan keempat secara global dan pertama di Asia Tenggara untuk tingkat kesopanan daringnya.

Urutan kedua ditempati oleh Malaysia dengan skor 63 dan berada di peringkat kelima secara global. Posisi ketiga ditempati Filipina dengan skor 66 dan berada di peringkat 13 global. 

Lalu, Thailand dengan skor 69 dan peringkat 19 global. Di atas Indonesia ditempati oleh Vietnam dengan skor 72 dan berada di peringkat 24 secara global. 

Adapun peringkat negara dengan tingkat kesopanan daring terbaik secara global adalah Belanda.

Kondisi inilah yang membuat wajah bangsa Indonesia terlihat paradoksal. 

Di satu sisi sangat dermawan dan religius, tetapi di sisi lain kurang ajar dan tidak memedulikan etika di media sosial. Aturan ‘’netiquette’’ atau etiket dunia maya seolah tidak laku di Indonesia.

Munculnya tagar ‘’Aksi Cepat Tilep’’ dan ‘’Jangan Percaya ACT’’ menjadi cermin sikap agresif netizen Indonesia. Ketika muncul sebuah kejadian yang kasuistis netizen langsung menyerbu dengan tagar yang berisi umpatan seisi kebun binatang. 

Publik seluruh dunia tahu mengenai agresifitas netizen Indonesiai ini. Karena itu, banyak yang ngeri dan memilih menggembok akun medosnya ketimbang menghadapi serbuan netizen Indonesia.

Ada tudingan yang mengaitkan ACT  dengan partai politik berbasis Islam, dan banyak juga yang menghubungkannya dengan radikalisme dan terorisme.

Polisi, PPATK, dan BNPT juga ikut-ikutan cepat tanggap dengan mengeluarkan pernyataan kemungkinan ada aliran dana untuk membiayai terorisme.

Pengiriman bantuan ACT ke Palestina dan ke beberapa negara Timur Tengah yang dilanda krisis kemanusiaan diduga menjadi sebab munculnya kecurigaan itu.

Salah urus yang menyebabkan konflik di yayasan sudah banyak terjadi di Indonesia.

Yayasan-yayasan pendidikan dan sosial besar sangat banyak yang dilanda perseteruan antar-pengurus yang berujung saling gugat dan pecat.

Kasus ACT ini menjadi seksi karena melibatkan dana umat yang cukup besar. Ketika pemberitaan negatif banyak menerpa pemerintah, butuh sasaran lain untuk mengalihkan isu. Kasus ACT meledak pada waktu yang tepat. (*)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler