Aksi Pembangkangan Ancam Pemerintahan Mursi

Asosiasi Hakim Kembalikan Jabatan Jakgung, Oposisi Serukan Demo Masal

Senin, 26 November 2012 – 05:05 WIB
KAIRO - Aksi protes dan penolakan atas dekrit yang dikeluarkan Presiden Mesir Muhammad Mursi berkembang makin luas. Selain demonstrasi secara luas yang berbuntut kekerasan, protes pun terus mengalir dari kubu oposisi dan lembaga yudikatif (peradilan). Aksi pembangkangan masal pun mengancam pemerintahan Mursi yang terpilih sebagai presiden lewat pilpres dan menjabat sejak 30 Juni lalu.
 
Partai-partai politik liberal, kiri, dan sosialis menyerukan unjuk rasa secara besar-besaran pada Selasa besok (27/11). Aksi ini dimaksudkan untuk memaksa Mursi membatalkan dekrit perluasan kekuasaan presiden. Dekrit tersebut dinilai mengembalikan kekuasaan otokratik yang pernah berlaku di era rezim Hosni Mubarak.
 
Penolakan terhadap dekrit presiden itu telah disampaikah Mahkamah Agung atau Majlis-al-Qada" al-A"la (Supreme Judicial Council). Sebagai lembaga peradilan tertinggi di Mesir, SJC menyesalkan dekrit presiden yang diumumkan pada Kamis lalu (22/11).

"Dekrit itu merupakan serangan yang tak pernah terjadi sebelumnya terhadap independensi lembaga kehakiman dan putusan-putusan yang dibuatnya," kata SJC dalam pernyataan yang disiarkan kantor berita resmi pemerintah Mesir MENA kemarin (25/11).
 
Asosiasi Hakim atau The Judges" Club, lembaga yang mewakili para hakim di seantero Mesir, telah menyerukan aksi mogok atau pembangkangan. Keputusan itu dicapai dalam pertemuan pada Sabtu lalu (24/11). Ahmed al-Zind, kepala asosiasi hakim, yang memimpin pertemuan tersebut di Kairo, mendesak agar Mursi membatalkan dekrit.
 
Mursi beralasan bahwa dekrit itu hanya akan berlaku sementara sampai berlangsung pemilu parlemen awal tahun depan dan konstitusi baru Mesir selesai disusun. Namun, para hakim tidak yakin bahwa janji itu ditepati.

Dengan dekrit itu, Mursi punya kewenangan yang hampir absolut. Tokoh Ikhwanul Muslimin tersebut berdalih bahwa dekrit itu dikeluarkannya untuk mempercepat transisi kekuasaan dari era Mubarak ke sistem pemerintahan baru yang lebih demokratis.

Tetapi, semua keputusan presiden tak bisa digugat dan dibawa ke pengadilan sebelum konstitusi baru disahkan. Dengan dekrit itu, Mursi punya wewenang untuk mencopot Jaksa Agung (Jakgung) Abdel Maguid Mahmoud yang ditunjuk pada era Mubarak. Selanjutnya, dia pun menunjuk Talaat Abdullah sebagai Jakgung yang baru.

Tak hanya membangkang dan menolak dekrit presiden, asosiasi para hakim justru memberikan sambutan kepada Abdel Maguid Mahmoud layaknya pahlawan dalam forum pertemuan Sabtu lalu. Bahkan, dalam aksi pembangkangan secara terbuka terhadap pemerintahan Mursi, Ahmed al-Zind mengembalikan jabatan Mahmoud sebagai jakgung.

Dalam pidatonya di depan asosiasi hakim, Mahmoud menyatakan bahwa dekrit presiden itu tidak sah dan ilegal. "Ini adalah upaya sistematik untuk melanggar konstitusi negara secara umum dan kehakiman khususnya," ujarnya.
 
Aksi penolakan para hakim juga didukung persatuan pengacara terbesar di Mesir. Penolakan luas terhadap dekrit tersebut dikhawatirkan meningkatkan eskalasi ketegangan politik di Mesir.    Koalisi oposisi, termasuk tokoh liberal Mohamed El Baradei, tokoh nasionalis kiri Hamdeen Sabahy, dan mantan Menteri Luar Negeri Amr Moussa pun membentuk  Front Penyelamat Nasional untuk menolak dekrit itu. Selain menuntut pembubaran majelis perancang konstitusi, mereka akan menemui Mursi supaya mencabut dekrit tersebut.
 
"Kami tidak akan masuk dalam dialog tentang apapun jika dekrit tersebut masih berlaku," ujar Moussa. "Kami akan menuntut sampai dekrit dicabut, baru kita berdialog," tambahnya.
 
Sementara itu, aksi protes di jalanan untuk menentang dekrit presiden terus berlangsung di Mesir hingga kemarin. Demonstran terlibat bentrok dengan polisi yang berupaya membubarkan aksi massa dengan panser, meriam air, dan gas air mata. Sekitar 270 orang telah ditangkap dan ditahan polisi karena terlibat unjuk rasa yang berbuntut kekerasan.

Tak hanya di Kairo, aksi protes juga terjadi di kota-kota seperti Alexandria, Port Said, dan Suez. Ratusan pemuda dipaksa polisi untuk meninggalkan Lapangan Tahrir, pusat Kota Kairo, setelah berupaya bertahan dan menginap di sana. Lebih dari 300 orang terluka pada Jumat lalu ketika aksi protes terhadap dekrit berubah menjadi kerusuhan. (AP/RTR/AFP/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dekrit Mursi Pemicu Konflik

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler