Dekrit Mursi Pemicu Konflik

Minggu, 25 November 2012 – 07:19 WIB
KAIRO – Keputusan Presiden Mesir Muhammad Mursi menerbitkan dekrit Kamis lalu (22/11) menuai kontroversi. Bentrok antara pendukung dan penentang dekrit presiden pun pecah di dua kota besar Mesir, Kairo dan Alexandria, Jumat lalu (23/11). Bentrok itu menjadi insiden kekerasan paling buruk sejak Mursi menjabat sebagai presiden pada 30 Juni lalu.

Protes terhadap kebijakan Mursi belum mereda. Aparat keamanan Sabtu (24/11) kembali terlibat bentrok dengan demonstran yang bertahan di Lapangan Tahrir, pusat Kota Kairo. Massa menolak dekrit Mursi karena dekrit tersebut memberi kewenangan dan kekuasaan lebih besar kepada presiden. Hal ini dinilai demonstran tak sesuai dengan spirit reformasi pasca-revolusi yang telah menggulingkan rezim otoriter Presiden Hosni Mubarak.

Namun, di hadapan para pendukungnya yang berkumpul di halaman istana presiden, tokoh 61 tahun itu membela keputusannya untuk menerbitkan dekrit tersebut. ’’(Dekrit) itu penting untuk mencegah kumbang perusak (kroni Hosni Mubarak, Red) menggerogoti negara ini,’’ tegas Mursi Jumat petang lalu. Berbekal dekrit tersebut, dia punya lebih banyak wewenang dalam pemerintahan. Termasuk, terlibat dalam proses hukum Mubarak.

Bertambahnya wewenang dan kekuasaan Mursi itu pun langsung memantik reaksi keras kelompok liberal dan sekuler. Mereka khawatir, Ikhwanul Muslimin yang tercatat sebagai pendukung utama presiden akan mendapatkan lebih banyak wewenang. Kelompok liberal dan sekuler tak ingin Mesir kembali jatuh ke tangan golongan tertentu, seperti saat Mubarak berkuasa.

Mereka lantas menuding Ikhwanul Muslimin sengaja memanfaatkan peran Mursi untuk memperkuat pengaruh mereka dalam pemerintahan. ’’Mereka ingin memonopoli pemerintahan dan juga mendominasi proses penyusunan konstitusi baru,’’ kata seorang aktivis liberal. Jumat lalu, kelompok liberal dan sekular demo di Lapangan Tahrir.

Ribuan pendukung Mursi yang semula berunjuk rasa di halaman istana presiden lantas berparade di jalanan dan bertemu dengan ribuan massa anti-pemerintah. Bentrok dua kubu pun tak terelakkan. Tidak hanya di ibu kota, bentrok antara kubu pendukung dan penentang Mursi juga pecah di Alexandria serta beberapa kota lain. Sedikitnya, 100 orang terluka dalam serangkaian bentrok tersebut.

Kemarin media Mesir merilis bahwa aparat keamanan menyemprotkan gas air mata untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah di Lapangan Tahrir, Kairo. ’’Demonstran bentrok dengan polisi antihuru-hara di dekat gedung parlemen dan Tahrir Square,’’ kata salah seorang petugas keamanan. Beberapa demonstran melakukan aksi bakar kayu untuk menangkal gas air mata.

Akibat aksi itu, sebuah gedung tempat tinggal warga terbakar. Sebuah mobil polisi juga hangus. Beruntung, tak sampai jatuh korban jiwa. Tetapi, kerugian akibat bentrok serta aksi pembakaran dan vandalisme juga tidak sedikit.

Di Alexandria, bentrok kubu pro dan anti-pemerintah terjadi di sebuah masjid. Massa anti-pemerintah melempari aktivis Ikhwanul Muslimin dengan batu dan petasan. Massa juga membakar kantor Partai Kebebasan dan Keadilan atau FJP (Hizb Al-Hurriya Wal ’Adala), partai politik pimpinan Mursi di bawah Ikhwanul Muslim, di kota itu. Sedikitnya, 15 orang terluka dalam insiden tersebut. ’’Di Kota Suez maupun Ismailia, dan Port Said, massa juga membakar kantor biro politik Ikhwanul Muslimin,’’ lapor stasiun televisi pemerintah.

Terkait dekrit presiden yang kontroversial itu, seorang ajudan Mursi memutuskan untuk mundur. Samer Marqous mengajukan surat pengunduran diri karena tidak sepakat dengan kebijakan Mursi perihal dekrit presiden. Politikus Kristen Koptik tersebut menganggap dekrit itu sebagai kebijakan yang tidak demokratis.

Tak hanya memicu kontroversi di dalam negeri, dekrit Mursi pun menuai protes dari sejumlah negara dan lembaga internasional. Kemarin Jubir Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland mengatakan bahwa dekrit tersebut justru membangkitkan kecemasan ketika proses reformasi sedang berjalan di Mesir. Ada kecenderungan kekuasaan akan berpusat pada satu kelompok saja.

’’Kami mengimbau semua pihak di Mesir bisa segera mengatasi perbedaan yang ada secara damai dan melalui dialog secara demokratis,’’ seru Nuland dalam pernyataan tertulis. Amnesti Internasional dan Uni Eropa (UE) juga mengimbau Mursi untuk menahan diri dan menghormati proses reformasi yang sedang berjalan. (AP/AFP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penderita Diabetes Meningal Setelah 42 Tahun Koma

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler