JAKARTA - Sejumlah aktivis 98 disebut-sebut bakal mencoba keberuntungan menjajal bursa calon legislatif dalam pemilihan umum legislatif (pileg) tahun 2014 mendatang. Mereka yang dikabarkan bakal maju menjadi caleg antara lain Adian Napitupulu (Forkot), Masinton Pasaribu (eks FPPI), Budi Ari Setiadi (KB UI), Wanto Sugito (eks Jarkot) dan Jati (PRD).
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Haryanto menilai fenomena ini sebagai hal yang wajar. Menurutnya, dalam peta politik Indonesia terdapat lima cluster utama yang hampir mendominasi setiap partai politik.
"Cluster yang pertama adalah aktivis yang punya afiliasi dengan partai, atau mereka dulunya adalah aktor di lapangan," kata Gun Gun saat dihubungi wartawan, Selasa (12/2).
Cluster berikutnya adalah kalangan birokrat, pejabat tinggi militer, tokoh sosial tradisional seperti ulama dan tokoh masyarakat, serta kelompok pengusaha. Menurut Gun Gun, para aktivis 98 garis keras yang berhasil menumbangkan rezim Orde Baru akan ikut pertarungan legislatif melalui PDI Perjuangan (PDIP) karena kesamaan ideologi
"Seperti Adian misalnya yang saat itu juga terlibat aktif dalam kasus 27 Juli 1996 Diponegoro 58, meskipun konteksnya perlawanan terhadap rezim saat itu, tapi ada kaitan historis yang mungkin membuat ia menjatuhkan pilihan ke PDIP yang notabene korban saat peristiwa itu berlangsung," papar Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute itu.
Gun Gun mengatakan, aktivis akan dilirik parpol karena pertimbangan suara. Pasalnya, aktivis memiliki kemampuan dan juga memiliki basis di kelompok masyarakat.
Meski begitu, tidak semua aktivis 98 akan merapat ke PDIP. Gun Gun memprediksi, ada juga aktivis yang akan memilih partai lain karena perbedaan aliran politik atau platform dari masing-masing individu tersebut.
Gun Gun mengingatkan, aktivis '98 yang kini duduk di parlemen tidak banyak memberikan kontribusi seperti cita-cita reformasi yang pernah diusungnya. Faktor pragmatis dan sistem partai yang tidak sehat dianggap sebagai penyebab para aktivis kehilangan ruh perjuangannya.
"Tidak hanya di '98, tapi hampir diseluruh periode perubahan sosial, ketika aktivis berintegrasi dalam kekuasaan itu selalu gagal. Kesalahan bukan hanya ada di faktor aktivisnya, tapi salah satunya adalah tradisi partai yang feodal," pungkasnya. (dil/jpnn)
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Haryanto menilai fenomena ini sebagai hal yang wajar. Menurutnya, dalam peta politik Indonesia terdapat lima cluster utama yang hampir mendominasi setiap partai politik.
"Cluster yang pertama adalah aktivis yang punya afiliasi dengan partai, atau mereka dulunya adalah aktor di lapangan," kata Gun Gun saat dihubungi wartawan, Selasa (12/2).
Cluster berikutnya adalah kalangan birokrat, pejabat tinggi militer, tokoh sosial tradisional seperti ulama dan tokoh masyarakat, serta kelompok pengusaha. Menurut Gun Gun, para aktivis 98 garis keras yang berhasil menumbangkan rezim Orde Baru akan ikut pertarungan legislatif melalui PDI Perjuangan (PDIP) karena kesamaan ideologi
"Seperti Adian misalnya yang saat itu juga terlibat aktif dalam kasus 27 Juli 1996 Diponegoro 58, meskipun konteksnya perlawanan terhadap rezim saat itu, tapi ada kaitan historis yang mungkin membuat ia menjatuhkan pilihan ke PDIP yang notabene korban saat peristiwa itu berlangsung," papar Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute itu.
Gun Gun mengatakan, aktivis akan dilirik parpol karena pertimbangan suara. Pasalnya, aktivis memiliki kemampuan dan juga memiliki basis di kelompok masyarakat.
Meski begitu, tidak semua aktivis 98 akan merapat ke PDIP. Gun Gun memprediksi, ada juga aktivis yang akan memilih partai lain karena perbedaan aliran politik atau platform dari masing-masing individu tersebut.
Gun Gun mengingatkan, aktivis '98 yang kini duduk di parlemen tidak banyak memberikan kontribusi seperti cita-cita reformasi yang pernah diusungnya. Faktor pragmatis dan sistem partai yang tidak sehat dianggap sebagai penyebab para aktivis kehilangan ruh perjuangannya.
"Tidak hanya di '98, tapi hampir diseluruh periode perubahan sosial, ketika aktivis berintegrasi dalam kekuasaan itu selalu gagal. Kesalahan bukan hanya ada di faktor aktivisnya, tapi salah satunya adalah tradisi partai yang feodal," pungkasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki: Delapan Tahun SBY tak Urus Partai
Redaktur : Tim Redaksi