Hari Rabu ini (26/05), dalam siaran pers yang dimuat di situs Indonesian Corruption Watch (ICW) disebutkan jika 'pemberantasan korupsi akhirnya menemukan ajalnya'.

Upaya pelemahan lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia kembali menjadi perhatian di awal bulan Mei ini, setelah 75 orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan tidak lulus sebuah "tes kontroversial". 

BACA JUGA: Survei Nasional Ungkap Pandangan Warga Australia soal Menikah dan Punya Anak

Mereka yang tidak lulus tes bernama 'Tes Wawasan Kebangsaan' (TWK) tersebut kemudian dibebastugaskan oleh KPK.

ICW mengatakan jika pimpinan KPK dan kepala Badan Kepegawaian Negara telah melanggar hukum dan etika terkait dengan nasib puluhan pegawai KPK yang "dipaksa" keluar.

BACA JUGA: Menlu Amerika Serikat Mengatakan Akan Buka Kembali Konsulat di Yerusalem Untuk Perbaiki Ikatan dengan Warga Palestina

"Substansi pertanyaan dalam TWK yang diinisiasi oleh Pimpinan KPK bersama lembaga lain bertentangan dengan hak asasi manusia," tulis ICW.

"Merujuk pada beberapa pemberitaan yang beredar luas di tengah masyarakat, pertanyaan-pertanyaan TWK menyentuh ranah privasi warga negara. Dapat dibayangkan, perihal kehidupan pribadi, pandangan politik, dan agama turut dijadikan dasar penilaian."

BACA JUGA: Begini Kehidupan Keluarga Penerima Beasiswa Asal Indonesia Melewati Pandemi di Australia

ICW juga menduga adanya "sejumlah kelompok yang bersekongkol dengan Pimpinan KPK untuk memberhentikan pegawai-pegawai KPK".

"Indikasi ini menguat tatkala para pendengung (buzzer) memenuhi media sosial dan diikuti pula dengan upaya peretasan kepada pihak-pihak yang mengkritisi TWK," demikian pernyataan ICW. Jenis serangan terhadap aktivis antikorupsi

Terkait dengan diberhentikannya pegawai KPK yang tidak lulus TWK, sejumlah aktivis antikorupsi di Indonesia mengaku telah mengalami serangan digital yang melonjak, mulai dari peretasan akun 'messanger' mereka hingga sabotase kegiatan konferensi daring.

Sebelumnya, mereka telah menuding tes yang dilakukan sebagai upaya menghentikan pegawai KPK yang sedang giat memberantas korupsi.

Karena menyuarakan masalah inilah, mereka khawatir telah jadi sasaran serangan secara digital.

Menurut pengakuan ICW, anggota mereka mulai mengalami serangan digital sejak 17 Mei, ketika akun WhatsApp dari enam anggotanya tak bisa diakses lagi.

Serangan itu terjadi setelah mereka ikut dalam konferensi secara daring, membahas pemberhentian pegawai KPK.

ICW menyebut seorang peretas bahkan menayangkan film porno ke tampilan layar konferensi video tersebut.

Kini, ICW mendesak penegak hukum untuk menyelidikinya, meski mereka tidak menyebut secara spesifik siapa pelaku yang dianggap bertanggung jawab.

Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa upaya untuk mengambil alih akun WhatsApp dan akun Telegram miliknya terus berlanjut dalam beberapa hari terakhir.

Beberapa mantan penyidik ??KPK mengaku pernah mengalami serangan serupa.

Pihak pengelola WhatsApp, Zoom, dan Telegram belum memberikan penjelasan hingga artikel ini dimuat.

Pejabat di kantor Presiden Joko Widodo mengatakan hal itu adalah urusan polisi.

Sementara itu Kepolisian Daerah Jakarta telah menolak berkomentar.

Sejumlah pegiat antikorupsi mengatakan KPK telah menjadi lebih lemah di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, namun pihak istana menyangkal tudingan itu.

Keluhan mengenai serangan digital juga pernah terjadi tahun lalu, melibatkan aktivis dan mahasiswa dalam seminar daring yang membahas isu hak asasi manusia di Papua.

Sejumlah jurnalis Indonesia juga pernah mengalami serangan serupa.

Damar Juniarto, direktur eksekutif SAFEnet, mengatakan pihaknya mencatat ada lebih dari seratus kejadian serangan digital terjadi di Indonesia tahun lalu, atau meningkat tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya.

"Sepanjang 2020, kami temukan 147 insiden serangan digital," ujar Damar pada bulan April lalu.

"Sebanyak 85 persennya tertuju kepada kelompok kritis. Salah satunya teman-teman akademisi," jelasnya dalam diskusi bertajuk 'Kebebasan Ekspresi, Hukum, dan Dinamika Perkembangannya'.

ABC Indonesia / Reuters

Ikuti informasi terkini lainnya di ABC Indonesia

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelacakan Kontak Telah Membantu Upaya Untuk Mengetahui Penyebaran Kasus COVID-19 di Melbourne

Berita Terkait