Aktivis BEM UNS Menyampaikan Pengumuman, Titi Honorer K2 Kecewa Berat

Minggu, 05 Juli 2020 – 09:20 WIB
Ketum PHK2I Titi Purwaningsih saat webinar bertema Masa Depan Guru Honorer. Foto: tangkapan layar/mesya

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Irwan Syahril batal menjadi salah satu pembicara diskusi publik yang bertema Masa Depan Guru Honorer: Kualitas dan Kesejahteraannya.

Alhasil diskusi virtual ini hanya diisi oleh anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah dan Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih.

BACA JUGA: Pesan Serius Titi Honorer K2 untuk Para Mahasiswa

"Saya mohon maaf karena Dirjen GTK batal hadir. Sebenarnya sudah dikonfirmasi akan hadir. Namun, tetiba 30 menit menjelang diskusi dimulai, diinformasikan beliau batal hadir karena ada acara lain," kata Rizki Mujahidin, anggota BEM Universitas Sebelas Maret (UNS) saat membuka webinar yang diikuti ratusan guru honorer, Sabtu (4/7).

Kekecewaan juga disampaikan Titi Purwaningsih, yang juga guru honorer K2 di Banjarnegara.

BACA JUGA: Berita Terbaru Revisi UU ASN, Ada Instruksi dari Bu Titi Honorer K2

Titi mengungkapkan, dirinya sudah menyiapkan banyak pertanyaan untuk Dirjen GTK. Sayangnya yang bersangkutan batal hadir.

"Banyak yang mau saya tanyakan tetapi malah batal hadir. Takut kali menghadapi guru-guru honorer," cetusnya.

BACA JUGA: PA 212 Kumpulkan Jawara dan Laskar, Banyak Banget, Siap Ganyang Komunis

"Saya geretan sekali sama Kemendikbud. Kok enggak bisa memperjuangkan nasib guru honorer dan tenaga kependidikan," sambungnya.

Titi menilai, kebijakan bantuan operasional sekolah (BOS) memang menyentuh guru honorer.

Namun, lanjutnya, Kemendikbud melupakan tenaga kependidikan. Padahal antara tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sama-sama berkeringat.

"Kok begitu aturanya. Kalau ada sisa dana BOS baru dikasih ke tenaga kependidikan. Kan enggak boleh gitu kebijakannya," ucapnya.

Dia juga kesal dengan kebijakan Kemendikbud yang mensyaratkan guru honorer harus mendapatkan SK kepala daerah untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi.

Padahal banyak guru honorer hanya mengantongi SK kepala sekolah. Berbeda dengan sekolah swasta yang bisa mendapatkan tunjangan profesi guru hanya dengan SK yayasan.

"Kenapa kami yang nyata-nyata mengabdi di sekolah pemerintah malah tidak bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi. Selama 16 tahun jadi guru, saya tidak pernah merasakan bagaimana nikmatnya tunjangan profesi guru itu," keluhnya.

Titi mengaku tadinya ingin agar dirjen GTK mengubah persyaratan itu.

Namun, permintaan tersebut gagal diungkapkan karena pejabatnya batal hadir.

"Sebenarnya Dirjen GTK jangan takut sama guru honorer. Harusnya hadapi kami, dengarkan keluhan kami agar tahu fakta di lapangan seperti apa. Jadi tidak meraba-raba dan akhirnya kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat sasaran," kritiknya. (esy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler