jpnn.com - JAKARTA - Para mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang kini tergabung dalam Forum Rakyat Demokratik (FRD) menuntut keadilan bagi korban penghilangan paksa dan penyelesaian Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu.
Tuntutan itu diungkapkan para mantan aktivis PRD bertepatan dengan peringatan peristiwa atau kerusuhan 27 Juli 1996 atau dikenal dengan Kudatuli.
BACA JUGA: Usman Hamid Sebut Pelanggaran HAM Berat Belum Selesai, Singgung Penculikan Aktivis
"Ini upaya kami melawan lupa. Di tahun politik, kami tidak ingin orang melupakan kasus orang hilang dan semua pelanggaran HAM masa lalu hanya karena kepentingan-kepentingan politik pragmatis jangka pendek," kata Sekjen PRD periode 1996-2002 Petrus H. Hariyanto ditemui di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (27/7).
Dia mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi syarat pembangunan persatuan bangsa.
BACA JUGA: Sebut Nama Budiman Sudjatmiko, Fahri Hamzah Beber Tanda-Tanda Kemenangan Prabowo
"Tanpa penyelesaian kasus HAM masa lalu, maka tidak ada persatuan yang substansial,” ungkap Petrus.
Dia kemudian mengkritik keras aksi pendiri PRD Budiman Sudjatmiko yang menjalin pertemuan dengan mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto beberapa waktu silam.
BACA JUGA: Eks Aktivis 98 Ini Menilai Prabowo Subianto Paling Layak Dipilih pada Pilpres 2024
Petrus kecewa dengan sikap Budiman menemui Prabowo yang dianggap para mantan aktivis PRD bertanggung jawab atas kejahatan HAM masa lalu.
Terlebih lagi, ada pernyataan dari Budiman untuk melupakan kejahatan masa lalu untuk bangsa ke depan bisa menatap ke depan.
"Sangat menyedihkan. Bagi kami itu sangat mengecewakan dan kami hari ini ingin mengembalikan muruah aktivis. Mengembalikan martabat aktivi,s bahwa aktivis masih punya moral, kepeduliaan, dan hati nurani," ujar Petrus.
Sementara itu, mantan aktivis PRD Wilson dalam kesempatan yang sama mengatakan proses pemilu setelah 25 tahun reformasi masih terjadi regresi, karena dimanfaatkan oligarki politik warisan Rezim Orde Baru dan pelanggar HAM.
Dia mengatakan kemunduran demokrasi itu makin diakselerasi dengan sikap mantan aktivis 98 untuk mendukung tokoh yang diduga melanggar HAM pada Pemilu 2024.
"Regresi tersebut semakin diakselerasi jelang Pemilu 2024 oleh mantan aktivis reformasi yang mendukung pelaku pelanggaran HAM," kata Wilson.
Menurut Wilson, para pelaku pelanggaram HAM setelah 25 tahun reformasi masih menikmati impunitas.
“Proses politik yang melibatkan pelaku kejahatan HAM ini telah menciderai keadilan para korban pelanggaran HAM,” ujarnya. (ast/jpnn)
Redaktur : Mufthia Ridwan
Reporter : Aristo Setiawan