Namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan menuntut program RSBI dihapuskan. Karena pungutan sejumlah uang, tidak bersifat permanen. Bahkan sifatnya hanya tambahan, karena dari Kemendikbud sendiri anggarannya telah dialokasikan. Bahkan selain itu, pemerintah daerah juga diminta ikut membantu bagi keberlangsungan sekolah-sekolah RSBI di daerahnya. Diman diketahui, tiap-tiap masing kabupaten/kota, terdapat 1 SD, 1 SMP dan 1 SMA yang menjadi RSBI.
“Memang orangtua murid diminta untuk membayar sejumlah dana. Sementara di sekolah negeri lainnya, kan sudah tidak ada kutipan lagi. Nah dana ini, sifatnya hanya untuk melengkapi sarana dan prasarana yang ada. Seperti untuk gedung, jadi kalau gedungnya masih cukup baik, ya tentu kan tidak akan dibangun lagi,” katanya menjawab JPNN, Minggu (4/11).
Namun rupanya ada pihak-pihak yang menilainya secara berbeda. “Ya mungkin mereka tidak suka kalau melihat anak-anak di sekolah negeri itu maju. Padahal RSBI itu dijalankan, sebagai wujud keberpihakan kita pada anak-anak didik yang berada di sekolah negeri,” ungkapnya.
Sebagai contoh, Musliar memaparkan kalau di sekolah-sekolah swasta unggulan saat ini, hampir tidak pernah terlihat adanya anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Padahal secara prestasi akademik, mereka sangat luarbiasa.
“Makanya karena belum mampu menerapkan secara nasional, kita buatlah pilot-pilot project RSBI di seluruh kabupaten/kota. Agar jangan sekolah negeri dinilai mutu pendidikannya hanya pas-pasan. Atau bahkan jelek,” ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bantah Para Kepsek Tolak Mutasi
Redaktur : Tim Redaksi