Akui Ekonomi Masih Buruk, Menkeu Wajibkan Pengusaha Lakukan Ini

Sabtu, 19 September 2015 – 03:45 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro saat berkunjung ke Batam, Jumat (18/9). Foto: Batam Pos / JPNN.com

jpnn.com - BATAM - Keinginan pengusaha di Batam agar mendapat perlakuan khusus dari aturan wajib rupiah sepertinya tak akan pernah terwujud. Sebab, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, kembali menegaskan semua transaksi dan kontrak proyek di Batam wajib menggunakan rupiah.

Bambang menjelaskan, aturan wajib rupiah ini merupakan amanat undang-undang, yakni UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Kemudian dipertegas dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/13/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah. Sehingga aturan ini berlaku untuk semua warga Indonesia.

BACA JUGA: Mendagri Minta Kada Tunda Kunjungan ke Luar Negeri

"Yang penting Batam itu bagian dari negara mana. Kalau masih bagian dari negara Indonesia, ya ikuti undang-undang Indonesia," kata Bambang saat berkunjung ke Batam, Jumat (18/9).

Bahkan Bambang menegaskan, pemerintah akan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar aturan itu. Namun untuk penindakan, kata Bambang, menjadi kewenangan Bank Indonesia.

BACA JUGA: Kini, Bagian Humas Bukan Lagi Tempat Buangan

"Karena ini aturan Bank Indonesia," katanya.

Sebelumnya, kalangan pengusaha di Batam dan Kepri menolak penerapan PBI ini. Alasannya, pengusaha di Batam dan Kepri kerap melakukan kontrak kerjasama dengan pihak asing. Sehingga mereka berharap ada kelonggaran dari pusat yang membolehkan pengusaha Kepri bertransaksi atau membuat kontrak dalam mata uang asing.

BACA JUGA: Tahapan Honorer K2 jadi CPNS Cukup Rumit

Seperti pernah disampaikam Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Cahya. Menurut dia, sebagai daerah perbatasan dan berstatus sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ), Batam mendapat pengecualisan dalam aturan PBI itu. Termasuk Karimun dan Bintan.

Ia meminta agar kontrak proyek tetap bisa dengan kurs mata uang asing. Jika tidak, maka para pengusaha akan memilih untuk melakukan kontrak proyek di luar negeri.

"Akan banyak nanti pengusaha yang akan memilih untuk membuat kontrak di Singapura. Padahal semua pekerjaan dilakukan di Batam. Ini akan sangat merugikan Batam," kata Cahya.

Menurut Cahya, harusnya peraturan Bank Indonesia tersebut harus mempertimbangkan kekhususan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) yang membuat kontrak dengan asing. Lagian, menurut dia, kontrak dengan mata uang asing tidak merugikan negara.

Johanes Kennedy, pengusaha sekaligus pemilik Kawasan Industri Panbil juga mengatakan bahwa PBI ini sebenarnya tak efektif diberlakukan di Batam. Terutama pada kondisi saat ini, di mana nilai tukar rupiah terus terpuruk. Jika tetap dipaksakan, kata dia, maka para pengusaha akan merugi.

"Siapa yang menjamin mata uang rupiah kita akan terus menguat," katanya.

Menurut Kennedy, sebagai daerah dengan perdagangan lintas negara, maka seharusnya Batam mendapatkan perlakuan khusus. Kalau ini dipaksakan, investor juga akan enggan untuk masuk dan akan menungu sampai nilai tukar rupiah stabil. Tentu ini akan membuat pertumbuhan ekonomi di Batam melambat.

Sementara itu, kebijakan Bank Sentral Amerika, The Federal Reserve (The Fed), memutuskan untuk mempertahankan suku bunga mendekati 0 persen, kemarin. Keputusan ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan bergerak melemah, Jumat (18/9).

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang garuda pada pukul 09.00 WIB berada di posisi Rp 14.471 per dolar AS, lebih lemah 0,08 persen dibandingkan penutupan sehari sebelumnya yang berada pada angka Rp 14.459.

"Amerika menunda kenaikan suku bunga. Ini ada implikasinya terhadap perekonomian kita," kata Menkeu, Bambang Brodjonegoro di pelabuhan Batuampar, Batam, Jumat (18/9).

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (Jisdor) pada Kamis menunjukkan posisi Rp 14.452 per dolar AS, lebih rendah dibandingkan sebelumnya, yakni Rp 14.442 per dolar AS.

Menurut Bambang, Amerika belum menaikkan suku bunga karena ada memang perekonomian di sana masih terkesan melambat. Menurutnya, keputusan ini harus segera disikapi agar stabilitas ekonomi dalam negeri terjaga.

"Akan terus terjadi spekulasi nilai tukar dolar dengan sejumlah mata uang di dunia," katanya.

Menurut Bambang, kondisi ini membuat pemerintah, Bank Indonesia, serta OJK harus bekerja keras untuk menjaga stabilitas ekonomi dan stabilitas sektor keuangan. Dengan harapan Indonesia bisa melewati masa-masa sulit ekonomi yang terjadi sekarang ini.

"Sambil kita menunggu arah anginnya, bagaimana kebijkan Amerika menentukan kebijakan tingkat bunga," katanya.

Bambang mengatakan, ekonomi Indonesia ini akan membaik juga tergantung dengan kondisi perekonomian Amerika. Di mana nanti jika, Amerika sudah menaikkan suku bunga, maka kemungkinannya ekonomi Amerika sudah membaik. Rumus sederhananya, kalau ekonomi Amerika membaik, ekonomi Tiongkok dan negara-negara yang berhubungan dengan Amerika akan membaik.

"Kalau ekonomi Tiongkok membaik, maka akan berpengaruh positif untuk Indonesia," katanya.

Di sektor keuangan, Bambang mengatakan pihak terkait akan terus menjaga dan memperbaiki nilai tukar tersebut. Di mana saat ini sektor keuangan diyakini masih solid dan masih kuat untuk menjaga goncangan dari luar.

"Sebenarnya, kapan pun itu naik (suku bunga Amerika, red) ekonomi kita sudah mempunyai daya tahan yang cukup baik," katanya.

Bambang mengatakan diperkirakan pada awal tahun mendatang bank sentral akan kembali mengkaji serta meningkatkan suku bunga. Oleh karena itu, nantinya akan terjadi spekulasi mata uang dolar dengan rupiah.

"Ketika bank sentral di negar berkembang dan emerging market di Asia menurunkan suku bunga, mereka (Amerika) dapat menjadikan perekomian global semakin tidak stabil," terangnya.

Menurutnya, naiknya suku bunga dikhawatirkan dapat membuat investor mengalihkan dana mereka dari emerging market ke obligasi pemerintah Amerika yang didominasi mata uang dolar.

"Kita perlu mengantisipasi jika hal itu terjadi. Dan tetap fokus menjaga fundamental ekonomi makro maupun sektor keuangan," tutur Bambang.

Ia menambahkan, ke depannya dengan kenaikan suku bunga tersebut akan berdampak terhadap perbaikan perekonomian Amerika. Ditambah perbaikan perekonomian negara Tiongkok.

"Selain itu tentunya juga membuat perekonomian Indonesia semakin baik," pungkasnya. (ian/opi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Desa Diendapkan di Bank, Sanksi DAK Dipotong


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler