Akuisisi Inalum Tersendat Nilai Buku

Senin, 04 Februari 2013 – 06:24 WIB
JAKARTA - Proses pengambilalihan kepemilikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) telah berjalan sejak setahun lalu. Namun hingga sekarang masih belum terlaksana. Menurut Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahyono yang menjadi kendala yaitu cara penghitungan nilai buku.

"Dari pemerintah memiliki cara perhitungan sendiri dan begitu juga pihak NAA (Nippon Asahan Aluminium investor asal Jepang yang selama ini ikut memiliki PT Inalum, Red)," terangnya saat ditemui, Minggu (3/1).

Agus menjabarkan, selama proses pengambilalihan PT Inalum menjadi milik Indonesia sepenuhnya ada sembilan poin yang dibahas. Enam poin telah disepakati dan sisanya masih menemui jalan buntu. Tiga hal yang belum disepakati yaitu teknik penghitungan nilai buku atau aset, hak dan kewajiban selama masa transisi, dan syarat kondisi barang yang diserahkan.

"Masih banyak PR (Pekerjaan Rumah,Red) nya. Kami akan terus mengintensifkan pertemuan karena targetnya November transfer saham sudah bisa dilaksanakan," ujarnya.
          
Sebelum transfer saham dilakukan, lanjutnya Agus, nantinya akan dilakukan tax audit. Itu dilakukan untuk menghindari adanya pelimpahan kewajiban yang mestinya dibebankan oleh pemilik lama ke Indonesia. Nilai audit tersebut akan keluar Maret nanti. Hal itu menunggu perhitungan audit fiskal pemerintah Jepang yang jatuh temponya 31 Maret.
     
Agus juga menerangkan poin-poin yang telah disepakati. Salah satunya mengenai cara pengambilalihan dengan teknis transfer saham bukan transfer aset. Dengan teknik itu, pemerintah Indonesia tinggal membayar secara cash berapa nilai saham yang dimiliki oleh NAA yaitu 58,87 persen.

Selain itu ada juga kesepakatan mengenai ketenagakerjaan. Kedua belah pihak telah sepakat bahwa dalam masa transisi pegawai tetap bekerja semestinya, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran. Sebab, yang berganti hanya pemiliknya sementara produksi terus jalan. "Hal ini berbeda jika teknik yang digunakan yaitu transfer asset, itu mengharuskan transformasi pegawai," ungkap Agus.

Sebagai gambaran, selama ini PT Inalum dikelola oleh NAA, salah satu perusahaan konsorsium aluminium asal Jepang. Kontrak kerjasama antara Indonesia dan investor Jepang tersebut berakhir tahun ini. Sejak tahun lalu, pemerintah menyepakati untuk mengambil alih hak milik tersebut.

Dengan putusnya kontrak pengelolaan PT Inalum oleh NAA maka perjanjian 70 persen produksi aluminium yang harus dikirim ke Jepang tak wajib lagi. Sehingga itu bisa mendukung industri berbahan baku aluminium dalam negeri. (uma/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dikunjungi Dahlan, Peternak Sapi Lega

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler