jpnn.com, JAKARTA - Ketua Centra Initiative Al Araf menilai rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas/DKN) bukan hal yang urgen untuk saat ini.
Dia menyampaikan itu merespons pernyataan Kepala Biro Persidangan, Sisfo, dan Pengawasan Internal Wantannas Brigjen TNI I Gusti Putu Wirejana di media.
BACA JUGA: Siapa Pengirim Karangan Bunga yang Minta Irjen Ferdy Sambo Jangan Gentar?
Brigjen Gusti mengaku telah menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perubahan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) menjadi Wankamnas/DKN.
Al Araf menyebut wacana itu beriringan dengan munculnya usulan untuk melegalkan anggota TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil melalui Revisi UU TNi.
BACA JUGA: Putri Candrawathi Menceritakan Kejadian di Magelang, Bapak Ini Tidak Percaya, Begini
Menurut dia, agenda pembentukan DKN sebetulnya merupakan agenda lama yang dahulu berusaha dimasukan dalam RUU Kamnas. Namun, karena mendapat penolakan keras dari masyarakat sipil, RUU Kamnas pun gagal untuk disahkan.
"Dengan demikian, langkah pemerintah saat ini yang akan membentuk DKN melalui Perpres adalah bentuk fait accompli pascagagalnya Pembahasan RUU Kamnas dan ini berbahaya bagi demokrasi," kata Al Araf dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (27/8).
BACA JUGA: Kasus Brigadir J, Analisis Reza tentang Kepentingan Putri Candrawathi, Soal Cinta, Oh
Peneliti senior Imparsial itu juga mempertanyakan urgensi pembentukan DKN, karena bakal menimbulkan tumpang tindih kerja dan fungsi dengan lembaga negara yang sudah ada.
Saat ini, katanya, sudah ada lembaga yang melakukan fungsi koordinasi di bidang keamanan, yaitu Kemenko Polhukam.
Sementara dalam hal memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, sekarang sudah ada Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), dan Kantor Staf Presiden (KSP).
Al Araf mengatakan pembentukan DKN secara terburu-buru dan terkesan tertutup patut dicurigai bahwa pemerintah sedang membentuk wadah represi baru negara kepada masyarakat.
"Seperti halnya pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada masa orde baru," ujarnya.
Di sisi lain, agenda penempatan TNI dalam jabatan sipil melalui revisi UU TNI merupakan usulan yang keliru dan bermasala.
BACA JUGA: Mayjen TNI Tri Budi Utomo: Anggota Komcad Harus Selalu Siaga Jika Dipanggil Negara
Usulan tersebut menurut dia akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik dwi fungsi ABRI, seperti pada masa otoritarian orde baru.
"Agenda menempatkan tentara aktif dalam jabatan sipil melalui revisi UU TNI, tidak hanya akan merusak dinamika internal TNI, tetapi juga kehidupan politik demokrasi secara keseluruhan di Indonesia," kata Al Araf. (fat/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam