Al-Fatih

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Senin, 21 Juni 2021 – 17:40 WIB
Ekspresi bek Turki Mert Muldur usai laga timnya melawan Swiss. Foto: Twitter@EURO2020

jpnn.com - Muhammad Al Fatih adalah pahlawan muda Turki Usmani yang berhasil menundukkan kekuasaan Kristen Eropa pada abad ke-15.

Alfatih, sultan muda yang baru berusia 25 tahun, memimpin langsung pengepungan dan penyerbuan Konstantinopel yang menjadi pusat kekuatan Kristen Bizantium.

BACA JUGA: Turki Harus Angkat Koper, Swiss Harap-harap Cemas

Turki Usmani adalah kekuatan global baru yang menguasai dunia setelah meredupnya kekuatan Eropa dengan jatuhnya Bizantium oleh pasukan muslim pada 6 April 1453 Masehi.

Pasukan Utsmani di bawah pimpinan Muhammad Al-Fatih berjumlah 150.000 orang dengan senjata-senjata raksasa, seperti meriam Basilika yang dibuat dengan teknologi palimn modern pada masa itu.

BACA JUGA: Cetak Dua Gol Kemenangan Swiss, Gelandang Liverpool Jadi Pemain Terbaik

Selama penaklukan, Al-Fatih memiliki para penasihat dan ahli perang yang bisa diandalkan.

Syeh Aaq Syamsudin, Halil Pasha, dan Zaghanos Pasha adalah tiga orang tepercaya Al-Fatih dalam melakukan penaklukan Konstantinopel.

BACA JUGA: Gott ist Tott

Pertempuran Konstantinopel berlangsung di darat, laut dan bawah tanah.

Pertempuran darat terjadi di sekitar benteng Konstantinopel. Sedangkan pertempuran laut berlangsung di perairan Tanduk Emas (Golden Horn). Selain itu, pertempuran bawah tanah dilakukan melalui penggalian terowongan dari pasukan Usmani untuk meruntuhkan struktur benteng Konstantinopel.

Pengepungan Konstantinopel berlangsung selama berminggu-minggu. Pasukan muslim masih belum mampu menerobos atau meruntuhkan benteng Konstantinopel.

Momen puncak dari penaklukan Konstantinopel terjadi ketika Al-Fatih memutuskan untuk memindahkan kapal perang Usmani dengan jalur darat untuk menghindari ranjau laut dalam bentuk rantai-rantai bawah laut yang dipasang oleh pasukan Bizantium Romawi.

Hanya dalam semalam, sekitar 70 kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn, Tanduk Emas, dan melakukan serangan secara total ke jantung pertahanan Konstantinopel.

Pada 29 Mei 1453, Al-Fatih bersama pasukan Usmani dapat menaklukan Konstantinopel secara keseluruhan.

Sejarah dunia pun berubah dengan penundukan Konstantinopel oleh Al-Fatih.

Kekuatan barat telah beralih ke timur. Perdagangan internasional dunia yang berpusat di Konstantinopel dapat dikuasai oleh Usmani.

Runtuhnya Romawi kemudian memunculkan kekuatan-kekuatan kecil di Eropa yang diam-diam menyusun kekuatan kembali.

Kekuatan gereja semakin meredup dengan munculnya pencerahan Rennaissance yang melahirkan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lahirnya Revolusi Industri di Inggris dan Revolusi Prancis di akhir abad ke-18 menjadikan kekuatan Eropa bangkit kembali.

Muncul era penjelajahan samudra oleh bangsa Eropa untuk mencari sumber dari komoditas perdagangan internasional.

Penemuan mesin uap yang melahirkan kapal-kapal bertenaga uap, membuat Eropa kembali menguasai lautan. Bersamaan dengan itu Turki mulai merosot. Pasukan Janisari yang awalnya menjadi andalan makin merosot kekuatannya.

Dulunya Janisari diambil dari anak-anak keluarga Kristen yang kemudian dididik secara militer dan agama dengan sangat ketat. Banyak di antara mereka yang dikebiri dan dijadikan kasim.

Namun, lama-kelamaan pola rekrutmen menjadi longgar, dan pasukan elite Janisari sudah terkontaminasi oleh gaya hidup hedonism.

Pada awal abad ke-20 sekitar 1905 Turki disebut sebagai "Orang Sakit Eropa" (the sickman of Europe).

Kondisi dalam negeri makin merosot dengan munculnya gerakan Turki Muda (Young Turks) yang dipelopori Mustafa Kemal Pasha.

Gerakan ini mendorong diadakannya reformasi politik total di Kesultanan Turki Usmani.

Kemal Pasha kemudian melakukan kudeta terhadap Sultan Mahmud, dan pada 1923 secara resmi kesultanan dibubarkan dan diganti menjadi republik.

Roda berputar dengan cepat. Turki jatuh dan Eropa menjadi penguasa dunia. Mustafa mengubah semua warisan sejarah Islam Usmaniah dan menggantinya dengan sistem republik sekuler.

Kemal Pasha ingin menggabungkan Turki menjadi bagian dari Eropa. Sampai sekarang, Turki belum bisa benar-benar terintegrasi dengan Eropa.

Pertandingan Eruro 2020 antara Swiss melawan Turki Minggu (20/6) malam menandai terdepaknya Turki dari turnamen antar-negara Eropa itu.

Kekalahan menyakitkan 1-3 membuat pasukan Turki harus angkat koper pulang tanpa membawa satu angka pun. Turki kalah dalam tiga pertandingan fase grup.

Nasib Turki benar-benar mengenaskan. Tim berjuluk Ay Yildizlilar itu finis sebagai juru kunci Grup A tanpa satu pun poin dari tiga laga.

Selain itu, Timnas Turki juga hanya sanggup mencetak satu gol dan dibobol sebanyak delapan kali.

Pada pertandingan pembuka Grup A yang menandai awal turnamen, Turki dihajar tiga gol tanpa balas oleh Italia. Pasukan Italia tampil mengejutkan dengan melakukan serangan terbuka dan bertahan dengan ketat. Italia di bawah allanatore Roberto Mancini tampil ofensif dan membuat Turki kehabisan napas.

Pada pertandingan kedua melawan Wales, ternyata Tukri tetap melempem. Menghadapi tim yang semestinya selevel, Turki malah mejan dan mandul dan dihajar dua gol tanpa balas. Dua kekalahan beruntun menutup kans Turki untuk maju ke babak 16 Besar.

Menghadapi pertandingan terakhir melawan Swiss seharusnya Turki bisa bangkit. Kualitas Swiss secara keseluruhan masih berada di bawah Turki, atau paling tidak keduanya selevel. Namun, lagi-lagi Turki gagal bangkit dan dihajar 1-3.

Dua gol bintang Liverpool Xherdan Shaqiri membunuh mental pemain-pemain Turki.

Gol pertama Shaqiri dengan tendangan melengkung dari luar kotak penalti menjadi salah satu gol terbaik turnamen sejauh ini.

Hasil buruk ini tentu sangat memalukan, karena Turki sempat digadang-gadang menjadi tim kuda hitam di Euro 2020.

Mereka datang dengan bermodalkan pemain seperti Hakan Calhanoglu, Merih Demiral, atau Caglar Soyuncu yang sudah menunjukkan kualitasnya di kompetisi kelas tinggi Eropa.

Tidak hanya itu, Turki juga ditangani oleh pelatih berpengalaman yakni Senol Gunes yang pernah membawa Timnas Turki meraih tempat ketiga dalam Piala Dunia 2002. Kali ini Gunes sudah kehilangan tuahnya, dan sisa-sisa kebesaran Turki seolah lenyap tersapu panas cuaca Eropa.

Turki menjadi negara kedua yang harus angkat koper dari turnamen bersama Makedonia Utara. Kenyataan ini menjadi tragis karena Makedonia termasuk tim kelas bawah di turnamen ini. Makedonia Utara kalah dari Austria dengan skor 1-3 dan tumbang di tangan Ukraina dengan skor tipis 1-2.

Makedonia Utara tak punya kesempatan naik ke peringkat ketiga, meskipun menang lawan Belanda di laga terakhir, lantaran mereka kalah head to head lawan Austria maupun Ukraina. Meski begitu, Makedonia masih lebih baik dari Turki karena bisa mencetak dua gol.

Turki sekarang ibarat The Sick Man of Europe, orang Eropa yang sakit-sakitan, yang menjadi bulan-bulanan lawan. Turki harus berubah kalau tidak mau mengulangi sejarah, dan menjadi berantakan seperti Kesultanan Usmaniah.

Turki punya potensi untuk menjadi kekuatan yang disegani di Eropa. Kompetisinya sudah sejajar dengan kompetisi Eropa, dan pemain-pemainnya tersebar di berbagai klub elite Eropa. Turki membutuhkan mentalitas pasukan Janisari yang membuat mereka ditakuti di seluruh dunia semasa kekuasaan Turki Usmani.

Turki membutuhkan seorang pemimpin baru yang hebat seperti Muhammad Al-Fatih, yang dengan tangannya sendiri mampu menghancurkan benteng Konstantinopel dan menguasai Eropa. (*)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler