Gott ist Tott

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Minggu, 20 Juni 2021 – 17:41 WIB
Gelandang serang Jerman Kai Havertz (7) saat beraksi di jantung pertahanan Portugal. Foto: Twitter@EURO2020

jpnn.com - Orang Jawa punya ungkapan "Gusti Allah Mboten Sare", Tuhan tidak tidur, untuk menggambarkan bahwa Tuhan akan mengatur segala sesuatu, dan kita cukup menyerahkan semua urusan kepada Tuhan.

Ungkapan itu khas orang Jawa yang selalu nerima ing pandum, menerima bagiannya, dan sumeleh, tidak memaksakan diri.

BACA JUGA: Braveheart

Dalam kesulitan apa pun orang Jawa akan menyerahkan semua urusan kepada Tuhan karena yakin Tuhan tidak tidur.

Lain lagi dengan di Jerman. Filosof Friedrich Nietzsche (1844-1900) mengatakan bahwa "Gott ist Tott", Tuhan telah mati. Lengkapnya, Nietzsche mengatakan, "Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya".

BACA JUGA: Napoleon

Nietzsche melanjutkan, bagaimana kita akan menghibur diri kita sendiri, pembunuh semua pembunuh? Apa yang paling suci dan terkuat dari semua yang dimiliki oleh dunia telah mati hingga mati di bawahnya? Pisau kita: siapa yang akan menghapus darah ini dari kita?

Air apa yang ada untuk kita membersihkan diri kita? Perayaan penebusan apa, permainan suci apa yang harus kita ciptakan? Bukankah kehebatan perbuatan ini terlalu besar untuk kita? Haruskah kita sendiri tidak menjadi tuhan hanya untuk kelihatan layak?

BACA JUGA: Pengangkut Air

Pernyataan Nietzsche itu diungkapkan untuk menegaskan bahwa dengan munculnya pencerahan, aufklarung, renaissance, maka manusia menjadi makhluk yang bebas yang tidak lagi dikendalikan oleh agama yang dianggap sebagai belenggu. Agama ditinggalkan dan mereka ditelantarkan.

Dengan auffklarung, manusia menemukan ilmu pengetahuan yang menjadikannya manusia rasional dan berpengetahuan.

Auffklarung melahirkan filsafat positivisme yang menganggap bahwa hanya hal yang bisa dibuktikan oleh indra saja yang boleh dipercaya akal. Hal-hal yang gaib, seperti Tuhan dan hari kiamat, dianggap tidak rasional dan tidak perlu dipercaya. Dari situ lahirlah ateisme yang dianut Nietzsche.

Karena manusia sudah tercerahkan, mereka menjadi bebas karena sudah menguasai ilmu dan teknologi, maka Nietzsche kemudian memproklamasikan bahwa Tuhan telah mati. Manusia tidak membutuhkan Tuhan lagi karena sudah menguasai ilmu pengetahuan. Manusia menjadi adi-manusia, manusia super, yang bisa mengatur dunia karena menguasai sains dan teknologi.

Ketika kesebelasan Jerman kalah dari Prancis 0-1 dalam laga pembuka Euro 2020 di Allianz Arena, Rabu (16/6), suporter Jerman yang kecewa meneriakkan "Gott ist Tott", Tuhan telah mati. Mereka kecewa karena Tuhan tidak berpihak kepada tim Jerman. Teriakan ini disuarakan oleh fan Jerman yang percaya kepada Tuhan.

Dan ketika Jerman dini hari tadi (20/6) bermain gila-gilaan dan menggilas Portugal 4-2, sebagian suporter mungkin ada yang tetap meneriakkan "Gott ist Tott". Cuma bedanya suporter ini memang penganut ateisme yang tidak percaya kepada Tuhan.

Karena tidak percaya kepada Tuhan, maka suporter ini yakin bahwa Jerman punya keunggulan dari tim lain, karena tim Jerman dibangun di atas pondasi sains dan teknologi melalui sport science yang canggih. Dibanding dengan tim lain di Eropa, Die Mannschaft memang dikenal sebagai tim mesin yang dibangun di atas kecanggihan sport science.

Pertandingan lawan Portugal menjadi sebuah thriller dengan enam gol yang sangat menegangkan.

Ketika mengalami kekalahan di laga perdana dari Prancis, ada kekhawatiran bahwa Jerman akan kembali mengalami nasib buruk seperti di Piala Dunia 2018, dan tersingkir di fase grup.

Namun, menjelang pertandingan, beberapa penggawa inti Jerman seperti Thomas Muller, mengatakan bahwa timnya tidak takut, dan tetap yakin akan bisa mengatasi sang juara bertahan Portugal.

Tentu saja Muller tidak berbicara mengenai Tuhan. Namun, keyakinannya itu didasarkan pada kepercayaan terhadap kualitas timnya, yang sudah ditempa melalui kompetisi yang ketat dan profesional, dan dipersiapkan dengan metode saintifik yang canggih.

Jerman mengepung pertahanan Portugal dengan total. Lima belas menit pertama benteng Portugal digempur habis-habisan. Tidak ada ruang sedikit pun yang bisa dipakai oleh penyerang Portugal untuk menyerang.

Namun, Kapten Portugal Cristiano Ronaldo menjadi pembeda. Pada menit ke-15, ia berada di kotak penaltinya sendiri untuk membantu teman-temannya bertahan dari gempuran tank-tank Jerman.

Serangan Jerman kandas, dan bola dikuasai gelandang Bernardo Silva yang dengan cepat mengirim bola panjang kepada Diogo Jota di sisi kiri lapangan.

Jota melakukan sprint menusuk pertahanan Jerman. Cristiano Ronaldo melakukan sprint yang sama dari kotak penaltinya sendiri.

Tiba-tiba saja Ronaldo sudah ada di kotak 16 meter Jerman, tanpa ada seorang pemain Jerman pun yang mengawalnya. Jota mengecoh kiper Manuel Neuer dan mengoper bola kepada Ronaldo yang menceploskan bola ke gawang yang sudah melompong.

Ronaldo sudah berumur 36 tahun, tetapi masih mampu melakukan sprint seratus meter dengan kecepatan dan intensitas maksimal hingga tidak terkawal oleh pemain bertahan Jerman. Dalam bahasa Nietzsche, Ronaldo bukan manusia biasa, dia adalah super-human, manusia adi-manusia.

Tubuhnya laksana robot yang melawan penuaan. Ia merawat tubuhnya dan melatihnya dengan mempergunakan kaidah-kaidah sains dan teknologi. Ronaldo menjadi cyborg yang mengalahkan usianya sendiri.

Dia mengantongi tiga gol dan menjadi pencetak gol terbanyak di Euro 2020 sejau ini. Dia juga mengantongi rekor sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Piala Eropa dengan 12 gol.

Jerman tersentak kaget oleh gol Ronaldo. Namun, Jerman tidak panik. Serbuan demi serbuan dilakukan oleh Kai Havertz, Robin Gosens, dan Thomas Muller, yang terus-menerus meneror pertahanan Portugal.

Setengah jam pertandingan, dan ternyata mental Portugal yang menjadi runtuh. Dua gol dihadiahkan cuma-cuma melalui gol bunuh diri Ruben Dias di menit ke-35 dan Raphael Guerreiro empat menit kemudian. Tekanan serangan Jerman yang bergelombang membuat pertahanan Portugal porak-poranda.

Di babak kedua Havertz dan Gosens menggila dan masing-masing menambah satu gol. Portugal ketinggalan 1-4 dan pembantaian terbuka bisa terjadi. Namun, untung Diogo Jota bisa memperkecil kekalahan dengan golnya di menit ke-69.

Pertandingan ini layak disebut sebagai yang terbaik selama berlangsungnya Euro 2020.

Grup F disebut sebagai grup neraka karena dihuni para raksasa, Prancis, Jerman, Portugal, dan Hungaria. Prancis masih memimpin klasmen dengan empat gol. Jerman dan Portugal menyusul dengan tiga gol. Dan Hungaria berada di juru kunci dengan satu gol.

Pertandingan terakhir akan menentukan nasib semua tim. Semuanya masih punya kesempatan lolos. Jerman akan berperang melawan Hungaria yang tidak bisa diremehkan karena berhasil menahan imbang Prancis 1-1. Jerman harus menang supaya aman. Sebuah tugas yang tidak mudah.

Prancis akan bertarung habis-habisan melawan Portugal.

Sebagai juara bertahan Portugal tidak mau dipermalukan begitu saja. Ronaldo "Manusia Adi-Manusia" akan membuktikan bahwa Portugal layak mempertahankan mahkotanya. (*)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler