Alasan-alasan Ini Tak Boleh Dipakai Untuk Copot Fahri

Minggu, 10 Januari 2016 – 11:00 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Foto : dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin mengatakan partai politik tidak bisa sesuka hati mengganti atau merotasi unsur pimpinan DPR dari jabatannya. Partai menurutnya harus memiliki alasan-alasan konstitusional yang bisa dipertanggungjawabkan jika ingin mengganti pimpinan DPR.

"Harus ada alasan-alasan konstitusional yang bisa dipertanggungjawabkan jika parpol ingin mengganti pimpinan DPR, sebab pengangkatan pimpinan DPR bukan seperti pergantian anggota kabinet yang bisa asal diganti," kata Irmanputra Sidin, di Jakarta, Minggu (10/1), menyikapi evaluasi kader sebagaimana diungkap Wasekjen PKS, Mardani Ali Sera.

BACA JUGA: Menurut Bang Yos, Ini Bedanya Din Minimi dengan Kelompok Poso dan Papua

Pimpinan DPR lanjutnya, memang diusulkan oleh partai politik, namun usulan itu kemudian diputuskan oleh DPR melalui sidang paripurna. "Makanya untuk menggantinya harus ada alasan konstitusional seperti mengundurkan diri, meninggal dunia, keputusan MKD karena melanggar kode etik dan alasan-alasan lain yang diatur dalam konstitusi. Seperti pada kasus Setya Novanto, dia mengundurkan diri bukan dicopot oleh partai, makanya mau tidak mau partai menggantinya," tegasnya.

Seorang pimpinan DPR tegas Irman tidak boleh diganti karena dia sering ngomong karena memang tugas anggota DPR apalagi pimpinan itu adalah berbicara. "Memang tugas anggota DPR itu ngomong. Justru kalau tidak pernah ngomong yang harus dipertanyakan," ujarnya.

BACA JUGA: Loh, Jokowi Tak Pakai Baju Merah di Rakernas PDIP, Kenapa?

Pimpinan DPR juga tidak boleh diganti karena misalnya membela pimpinan DPR lainnya, seperti halnya yang dilakukan Fahri Hamzah terhadap Setya Novanto. "Kalau alasan PKS mencopot Fahri Hamzah misalnya karena dianggap terlalu membela Novanto, maka itu bukan alasan konstitusional," tegasnya.

Alasan politis karena Fahri dianggap membela Setya Novanto, menurut Irman, tidak bisa digunakan untuk mencopotnya. "Pembelaan Fahri terhadap Novanto kan sama halnya jika dia membela presiden misalnya. Lantas apa kalau dia membela presiden, dia juga dievaluasi?," tanya Irman.

BACA JUGA: MERDEKA! Mega-Jokowi Disambut Meriah di Rakernas PDIP

Menjawab perrtanyaan, bagaimana kalau keputusan mengganti adalah garis kebijakan partai?, menurut Irman garis kebijkan partai tetap tidak boleh sembarangan dan keluar dari bingkai konstitusi.

"Boleh saja partai mengatakan bahwa keputusan pergantian adalah garis kebijakan partai, namun garis kebijakan tersebut juga harus bisa dipertanggungjawabkan secara konstitusional. Garis kebijakan partai harus tetap berada dalam bingkai konstitusi," pungkasnya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Selamat Ulang Tahun yang ke-43...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler