jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebut, kasus penyiraman air keras yang dialami Novel Baswedan sarat dengan politisasi dan intrik.
"Contohnya dari pihak Novel, katanya disiram air keras. Logikanya, kalau disiram air keras itu mukanya lumer semua. Masa ada air keras hanya memilih biji mata," ujar Neta pada program 'Ngomongin Politik' yang tayang di Channel You Tube JPNN.com.
BACA JUGA: Hari Ini Novel Baswedan Jalani Swab Test Ulang, Wadah Pegawai KPK Ikut Prihatin
Neta menilai, klaim kekerasan yang dialami Novel sangat tidak masuk akal meski diketahui mata Novel kini cedera.
"Kasus itu begitu semrawut, banyak politisasi di sana. Kalau benar-benar ingin menegakkan rasa keadilan, Novel dalam kasus penembakan dan penyiksaan di Bengkulu, harus berjiwa besar diadili di Bengkulu," ucapnya.
BACA JUGA: Neta IPW: Ini Kesalahan Fatal, Sama Saja Mengikuti Rezim Orde Baru
Sayangnya, kata Neta kemudian, Novel enggak mau diadili terkait perkara yang dimaksud.
"Pertanyaannya, kenapa dia enggak mau. Makanya, kasus ini (penyiraman air keras) saya kira enggak perlu dibicarakan. Karena masing-masing pihak punya trik-trik politik untuk memojokkan satu sama lain," katanya.
BACA JUGA: Positif Kena Covid-19, Novel Baswedan Mengaku Sehat dan Tanpa Gejala
Saat ditanya, mengapa IPW terkesan kerap memojokkan Novel, Neta menyebut sudah kewajiban lembaganya meminta pertangungjawaban Novel dalam kasus sarang burung walet di Bengkulu.
"Karena, sejak awal yang menjadi pengacara korban ini kan dari Indonesia Police Watch, Johnson Panjaitan," katanya.
Neta menegaskan, pengacara IPW memenangkan praperadilan terhadap korban.
Oleh karena itu, IPW berkewajiban untuk terus mengawal kasus dugaan kekerasan yang dialami korban, terkait pencurian sarang burung walet di Bengkulu.
"Nah, majelis praperadilan memerintahkan kasus Novel masuk ke pengadilan, tetapi Novel sebagai aparat hukum tidak taat hukum. Makanya, kami lebih concern di situ daripada kasus penyiramannya," pungkas Neta.(gir/jpnn)
VIDEO: Jokowi punya hutang politik kepada Polri?
Redaktur & Reporter : Ken Girsang