jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, rangkap jabatan petinggi kepolisian, di antaranya sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN), merupakan kesalahan fatal.
Neta mengistilahkan rangkap jabatan tersebut dengan dwi fungsi polisi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
BACA JUGA: Kata IPW soal Pencopotan Brigjen Prasetijo Utomo
"Ini Kesalahan fatal, melanggar UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian. Karena disebutkan jika seorang anggota Polri memegang jabatan di luar Polri, harus mengundurkan diri dari Polri," ujar Neta pada program Ngomongin Politik (Ngompol) yang tayang di Channel You Tube JPNN.com.
Dalam pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
BACA JUGA: Pelaku Pencabutan Paksa Bendera Merah Putih Ditangkap, Nih Orangnya
Neta kemudian membeber data yang dimiliki IPW. Disebutkan, sedikitnya ada 35 jenderal kepolisian yang saat ini bertugas di luar kepolisian.
"Ini terbiarkan, kami mendata sedikitnya ada 35 jenderal polisi yang bertugas di luar kepolisian. Ada yang rangkap jabatan," katanya.
BACA JUGA: Sebelum Pembunuhan Itu, Keluarga Sudah Melarang H Menjalin Cinta dengan N, Tetapi
Menurut Neta, apa yang terjadi saat ini mirip seperti di masa Orde Baru dimana dikenal ada istilah dwi fungsi ABRI.
"Saya kira apa yang terjadi saat ini itu sama saja rezim Jokowi mengikuti rezim Orde Baru," katanya.
Bedanya, kata Neta kemudian, di masa masa sekarang terkesan para petinggi kepolisian yang dianakemaskan, dipercaya memegang jabatan sipil.
"Kami kira ini sangat tidak sehat bagi demokrasi. Kami beberapa kali mengkritisi itu. Saya kira harus ditata ulang, tidak boleh dibiarkan," pungkas Neta. (gir/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Ken Girsang