Alasan Pentingnya Akademisi Berperan dalam Pengembangan Baterai Kendaraan Listrik

Minggu, 21 November 2021 – 11:08 WIB
Pemerintah harus melibatkan akademisi dalam pengembangan baterai kendaraan listrik. Ilustrasi stasiun pengisian baterai: Dedi Sofian/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum ILUNI Universitas Indonesia (UI) Andre Rahadian mengatakan pemerintah harus memiliki peran dalam ekosistem industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yang saat ini mulai berkembang. 

Apalagi, dia melihat peran Pemerintah Indonesia setelah mengikuti COP26 dan Presidensi G20

BACA JUGA: Kemenperin Siapkan Roadmap untuk Mempopulerkan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai

Menurut dia, banyak yang bisa dilakukan pemerintah sebagai negara dengan jumlah penduduk besar untuk bisa mengembangkan baterai EV. 

“Menurut kami sangat penting terciptanya satu ekosistem untuk membangun baterai EV di Indonesia,” ujar Andre dalam Forum Diskusi Salemba (FDS) yang diselenggarakan ILUNI UI secara daring, Sabtu (20/11).  

BACA JUGA: Kemenhub Siapkan Skema Pembelian Kendaraan Listrik Tanpa Baterai

Ander menyarankan agar pemerintah harus melibatkan akademisi yang ada di Indonesia dalam pengembangan baterai tersebut.

Sebab, kata dia, akademis memiliki ide dalam menciptakan ekosistem tersebut. 

“Kita tahu banyak terobosan lahir dari universitas. Karena itu, untuk membangun ekosistem baterai EV perlu peran besar dari universitas dan alumninya yang tersebar di seluruh sektor untuk memperkenalkan dari hulu ke hilir," tutur Andre.

Presiden Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengungkapkan Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi pemain pertama di industri kendaraan listrik. 

Sebab, Indonesia memiliki kemampuan sumber daya terintegrasi dari hulu ke hilir. 

Menurut dia, negara tanah air ini kaya dengan biji nikel yang menjadi bahan baku dari pembuatan baterai EV. 

Namun, untuk menjadi pemain baterai kendaraan listrik pemerintah harus melakukan investasi besar-besaran. Pasalnya, dana yang harus dikeluarkan tidaklah sedikit. 

"Indonesia harus mengeluarkan investasi hampir USD 15,4 triliun dan membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun untuk membangun industrinya," kata Toto. (ddy/jpnn)


Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler