Alasan untuk Menggiring Wacana Jabatan Presiden 3 Periode ini Mengada-ada

Kamis, 24 Juni 2021 – 21:28 WIB
Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (LASINA) Tohadi. ANTARA News/HO

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (LASINA) Tohadi menilai alasan yang dimunculkan untuk menggagas wacana jabatan presiden tiga periode terkesan mengada-ada.

Dia juga menyatakan usulan tersebut sebuah kemunduran bagi agenda reformasi.

Menurut Tohadi, pembatasan kekuasaan merupakan salah satu misi yang diperjuangkan oleh para aktivis reformasi.

BACA JUGA: Kejam! 5 Orang Tewas di Kampung Pingki, Yahukimo

Pada masa Orde Baru seorang presiden dapat dipilih berkali-kali oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

"Pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode itu hasil penting reformasi, dan itu juga diatur dalam Pasal 7 Amandemen Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945."

BACA JUGA: Wacana Presiden 3 Periode Operasi untuk Menundukkan Publik

"Karena itu, wacana presiden tiga periode jelas kemunduran bagi reformasi," ujar Tohadi sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (24/6).

Tohadi lebih lanjut menegaskan menolak alasan di balik wacana presiden tiga periode.

BACA JUGA: Usulan Alutsista Rp 1.700 Triliun Tak Masuk Akal

Antara lain menjaga kesinambungan berbagai program pembangunan terutama bidang infrastruktur.

"Terlalu mahal secara politik jika alasan kesinambungan pembangunan harus mengubah masa jabatan presiden tiga periode dalam konstitusi," katanya.

Pengajar mata kuliah Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara di Universitas Pamulang dan President University menilai, banyak cara yang dapat ditempuh untuk memastikan pembangunan terus berkelanjutan.

"Pertama, tujuan adanya kesinambungan itu dapat diatur dalam undang-undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan UU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang menjamin kesinambungan pembangunan antarpresiden," katanya.

Cara lain, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat RI dapat mengubah pengaturan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang selama ini ditetapkan dalam peraturan presiden (Perpres) menjadi undang-undang.

RPJMN yang diatur dalam Perpres menjadi celah adanya ketidaksinambungan program-program pembangunan antarpresiden yang berkuasa.

"Ke depan RPJPN harus diatur dalam UU," ucap Tohadi menegaskan.

Tohadi juga menyesalkan pelaporan terhadap salah satu penggagas wacana presiden tiga periode, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari, ke kepolisian.

Menurutnya, pelaporan itu merupakan tindakan yang berlebihan.

Sekelompok orang dari Gerindra Masa Depan (GMD) pada Rabu (23/6) melaporkan M Qodari ke Polda Sumatera Utara, karena gagasan pengamat politik itu diyakini melanggar konstitusi.

Wacana presiden tiga periode sempat menjadi perhatian publik selama beberapa hari terakhir.

Namun, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo serta beberapa politikus dari oposisi dan koalisi pemerintah menolak gagasan tersebut.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler