jpnn.com, JAKARTA - Turunnya imbal hasil atau yield obligasi Amerika Serikat memberikan peluang bagi penguatan nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (8/6).
Pada pukul 9.34 WIB, rupiah menguat tujuh poin atau 0,05 persen ke posisi Rp 14.258 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.265 per USD.
BACA JUGA: Pelemahan Kurs Rupiah Jumat Pagi Masih Bisa Berlanjut
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun masih terlihat menekan ke bawah yaitu berada di kisaran 1,57 persen saat ini.
"Penurunan yield ini karena pasar berekspektasi bahwa bank sentral AS belum akan melakukan tapering setelah data tenaga kerja AS, non-farm payrolls bulan Mei, menunjukkan hasil di bawah ekspektasi," ujar Ariston.
BACA JUGA: Kawanan Gajah Ubrak-abrik Sejumlah Kota di Tiongkok, Kerusakan Capai Miliaran Rupiah
Ariston mengatakan pasar menantikan data indeks harga konsumen AS Mei 2021 yang merupakan indikator inflasi, yang akan dirilis pada Kamis (10/6) malam, untuk menentukan arah harga selanjutnya.
"Angka yang di atas ekspektasi bisa mendorong kembali penguatan USD," bebernya.
BACA JUGA: Penurunan Yield Obligasi AS Beri Peluang Rupiah Lebih Perkasa
Menurut Ariston, data inflasi yang konsisten menunjukkan kenaikan di atas 2 persen bisa memicu bank sentral AS mengubah kebijakannya menjadi lebih ketat.
Dari dalam negeri, rupiah dipengaruhi rilis data cadangan devisa hari ini. Data cadangan devisa mungkin menunjukkan kenaikan karena surplusnya neraca perdagangan RI.
"Hasil yang menunjukkan kenaikan bisa mendukung penguatan rupiah terhadap USD," kata Ariston.
Ariston mengatakan rupiah hari ini berpotensi menguat ke kisaran Rp 14.230 hingga Rp 14.200 per USD dengan potensi pelemahan di kisaran Rp 14.300 per USD.
Pada Senin (7/6) lalu, rupiah ditutup menguat 30 poin atau 0,21 persen ke posisi Rp 14.265 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.295 per USD. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia