Ali Mahakam, 12 Tahun Bertahan dalam Kondisi Koma

Sang Penjaga Malah Pergi Terlebih Dahulu

Rabu, 11 April 2012 – 00:11 WIB
Ali Mahakam ditunggui Merry, salah seorang perawatnya di sebuah rumah sakit di Surabaya, Senin (9/4). Foto : Fedrik Tarigan/Jawa Pos

Perjuangan Ali Mahakam untuk bertahan hidup sungguh luar biasa. Dua belas tahun terbaring di ranjang dan akrab dengan rumah sakit tak membuatnya patah arang. Justru sang istri yang setia menunggu lebih dahulu "pergi" meninggalkan Ali.
 
 DIAR CANDRA, Surabaya
 
SLANG infus tersambung di lengan kanannya. Sementara itu, respirator alias alat bantu pernapasan menempel di kedua lubang hidung. Kain kecil berbentuk segi empat membentang dan menutupi mulut pria tersebut.
 
Itulah kondisi terakhir Ali Mahakam, 73, saat dijenguk Jawa Pos di salah satu rumah sakit di Surabaya kemarin (9/4). Mantan manajer klub sepak bola Mitra Surabaya tersebut kembali dilarikan ke rumah sakit pada Minggu malam lalu (8/4) setelah suhu badannya naik hingga 38,5 derajat Celsius.

"Papa mengerang terus dan tampak gelisah. Kami tak mau ambil risiko dengan kesehatan papa. Akhirnya kami bawa papa ke rumah sakit," kata Megawati Mahakam, putri bungsu Ali.

Megawati mengungkapkan, kondisi sang papa tiba-tiba memburuk walau tak diberitakan kabar duka yang menyelimuti keluarga tersebut. Ya, Minggu (8/4) pukul 11.50 WIB istri Ali, Sylvi Mahakam, meninggal. Perempuan 71 tahun itu mengalami infeksi saluran kencing yang memicu gagal jantung dan liver.

"Mungkin ada kontak batin dengan mama atau apa, saya kurang tahu. Yang jelas, perasaan papa sangat tajam," ucap Mega, sapaan akrab Megawati.

Diceritakan, kondisi ibunya tidak stabil sejak Kamis (5/4).  Nah, Minggu (8/4) pukul 06.00 ibunya masuk ruang ICU karena kondisi yang terus memburuk. Lima jam kemudian Sylvi mengembuskan napas terakhir.

"Mama itu sungguh luar biasa. Meski sakit seperti apa, tak pernah mau ke rumah sakit. Alasannya ingin selalu menemani papa. Kecuali untuk sakit yang terakhir, ya sebelum meninggal ini," papar Mega.

Sebelum kepergian sang mama, Mega mengaku tak menemui firasat apa pun. Apalagi, sang mama masih menjalani aktivitas seperti biasa. "Termasuk nunggu papa di kamar hingga jam 12 malam. Mama dan kami selalu berdoa akan datangnya miracle demi kesembuhan papa," ucap perempuan yang menjalankan bisnis ekspedisi dan pengiriman barang tersebut.

Keteguhan Sylvi dalam merawat Ali menjadi inspirasi bagi anak-anaknya. Mereka pun berjanji meneruskan langkah tersebut. Sejak mengalami kegagalan operasi bypass pada pertengahan 2000 di Rumah Sakit Gleneagles, Singapura, aktivitas Ali berhenti total. Saraf motorik hampir di seluruh tubuhnya bisa dikatakan mandek total.

Alhasil, Ali nyaris tidak bisa melakukan apa-apa. Melakukan hal ringan seperti membalik telapak tangan, misalnya, Ali tidak kuasa. Dia akhirnya menjalani rawat jalan di bawah pengawasan dokter Irwan Gondo SpJP.

Merry, salah seorang perawat yang menjaga Ali sejak kali pertama koma, mengatakan bahwa kondisi Ali memang sangat lemah. "Namun, semangat bapak untuk sehat luar biasa," kata perempuan 60 tahun itu.

Meski seluruh otot tubuh sudah tak bisa digerakkan, tidak demikian halnya dengan otot yang ada di wajah Ali. Itu pula yang menjadi sarana komunikasi antara Ali dan orang lain. Yakni, lewat mimik wajah atau erangan dari mulut Ali. "Bapak bisa saja tiba-tiba menangis kalau sedih. Mengerang sebagai tanda marah atau ada yang kurang sreg," ucap Merry. 

Berdasar pengalaman Merry, kondisi Ali sekarang memang luar biasa. Terbujur tidur selama 12 tahun di ranjang, otot-otot tubuh mantan pengurus PSSI Jatim itu tak mengeras atau kaku. Hal tersebut tak lepas dari terapi gerak rutin yang dilakoni Ali setiap hari. Dalam sehari, empat kali Merry membantu Ali menggerak-gerakkan anggota badan. Yakni, pada pukul 06.30, 07.30, 10.30, dan 19.30.

Selain itu, Ali dimandikan tiga kali sehari. "Kebersihan badan bapak tetap terjaga dan tak kelihatan sakit. Kami rutin melumuri bapak dengan hand body (lotion). Kadang wajah bapak kami facial agar tetap ganteng," kata perempuan berdarah Manado-Ambon tersebut.

Sebelum koma dan berhenti beraktivitas, Ali adalah penggiat sepak bola di Surabaya dan Jatim. Ayahanda Lindra Juniwati Mahakam dan Mega itu mengelola klub anggota PSSI Surabaya Putra Gelora bersama H Mislan. Sukses menembus papan atas kompetisi PSSI Surabaya, Ali dipercaya pemilik klub Mitra Surabaya kala itu, Dahlan Iskan, untuk menjadi manajer.

Pada periode 1989"1990 Ali menggantikan Manajer Mitra Abdul Muis. Kiprah Ali bersama Mitra dibuktikan dengan menjadi juara di turnamen Piala Tugu Muda di Semarang. Di turnamen itu Mitra berhasil mengalahkan Rajpracha, klub tangguh asal Thailand.

Saat itu Mitra memang dihuni pemain-pemain top tanah air. Sebut saja Mustaqim, Samsul Arifin, dan Joko Susilo. Pelatih Mitra kala itu adalah Yudi Suryata.

Karir Ali di belantika sepak bola terus melambung. Dia ditunjuk sebagai menajer timnas U-21 pada turnamen se-Asia Tenggara pada 1992. Duet dengan pelatih Maura Hely ketika itu, Ali mempersembahkan gelar juara bagi Indonesia.

Di mata para kolega, Ali adalah sosok yang murah hati dan ringan tangan. "Saya selalu terkenang Pak Ali atas kedermawanan beliau. Dia tak pernah pilih kasih dalam membagi-bagi sesuatu. Termasuk bonus," ujar Mustaqim, mantan striker Mitra dan timnas Indonesia.

Mustaqim juga terkenang saat dirinya bergabung dengan tim sepak bola PON Jatim 1989. Ketika itu Ali menjadi asisten manajer dan menjanjikan bonus besar seandainya meraih medali emas. "Sayang, kami hanya mendapat perak," ucapnya.

Kenangan manis tentang Ali juga dirasakan Supangat, pembawa acara di Gelora 10 Nopember, Surabaya. "Saya terakhir menjenguk Pak Ali setahun lalu di rumahnya. Meski tak bisa berbicara, melihat saya, beliau matanya berbinar. Ketika diajak ngobrol soal masa lalu di sepak bola, air matanya menetes," ujar Pangat, sapaan akrab Supangat.

Ibnu Grahan, mantan anak asuh Ali di Putra Gelora, menyebut Ali adalah sosok yang kebapakan dan sangat sayang kepada anak buah. "Kalau ada yang kesusahan ekonomi, pasti langsung dibantu. Kami kadang sampai sungkan karena tak bisa membalas budi baiknya," tutur pria yang kini menjadi asisten pelatih Persebaya itu. (*/c10/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sertu Ade Kusnadi, Prajurit Kopassus Cijantung Perancang Mobil Rantis TNI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler