jpnn.com - JAKARTA – Rupiah masih menunjukkan tren menguat. Dalam sesi perdagangan Selasa (9/8) kemarin, rupiah ditutup di level Rp 13.133 per USD atau menguat sepuluh poin jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan, penguatan tersebut ditopang fundamental ekonomi yang saat ini berada dalam tren membaik. Selain itu, korporasi pemegang valuta asing (valas) mulai melepas greenback, sebutan dolar AS.
BACA JUGA: Semester Pertama, Premi Asuransi Pertanian Hanya Rp 300 Juta
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2016 yang mencapai 5,18 persen serta inflasi Juli yang terjaga di 3,21 persen cukup membuat rupiah stabil.
Kondisi transaksi berjalan juga lebih sehat dan neraca perdagangan positif. ’’Ini menunjukkan fundamen ekonomi Indonesia bagus,’’ kata Agus di Jakarta kemarin (9/8).
BACA JUGA: Belanja Online Pun, Kini Bisa Kasbon
Selain semakin kuatnya fundamen ekonomi Indonesia, beberapa kebijakan yang diambil pemerintah turut memicu penguatan. Agus menjelaskan, pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak mendapatkan respons yang baik dari masyarakat maupun pelaku pasar keuangan.
Faktor penguatan rupiah yang lain adalah banyaknya nasabah atau korporasi yang memiliki valuta asing yang memutuskan untuk melepas. ’’BI akan menjaga agar rupiah mencerminkan fundamentalnya sehingga baik bagi fundamental jangka menengah,’’ ungkapnya.
BACA JUGA: Menteri Arief Ingin Indonesia Punya Banyak Theme Park
Namun, bank sentral juga tidak akan membiarkan rupiah terlalu kuat sehingga menjauhi level fundamentalnya. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, bulan ini ada capital inflow atau aliran modal masuk sebesar Rp 130 triliun yang mengalir masuk ke Indonesia.
Angka itu meningkat sejak akhir Juli lalu yang sebelumnya berada di angka Rp 128 triliun.
’’Aliran dana yang semakin besar memang berpotensi menguatkan (kurs, Red) rupiah. Namun, BI akan menjaga stabilitas kurs agar tidak terlalu jauh dari level wajar dari sisi fundamental,’’ ucapnya.
Besarnya aliran dana yang masuk tersebut juga didorong faktor eksternal, yakni keputusan bank sentral AS, The Federal Reserve, yang mungkin tidak menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun ini.
Dengan berbagai faktor itu, lanjut Perry, prospek ekonomi di Indonesia lebih cerah. ’’Penempatan investasi Indonesia termasuk yang menarik bukan hanya suku bunga, tapi juga prospek ekonomi dan aliran tax amnesty,’’ tuturnya. (dee/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cuaca tak Menentu Bikin Defisit Beras
Redaktur : Tim Redaksi