jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah membuat kebijakan baru yakni memperbesar porsi dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk gaji guru honorer jadi maksimal 50 persen.
Mekanisme penyaluran dana BOS juga langsung ditransfer ke rekening kepala sekolah. Kebijakan ini mendapat dukungan dari Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian.
BACA JUGA: BKN Tolak Permintaan Honorer K2 yang Gagal Tes Tahap I
Hetifah setuju pemangkasan mekanisme pencairan, karena semakin pendek jalur penyaluran semakin sedikit potensi penyalahgunaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggunggjawab.
"Mengenai kenaikan batas maksimum hingga 50 persen pada dasarnya saya mendukung, karena itu memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk lebih fleksibel membelanjakan anggaran sesuai kebutuhannya. Termasuk juga jika kebutuhannya tersebut adalah tambahan tenaga pengajar honorer," ucap Hetifah saat dihubungi jpnn.com, Senin malam (10/2).
BACA JUGA: Aturan Baru: 3 Syarat Guru Honorer Bisa Mendapat Gaji dari Dana BOS
Namun demikian, politikus Partai Golkar ini mewanti-wanti agar pemerintah menjaga akuntabilitas penggunaan dana BOS tersebut supaya tepat sasaran. Kemudian, perlu juga diantisipasi kemungkinan munculnya honorer-honorer bodong.
"Harus dipastikan bahwa penggunaan dana tersebut dapat dipertanggungjawabkan, dan ada mekanisme pencegahan agar tidak disalahgunakan. Misalnya, munculnya honorer bodong," lanjut Hetifah.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Kebijakan Soal Gaji Guru Honorer dan Kemarahan FPI
Wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Timur ini juga menyampaikan, transparansi harus di kedepankan dalam pengelolaan dana BOS.
Data penggunaannya bisa dipublikasikan sehingga siswa, orang tua murid, dan masyarakat bisa memantau. Bila perlu, buat hotline pelaporan jika ada yang mencurigakan.
"Keleluasaan ini juga jangan sampai membuat manajemen guru tidak efektif, misal sebenarnya cukup dengan guru PNS, tetapi karena adanya ketersediaan dana diadakan guru honorer," jelas Hetifah.
Dia berharap antisipasi untuk hal-hal seperti itu harus dipersiapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Keuangan.
Kemudian, tambahnya, jangan pula sampai menomorduakan kebutuhan yang lebih prioritas, seperti pembangunan sararana dan prasarana sekolah. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam