jpnn.com, JAKARTA - Para alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dari berbagai angkatan memberikan pernyataan sikap atas perkembangan terkini. Ada 5 (lima) pernyataan sikap untuk meminta semua pihak menjaga dan menjadikan hukum sebagai panglima dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi baru-baru ini.
Pernyataan sikap tersebut didukung lebih dari 190 alumni FHUI lintas generasi mulai angkatan 1969 sampai 2016, baik dari strata S-1, S-2, Magister Kenotariatan, hingga tingkat Doktoral.
BACA JUGA: Ini Terobosan Baru KLHK untuk Tegakkan Hukum Kasus Karhutla
Para alumni FHUI yang mendukung pernyataan sikap ini memiliki latar belakang dari beragam profesi seperti akademisi, pejabat publik, advokat, notaris, pengusaha, dan lainnya.
Jumlah dukungan ini masih terus bertambah dari para alumni FHUI yang menyatakan kepedulian mereka terhadap situasi yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Mereka menilai bahwa aksi demonstrasi yang berujung pada tindakan anarkis dari pengunjuk rasa serta tindakan represif dari pihak kepolisian harusnya tidak perlu terjadi bila dilakukan sesuai hukum yang berlaku.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Protes Soal Pasal yang Dijeratkan ke Dandhy Laksono
Melli Darsa, koordinator dari gerakan pernyataan sikap alumni FHUI yang adalah alumni FHUI angkatan 1985, menuturkan bahwa hukum harus dijadikan sebagai panglima tertinggi yang harus dihormati agar penyampaian aspirasi dapat berjalan lebih baik lagi.
Melli menjelaskan bahwa alumni sebuah universitas adalah bagian dari yang tidak terpisahkan dari civil society. Hanya saja seringkali birokrasi yang mengikat asosiasi resmi membuat sejumlah anggotanya tidak selalu dapat menyalurkan pendapat mereka.
“Pernyataan sikap bersama saya fasilitasi agar keprihatinan dan keresahan yang mungkin dirasakan sebagian besar dari “silent majority” dari keluarga alumni bisa disuarakan,” jelas Melli
Selanjutnya Melli mengatakan bahwa proses finalisasi pernyataan sikap ini dilakukan bersama para alumni dengan demokratis, tanpa paksaan, dan transparan.
“Perbedaan sikap dan pandangan serta penyampaian aspirasi memang merupakan hak asasi setiap orang dan dilindungi oleh hukum serta peraturan yang berlaku. Kami ingin mengajak semua pihak agar menempatkan hukum sebagai panglima dalam menyikapi berbagai hal,” pungkas Melli yang pernah menjadi Ketua Ikatan Alumni (Iluni) FHUI periode 2012-2015 itu.
Hal senada diungkapkan oleh Timbul Thomas Lubis, alumni FHUI angkatan 1969 yang menjadi praktisi hukum. Kericuhan yang terjadi pada aksi demonstrasi baru-baru ini karena berbagai pihak belum menjalankan proses demokrasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Pengunjuk rasa menyampaikan aspirasi adalah hal yang wajar tetapi ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Unjuk rasa adalah salah satu hak asasi yang dijamin oleh undang-undang, pelaksanaannya pun dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu dan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku,” ujar Timbul.
Nadia Nasoetion, alumni FHUI angkatan 1993 yang juga praktisi hukum, turut menambahkan bahwa menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara dan patut diapresiasi sepanjang dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku atau mengganggu ketenangan umum. Unjuk rasa apalagi yang dilakukan oleh mahasiswa, perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi agar tidak menjadi ajang yang dapat disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan menjadi kontra produktif.
“Melihat aksi unjuk rasa mahasiswa yang baru terjadi, Pemerintah diharapkan dapat lebih responsif serta komunikatif dan nampaknya perlu menyediakan wadah yang lebih efektif sehingga aspirasi mahasiswa dapat disampaikan dengan baik tanpa perlunya aksi unjuk rasa di jalanan” tutup Nadia.
Kadri Mohammad dari angkatan 1982 pun menilai bahwa unjuk rasa kemarin merupakan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, dalam hal ini masyarakat diwakili oleh mahasiswa.
“Jangan pandang remeh mahasiswa. Komunikasi diharapkan sudah sama-sama dalam tataran kedewasaan berpolitik. Karenanya, jika dirasa ada yang melenceng, maka segera kembali pada koridor hukum yang ada. Jangan teruskan jika dirasa banyak tumpangan kepentingan,” ucap Kadri yang berprofesi sebagai advokat dan musisi.
Selain itu, sejumlah tokoh masyarakat yang juga adalah alumni FHUI turut mendukung penyataan sikap ini, antara lain: Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, Dr. Yunus Husen, Dr. Luhut MP Pangaribuan, Dr. Mas Achmad Santosa, Dr. Yozua Makes, Prof. Dr. Anna Erliyana, Prof. Dr. Rosa Agustina, Once Mekel, Dini Shanti Purwono, dan Rian Ernest Tanudjaja, Sri Patriawati T. Soetjipto FHUI 1993. (dil/jpnn)
Terkait perkembangan terbaru bangsa Indonesia akhir-akhir ini, kami kumpulan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dari berbagai angkatan ingin menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Kami mengajak semua pihak untuk menjunjung tinggi Pancasila, tatanan hukum dan demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menjadikan hukum sebagai panglima dalam menyikapi berbagai hal.
2. Ketika hukum ditempatkan sebagai panglima, maka berbagai penyampaian aspirasi harus dihormati dan dilindungi, selama dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Perbedaan pendapat, pemikiran, dan sikap, harus tetap dijalankan dan dihormati dalam norma dan prinsip hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
3. Kami menentang berbagai tindakan yang melawan hukum dalam aksi penyampaian aspirasi. Terlebih, kami menentang aksi yang sejak awal memang ditujukan untuk menimbulkan keresahan serta provokasi dan yang dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum. Meskipun mereka berdalih sedang menggunakan hak bicaranya atau hak berpendapatnya, sejatinya mereka sedang merusak tatanan hukum dan demokrasi di NKRI. Sebaliknya, seandainya pelanggaran HAM terhadap berbagai aksi penyampaian aspirasi telah terjadi, agar dilakukan tindak lanjut dan investigasi sesuai ketentuan hukum demi menjaga rasa keadilan masyarakat dan bagi para korban.
4. Kami mengecam pihak-pihak yang “memancing di air keruh" untuk kepentingan politik kelompoknya masing-masing, karena mereka justru mengotori penyuaraan aspirasi yang murni dari masyarakat.
5. Kami meminta para pembuat hukum, baik Pemerintah maupun DPR, untuk mendengarkan suara Rakyat serta meningkatkan transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan RUU. Aspirasi rakyat harus didengar dan diperhatikan.
Redaktur & Reporter : Adil