Alumni GMNI Perjuangkan Bung Karno jadi Pahlawan Nasional

Sudah Puluhan Tahun Merdeka, Hanya Dianggap Proklamator

Minggu, 24 Juni 2012 – 07:27 WIB

JAKARTA - Dukungan pentingnya pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden pertama RI, Soekarno atau Bung Karno, terus mengalir. Kali ini, dukungan datang dari Pengurus Pusat (PP) Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).

Ketua Umum PP PA GMNI,  Soekarwo, menyayangkan jika selama ini Bung Karno bersama dengan Wakil Presiden RI, Muhammad Hatta atau Bung Hatta, hanya dikenal sebagai proklamator kemerdekaan RI saja. "Kita sangat mendukung pemberian gelar pahlawan nasional untuk Bung Karno," tegas Soekarwo kepada wartawan di sela-sela diskusi bertajuk "Bung Karno dalam Dimensi Sosial" yang digelar PP PA GMNI di Jakarta, Sabtu (23/6) malam.

Menurut Soekarwo, upaya untuk memperjuangkan Soekarno agar menjadi Pahlawan Nasional telah dilakukan termasuk dengan melibatkan kalangan akademisi. Sejauh ini, sebut Soekarwo, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie telah mengusulkan pengukuhan Soekarno sebagai pahlawan nasional. Karenanya Soekarwo menegaskan, pada 11 dan 12 Juli 2012 nanti pihaknya akan mengundang Jimly serta para dosen hukum tata negara untuk hadir di Surabaya guna membahas usulan tersebut.

Lebih lanjut pria berkumis tebal yang kini menjadi Gubernur Jawa Timur itu menegaskan, semestinya gelar pahlawan nasional Soekarno sudah diberikan negara pada 2009, atau 64 tahun setelah Indonesia merdeka tepatnya saat keluar Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Menurut dia, dengan ketentuan di UU tersebut harusnya secara otomatis Bung Karno menjadi pahlawan nasional.

"Intinya kami dukung proses pengukuhan pemberian gelar itu. Tentu ada standar ilmu pengetahuan yang disusun kalangan akademisi," kata dia.

Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP PA GMNI, Achmad Basarah mengatakan, PP PA GMNI mendesak pemerintah untuk segera menetapkan Soekarno sebagai pahlawan nasional. Selain itu, Basarah juga meminta pemerintah segera perlu menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila.

Menurut Basarah, hal itu sangat penting agar bangsa ini tidak terus menerus berada dalam kesesatan sejarah yang berkepanjangan. "Sebagai akibat situasi pergolakan politik pada tahun 1965," ujar politisi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi III DPR itu.

Basarah mengakui, Ketetapan (Tap) MPRS 33/MPRS/1967 yang menempatkan Soekarno sebagai pengkhianat karena terlibat G30 S PKI memang sudah tidak berlaku dengan adanya Tap MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Status Hukum Seluruh Tap MPRS 1960-TAP MPR 2002. Namun menurut Basarah, secara substantif Tap itu tidak menghapuskan tuduhan terhadap Soekarno yang dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap negara.

Oleh karenanya Basarah menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir-akhir masa jabatannya menggoreskan tinta emas dalam sejarah Indonesia dengan meluruskan sejarah tentang Bung Karno dan Pancasila. "Surat Keputusan (SK) Presiden yang menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila, diperlukan untuk melengkapi adanya SK Presiden 18/2008 tentang 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi," cetu Wakil Sekjen PDIP itu.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pencekalan Bertha Terkait Kasus Nazaruddin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler