jpnn.com - JAKARTA - Alumni Universitas Trisakti (Usakti) menyesalkan pelantikan Rektor Usakti oleh Yayasan Trisakti pada Selasa (28/6) lalu.
Menurut Presiden Mahasiswa Usakti periode 2008-2010 Atma Winata Nawawi, pelantikan tersebut dilakukan tanpa melibatkan civitas akademika Usakti baik dari tingkat mahasiswa hingga senat universitas.
BACA JUGA: Waduuh! Mahasiswa Koboi di Bogor Dapat Dukungan Netizen
Dia mengatakan mahasiswa yang notabene merupakan stakeholder Usakti tentu seharusnya mendapatkan sosialisasi mengenai calon rektornya seperti yang umum dilakukan oleh kampus-kampus lain di Indonesia.
"Sehingga, mahasiswa dapat mengetahui rekam jejak, visi misi dan komitmen rektor barunya terhadap tri dharma perguruan tinggi," kata Atma, Senin (4/7).
BACA JUGA: Libur Lebih Panjang, Kepadatan di Bandara Soetta Masih Aman
Seperti diketahui, Yayasan Trisakti belum lama ini baru saja melantik Edy Suandi Hamid menjadi Rektor Usakti periode 2016-2021.
Pelantikan tersebut dinilai dilakukan sepihak dan melanggar prosedur. Sebab, dalam perundang-undangan, peraturan pemerintah, serta Statuta Usakti sendiri mengenai pemilihan rektor, jelas-jelas disebutkan bagaimana prosedur pengangkatan rektor di perguruan tinggi swasta (PTS).
BACA JUGA: Kebijakan di Pulau G Jangan Menimbulkan Masalah Lingkungan
Salah satunya seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 2705/D/T/1998. Dalam surat itu disebutkan bahwa proses pemilihan rektor, dimulai dari senat perguruan tinggi yang menyelenggarakan rapat senat untuk memberi pertimbangan kelayakan calon pimpinan PTS, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam statuta perguruan tinggi.
Kemudian, badan pengurus PTS memilih salah seorang dari calon-calon pimpinan perguruan tinggi yang telah mendapat pertimbangan senat perguruan tinggi. Terakhir BP-PTS dapat mengangkat pimpinan PTS setelah memenuhi persyaratan umum dan administrasi tersebut.
Menurut Atman, keputusan kontroversial dari yayasan ini dapat menambah rumit permasalahan yang sedang melanda Usakti. Ia menilai kejadian ini melukai dunia pendidikan Indonesia.
Ia pun menambahkan keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan yayasan itu tidak serta merta menjadikan yayasan Trisakti menjadi superior. Serta dapat sewenang-wenang memilih rektor tanpa mengikuti perundang-undangan yang berlaku serta statuta Usakti.
"Karena Usakti adalah sebuah lembaga yang memiliki kedaulatan dan aturan yang harus ditaati,” tegasnya.
Atma juga menyesalkan pihak pemerintah, dalam hal ini Kemenristek-Dikti, yang seolah-olah memberikan dukungannya terhadap tindakan melanggar prosedur dengan menghadiri acara pelantikan yang diselenggarakan oleh yayasan di luar Kampus Usakti.
Padahal menurut peraturan yang berlaku, justru seharusnya menteri dapat membatalkan apabila proses pengangkatan pimpinan PTS tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Atma menegaskan tidak mempermasalahkan mengenai pengantian Rektor Usakti. Namun, kata dia, masyarakat dan pemerintah harus melihat masalah ini secara jernih. Serta melihat bagaimana prosedur yang benar dalam pengangkatan rektor.
"Silakan saja jika yayasan ingin mengganti rektor, namun ikutilah prosedur yang benar," katanya.
Ia mengatakan, berilah kesempatan kepada semua pihak untuk mengusung calon. Baik dari pihak yayasan, senat, maupun Kemenristek-Dikti. "Kemudian semuanya dimasukan dalam pemilihan rektor di senat universitas,” ujarnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Duar! Ledakan Terjadi di Perumahan Depok
Redaktur : Tim Redaksi