Alur Sungai Mentaya Perlu Pengerukan

Senin, 16 Januari 2012 – 11:50 WIB
SAMPIT – Aktivitas perekonomian melalui jalur laut di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) belum lancar. Kapal-kapal besar yang akan merapat atau berlayar di Pelabuhan Sampit harus menunggu selama 15 jam di muara sungai, jika air Sungai Mentaya surut. Karena itu, alur Sungai Mentaya perlu dikeruk lagi agar aktivitas perekonomian di Kotim semakin meningkat. Terakhir, Sungai Mentaya dikeruk pada Agustus 2011 silam.
   
General Manager PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Sampit Abdul Rofid Fanani mengatakan, kedalaman Sungai Mentaya saat ini sekitar minus 4 meter LWS (Low Water Spring/air pasang terendah). Dengan kedalaman tersebut, maksimal kapal kargo yang bisa masuk adalah sekitar 3000 DWT (Dead Weight Tonnage) dan untuk tongkang sekitar 5000 DWT.
   
“Sampai saat ini (kapal yang akan berlabuh) masih menggantungkan pasang surut air Sungai Mentaya. Untuk pengerukan sebelumnya dilakukan pada Agustus lalu, namun kami berharap adanya pengerukan lagi agar kedalaman sungai bisa minus 5 LWS, sehingga meski sungai surut, bisa mempercapat kelancaran kapal,” katanya kepada Radar Sampit (JPNN Grup).
   
Menurut Fanany, untuk pengerukan alur sungai itu bukan kewenangan pihaknya, melainkan kewenangan Pemerintah Pusat. Karena itu, pihaknya mengharapkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan dapat menganggarkan kembali dana pengerukan untuk mendukung kelancaran transportasi kapal di Pelabuhan Sampit atau Bagendang.
   
Seperti diketahui, tahun lalu Alur Sungai Mentaya telah dilakukan pengerukan dengan biaya mencapai Rp 25 meter lebih. Pengerukan tersebut berhasil menambah kedalaman sungai yang sebelumnya hanya sekitar minus 2,3 meter LWS menjadi minus 4 meter LWS.

Fanany mengungkapkan, pelabuhan di Kotim saat ini masuk program pemerintah pusat dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk koridor Kalimantan. Karena itu, setiap tahun akan dilakukan pengembangan terhadap pelabuhan yang ada.
   
“Kami selaku BUMN ikut serta dalam program MP3EI untuk koridor Kalimantan. Kami ditugasi pemerintah pusat ikut mensuskseskan program tersebut sehingga kami setiap tahun melakukan pengembangan pelabuhan (di Kotim),” katanya.
   
Awal tahun ini, kata Fanany, pihaknya mendatangkan sebanyak 2 unit Rubber Tyred Gantry (RTG), alat bongkar muat peti kemas di pelabuhan. Alat tersebut diimpor khusus dari Salalah, Oman. Sebelum tiba di Bagendang pada Jumat (13/1) lalu, dilakukan commisioning di Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
   
“Ini (RTG) salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi dan produktivitas di pelabuhan Bagendang. Dengan adanya RTG diharapkan kecepatan bongkar muat di dermaga lebih baik,” katanya.
   
Menurut Fanany, dua alat RTG itu akan meningkatkan produktivitas bongkar muat petikemas menjadi 20  box per jam setiap kapal. Sebelumnya, bongkar muat peti kemas maksimal hanya 15 box per jam setiap kapal.
   
Fanany menambahkan, tren pertumbuhan angkutan petikemas di Pelabuhan Bagendang semakin meningkat tiap tahunnya. Pihaknya mencatat, pada 2009 arus petikemas pelabuhan Bagendang mencapai 26.838 box. Pada 2010 meningkat menjadi 29.317 box dan kembali meningkat pada 2011 sebanyak 31.974 dengan rata-rata 2.664 box per bulan.
   
“Beroperasinya dua RTG itu akan meningkatkan produktivitas yang akan berdampak pada efisiensi biaya pelabuhan dan memangkas biaya tinggi ekonomi pelabuhan,” jelasnya.
   
Selain tambahan dua alat itu, kata Fanany, tahun ini akan dilakukan penambahan dermaga multipurpose senilai Rp 125 miliar di Pelabuhan Bagendang serta lapangan penumpukan petikemas, gudang untuk curah kering, conveyor, dan perbaikan jalan akses ke pelabuhan.     “Seluruh program itu akan didanai dari internal PT Pelindo III,” tandasnya. (rm-45)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sanksi Penjual Miras Tak Tegas

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler