jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Saifulllah Tamliha menyatakan, publik harus diberi ruang untuk membahas rekomendasi MPR periode 2014-2019, termasuk mengenai amendemen UUD 1945. Wakil ketua MPR dari PPP itu mengharapkan semua masyarakat terlibat dalam pembahasan rekomendasi tersebut.
“Pimpinan harus memberikan ruang ke publik sebesar-besarnya untuk membahas enam hal itu,” kata Tamliha dalam diskusi bertema Menata Kewenangan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/10).
BACA JUGA: Amendemen UUD Adalah Keniscayaan
Menurut Tamliha, MPR 2014-2019 meninggalkan pekerjaan rumah atau PR bagi lembaga tinggi negara tempat anggota DPR dan DPD berhimpun itu. PR itu antara lain pokok-pokok haluan negara, penataan kewenangan MPR, DPD, sistem presidensial, kekuasaan kehakiman, serta sistem hukum dan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara.
Hal lainnya yang diwariskan adalah pelaksanaan pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal lka, serta ketetapan MPR. “Badan Pengkajian-lah yang akan lebih banyak merumuskan hal-hal ini,” ujarnya.
BACA JUGA: MPR Pastikan Prabowo Setuju Amendemen UUD 1945
Menurut dia, dalam MPR periode 2014-2019 ada tiga fraksi yang berpandangan hal-hal yang yang menjadi rekomendasi itu ditindaklanjuti dengan membuat undang-undang. Sementara tujuh fraksi ditambah kelompok DPD menginginkan penetapan melalui TAP MPR.
Tamliha menambahkan, PPP merupakan salah satu partai yang menginginkan rekomendasi itu ditetapkan dengan TAP MPR. Sebab jika penetapannya dengan UU, kata dia, hanya DPR dan pemerintah yang terlibat dalam pembahasan perencanaan pembangunan, sementara DPD tidak memiliki kewenangan membuat UU.
“DPD dalam undang-undang dasar hanya memberikan pertimbangan. Kalau TAP MPR maka DPD terlibat karena MPR itu terdiri dari DPR dan DPD,” katanya.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy