JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan suap penerbitan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, ia juga dikenai denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara.
"Kami berkesimpulan bahwa terdakwa Amran telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf a UU Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Jaksa Iren Putri saat membacakan amar tuntutan bagi mantan Bupati Buol itu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1). Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Gusrizal.
Selain hukuman tersebut, Jaksa juga wajibkan Amran untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 3 miliar dengan ketentuan jika tidak bayar dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat dilelang atau dipidana penjara selama 2 tahun.
Jaksa menilai Amran telah terbukti menerima suap terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan Siti Hartati Murdaya di Kabupaten Buol. Amran dinilai telah menerima suap tiga miliar rupiah dari Yani Ansori, Gondo Sudjono, Arim, Totok Lestyo dan Siti Hartati Murdaya atau dari PT Hardaya Inti Plantations atau PT Cipta Cakra Murdaya. Pemberian itu dilakukan untuk menggerakan Politisi Golkar itu menerbitkan surat-surat yang berhubungan dengan proses pengajuan ijin usaha perkebunan dan hak guna usaha terhadap tanah seluas 4.500 hektar atas nama PT CCM atau PT HIP.
"Permintaan Siti dipenuhi terdakwa dengan menandatangani surat-surat. 1, Surat ditujukan Gubernur Sulawesi Tengah perihal izin CCM seluas 4500 hektar, 2. Surat ditujukan pada menteri agraria atau kepala bpn seluas 4500 hektar atas nama PT CCM, 3. Surat penolakan sebuku," lanjut Jaksa.
Dalam menjatuhi tuntutan terhadap Amran, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan Jaksa menganggap Amran telah menghambat program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selaku kepala daerah Amran tidak memberi contoh yang baik dalam pemerintahan dan Amran tidak menyesali perbuatan dan berbelit-belit selama persidangan.
Selain itu, Amran juga melakukan perlawanan saat ditangkap petugas KPK beberapa waktu lalu.
"Hal meringankan adalah terdakwa belum pernah di hukum, dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga," kata Jaksa.
Menanggapi tuntutan tersebut Amran melalui kuasa hukumnya, Tito Hananta mengungkapkan akan mengajukan pledoi pribadi, disamping pledoi dari penasehat hukumnya.
Sidang lanjutan perkara ini akan kembali di gelar di Pengadilan Tipikor pada senin tanggal 21 januari 2013.(flo/jpnn)
"Kami berkesimpulan bahwa terdakwa Amran telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf a UU Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Jaksa Iren Putri saat membacakan amar tuntutan bagi mantan Bupati Buol itu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1). Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Gusrizal.
Selain hukuman tersebut, Jaksa juga wajibkan Amran untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 3 miliar dengan ketentuan jika tidak bayar dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat dilelang atau dipidana penjara selama 2 tahun.
Jaksa menilai Amran telah terbukti menerima suap terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan Siti Hartati Murdaya di Kabupaten Buol. Amran dinilai telah menerima suap tiga miliar rupiah dari Yani Ansori, Gondo Sudjono, Arim, Totok Lestyo dan Siti Hartati Murdaya atau dari PT Hardaya Inti Plantations atau PT Cipta Cakra Murdaya. Pemberian itu dilakukan untuk menggerakan Politisi Golkar itu menerbitkan surat-surat yang berhubungan dengan proses pengajuan ijin usaha perkebunan dan hak guna usaha terhadap tanah seluas 4.500 hektar atas nama PT CCM atau PT HIP.
"Permintaan Siti dipenuhi terdakwa dengan menandatangani surat-surat. 1, Surat ditujukan Gubernur Sulawesi Tengah perihal izin CCM seluas 4500 hektar, 2. Surat ditujukan pada menteri agraria atau kepala bpn seluas 4500 hektar atas nama PT CCM, 3. Surat penolakan sebuku," lanjut Jaksa.
Dalam menjatuhi tuntutan terhadap Amran, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan Jaksa menganggap Amran telah menghambat program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selaku kepala daerah Amran tidak memberi contoh yang baik dalam pemerintahan dan Amran tidak menyesali perbuatan dan berbelit-belit selama persidangan.
Selain itu, Amran juga melakukan perlawanan saat ditangkap petugas KPK beberapa waktu lalu.
"Hal meringankan adalah terdakwa belum pernah di hukum, dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga," kata Jaksa.
Menanggapi tuntutan tersebut Amran melalui kuasa hukumnya, Tito Hananta mengungkapkan akan mengajukan pledoi pribadi, disamping pledoi dari penasehat hukumnya.
Sidang lanjutan perkara ini akan kembali di gelar di Pengadilan Tipikor pada senin tanggal 21 januari 2013.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadwal Sidang Hakim Genit Belum Jelas
Redaktur : Tim Redaksi