JAKARTA--Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menjatuhkan putusan kepada mantan Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu, dengan pidana penjara selama 7,5 tahun. Selain itu, ia juga diharuskan membayar denda Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.
Menurut majelis hakim, Amran sebagai pejabat negara terbukti menerima suap Rp 3 miliar dari pengusaha dan mantan politisi Partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya. Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim dalam sidang pada Senin (11/2).
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim Gusrizal di ruang sidang.
Menurut Gusrizal, Amran Abdullah Batalipu terbukti melanggar dakwaan pertama. Yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Amran dianggap terbukti menerima suap Rp 3 miliar rupiah dari PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP), perusahaan perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Siti Hartati Murdaya.
Pemberian uang itu untuk menyuap percepatan pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Menurut Hakim Anggota I Made Hendra, sejak 1994, PT HIP memang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, seluas 75 ribu hektar. Tetapi lahan memiliki HGU baru 22.780 hektar, dari 75 ribu hektar. Hartati berusaha menerbitkan HGU dan IUP buat lahan sisanya atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) dan PT Sebuku Inti Plantation (PT SIP).
Saham mayoritas kedua perusahaan itu dimiliki oleh PT Central Cipta Murdaya, yang juga dipunyai oleh Hartati Murdaya. Sementara lahan 4500 hektar yang terlanjur ditanami kelapa sawit atas nama PT CCM belum keluar HGU dan IUP-nya. Lahan itu pun izinnya tumpang tindih dengan diajukan PT Sonokeling.
"Menurut Peraturan Badan Pertanahan Negara nomor 2 tahun 1999, kepemilikan lahan perkebunan buat setiap perusahaan dibatasi maksimal 20 ribu hektar," kata Hakim Anggota Joko.
Menurut Hakim Anggota Slamet Subagyo, Pada 11 Juni 2012, Amran bertemu dengan Siti Hartati Murdaya ditemani Direktur PT HIP, Totok Lestiyo, dan Direktur Keuangan PT HIP, Arim, di kantor PT HIP di Jakarta International Expo, Pekan Raya Jakarta, Jakarta Pusat. Saat itu, Amran meminta sumbangan pemilihan kepala daerah sebesar Rp 3 miliar. Tetapi, Hartati meminta kepada Amran meredam unjuk rasa di PT HIP terlebih dulu. Amran menyanggupi.
Sebagai gantinya, Hartati meminta barter kepada Amran yakni sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan, buat lahan seluas 4500 hektar atas nama PT Cipta Cakra Murdaya. PT CCM adalah anak perusahaan PT HIP.
Setelah itu, Amran dan Hartati bertemu lagi di lobi Hotel Grand Hyatt, dengan mengulang permintaan sama. Tidak lama kemudian, Arim bertemu dengan Amran di ruang pamer Mitsubishi di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Arim menyerahkan surat permohonan izin lokasi lahan kelapa sawit kepada Amran.
Setelah itu, Totok memerintahkan Arim mengeluarkan uang Rp 1 miliar buat diberikan pada Amran. Pada 18 Juni 2012 dinihari, Arim bersama General Manager Supporting PT HIP Yani Anshori memberikan uang Rp 1 miliar kepada Amran di rumahnya di Villa Leok I, Kabupaten Buol. Uang itu dimasukkan tas ransel warna coklat.
Dalam eksepsi maupun pledoinya, Amran mengaku sedang cuti, dan mengelak tidak bisa dipidana sebagai penyelenggara negara, karena menerima uang dari Hartati itu.
Namun, menurut Hakim Tati Hadiyanti, alibi Amran tidak berdasar. Menurut dia, meski Amran cuti, hal itu tidak menggugurkan jabatan dia sebagai Bupati Buol dan penyelenggara negara.
"Karena setelah cuti jabatan Bupati Buol kembali disandang Amran. Maka hal itu memenuhi unsur penyelenggara negara dalam tindak pidana," kata Hakim Tati.
Setelah menerima uang Rp 1 miliar, pagi harinya sekitar pukul 09.00 WITA, Amran memberikan surat rekomendasi penerbitan HGU dan IUP lahan 4500 hektar buat PT CCM kepada Yani dan diterima Arim.
Setelah itu, Hartati kembali memberikan uang Rp 2 miliar kepada Amran pada 26 Juni 2012 pagi. Uang itu diantar oleh General Manager Supporting PT HIP Yani Anshori, Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono Notohadi Susilo, pegawai PT HIP Dede Kurniawan, dan Soekirno, ke villa milik Amran. Saat itulah, tim KPK datang menyergap, tapi hanya berhasil menangkap Yani.
Sementara Amran ditangkap tim KPK di rumahnya, Jalan Mawar I, Kelurahan Leok, Kabupaten Buol, beberapa hari kemudian, dibantu anggota Detasemen Khusus 88 dari Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dalam memberikan vonis pada Amran, Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan karena perbuatan terdakwa kontraproduktif dalam program pemerintah untuk mencanangkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi. Selain itu ia juga mempergunakan kewenangan jabatan selaku bupati untuk peroleh keuntungan pribadi
"Hal meringankan karena terdakwa sopan di persidangan, Belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan keluarga," kata hakim. Atas putusan hakim ini, pihak Amran dan penasehat hukumnya akan melakukan banding.(flo/jpnn)
Menurut majelis hakim, Amran sebagai pejabat negara terbukti menerima suap Rp 3 miliar dari pengusaha dan mantan politisi Partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya. Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim dalam sidang pada Senin (11/2).
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim Gusrizal di ruang sidang.
Menurut Gusrizal, Amran Abdullah Batalipu terbukti melanggar dakwaan pertama. Yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Amran dianggap terbukti menerima suap Rp 3 miliar rupiah dari PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP), perusahaan perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Siti Hartati Murdaya.
Pemberian uang itu untuk menyuap percepatan pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Menurut Hakim Anggota I Made Hendra, sejak 1994, PT HIP memang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, seluas 75 ribu hektar. Tetapi lahan memiliki HGU baru 22.780 hektar, dari 75 ribu hektar. Hartati berusaha menerbitkan HGU dan IUP buat lahan sisanya atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) dan PT Sebuku Inti Plantation (PT SIP).
Saham mayoritas kedua perusahaan itu dimiliki oleh PT Central Cipta Murdaya, yang juga dipunyai oleh Hartati Murdaya. Sementara lahan 4500 hektar yang terlanjur ditanami kelapa sawit atas nama PT CCM belum keluar HGU dan IUP-nya. Lahan itu pun izinnya tumpang tindih dengan diajukan PT Sonokeling.
"Menurut Peraturan Badan Pertanahan Negara nomor 2 tahun 1999, kepemilikan lahan perkebunan buat setiap perusahaan dibatasi maksimal 20 ribu hektar," kata Hakim Anggota Joko.
Menurut Hakim Anggota Slamet Subagyo, Pada 11 Juni 2012, Amran bertemu dengan Siti Hartati Murdaya ditemani Direktur PT HIP, Totok Lestiyo, dan Direktur Keuangan PT HIP, Arim, di kantor PT HIP di Jakarta International Expo, Pekan Raya Jakarta, Jakarta Pusat. Saat itu, Amran meminta sumbangan pemilihan kepala daerah sebesar Rp 3 miliar. Tetapi, Hartati meminta kepada Amran meredam unjuk rasa di PT HIP terlebih dulu. Amran menyanggupi.
Sebagai gantinya, Hartati meminta barter kepada Amran yakni sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan, buat lahan seluas 4500 hektar atas nama PT Cipta Cakra Murdaya. PT CCM adalah anak perusahaan PT HIP.
Setelah itu, Amran dan Hartati bertemu lagi di lobi Hotel Grand Hyatt, dengan mengulang permintaan sama. Tidak lama kemudian, Arim bertemu dengan Amran di ruang pamer Mitsubishi di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Arim menyerahkan surat permohonan izin lokasi lahan kelapa sawit kepada Amran.
Setelah itu, Totok memerintahkan Arim mengeluarkan uang Rp 1 miliar buat diberikan pada Amran. Pada 18 Juni 2012 dinihari, Arim bersama General Manager Supporting PT HIP Yani Anshori memberikan uang Rp 1 miliar kepada Amran di rumahnya di Villa Leok I, Kabupaten Buol. Uang itu dimasukkan tas ransel warna coklat.
Dalam eksepsi maupun pledoinya, Amran mengaku sedang cuti, dan mengelak tidak bisa dipidana sebagai penyelenggara negara, karena menerima uang dari Hartati itu.
Namun, menurut Hakim Tati Hadiyanti, alibi Amran tidak berdasar. Menurut dia, meski Amran cuti, hal itu tidak menggugurkan jabatan dia sebagai Bupati Buol dan penyelenggara negara.
"Karena setelah cuti jabatan Bupati Buol kembali disandang Amran. Maka hal itu memenuhi unsur penyelenggara negara dalam tindak pidana," kata Hakim Tati.
Setelah menerima uang Rp 1 miliar, pagi harinya sekitar pukul 09.00 WITA, Amran memberikan surat rekomendasi penerbitan HGU dan IUP lahan 4500 hektar buat PT CCM kepada Yani dan diterima Arim.
Setelah itu, Hartati kembali memberikan uang Rp 2 miliar kepada Amran pada 26 Juni 2012 pagi. Uang itu diantar oleh General Manager Supporting PT HIP Yani Anshori, Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono Notohadi Susilo, pegawai PT HIP Dede Kurniawan, dan Soekirno, ke villa milik Amran. Saat itulah, tim KPK datang menyergap, tapi hanya berhasil menangkap Yani.
Sementara Amran ditangkap tim KPK di rumahnya, Jalan Mawar I, Kelurahan Leok, Kabupaten Buol, beberapa hari kemudian, dibantu anggota Detasemen Khusus 88 dari Markas Komando Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dalam memberikan vonis pada Amran, Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan karena perbuatan terdakwa kontraproduktif dalam program pemerintah untuk mencanangkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi. Selain itu ia juga mempergunakan kewenangan jabatan selaku bupati untuk peroleh keuntungan pribadi
"Hal meringankan karena terdakwa sopan di persidangan, Belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan keluarga," kata hakim. Atas putusan hakim ini, pihak Amran dan penasehat hukumnya akan melakukan banding.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PP 109/2012 Dinilai Langgar UU Kesehatan
Redaktur : Tim Redaksi