jpnn.com - JAKARTA - Anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Mohammad Sanusi menuding Gubernur DKI Basuki T Purnama, alias Ahok lah yang mengirimkan draf APBD 2015 siluman ke Kementerian Dalam Negeri. Sebab, anggaran yang disampaikan Ahok bukan hasil pembahasan dengan DPRD DKI Jakarta.
Ini disampaikan Sanusi dalam diskusi bertajuk 'Deadlock Ahok' di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/3). Menurutnya, semua anggaran sudah dibahas dan disetujui dalam paripurna DPRD. Tapi yang dikirim Ahok ke Kemendagri bukan hasil pembahasan itu. Inilah yang menurutnya anggaran siluman.
BACA JUGA: Kisruh APBD DKI, Ini Masalah yang Dilakukan Ahok
"Yang namanya dana siluman itu apa? Anggaran siluman adalah anggaran yang timbul setelah terjadi pembahasan antara DPRD dengan pemerintah. Jadi anggaran Rp 73 triliun yang dikirim Ahok itulah yang silumannya," kata Sanusi.
Selaku ketua komisi D, Sanusi menegaskan dalam setiap pembahasan anggaran dengan pemerintah, DPRD hanya mengetahui anggaran gelondongan karena program rinciannya dibuat oleh eksekutif.
BACA JUGA: Sudahlah, Gunakan Pagu APBD Perubahan 2014 Saja
"Saya ketua komisi D, saya lakukan pembahasan itu terbuka untuk umum dan saya recording. Saudara-saudara perlu tahu APBD isinya apa? Isinya itu cuma kosong-kosongan, judul-judulan," jelasnya.
Dia mengambil contoh beberapa judul nomenklatur anggaran yang diusulkan oleh pemerintah, seperti 'Pemeliharaan Jalan R Soeprapto Rp50 miliar. Di dalamnya tidak dijelaskan berapa luas, berapa panjang, dan apa yang mau dipelihara di jalan itu.
BACA JUGA: Dibully jadi Semangat, Haji Lulung: Saya Sudah Top 3 Dunia
"Ada lagi yang lebih ekstrem, pembangunan pipa air bersih dari Jati Luhur menuju Muara Karang Rp100 miliar, saya tanya ini BUMD loh, kenapa dianggarkan di PU Air, ini delik korupsi. Bingung dia (SKPD), dia bilang saya tidak anggarkan ini Pak," jelas Sanusi.
Ada lagi judul 'Rp300 miliar bansos kepada Kampung Deret'. Inipun dipertanyakan Sanusi karena BPK sudah pernah melakukan audit bansos Kampung Deret tahun 2013-2014, hingga diperoleh kerugian negaranya.
"Itu indikasi korupsi, yang dikatakan BPK salah satu kerugian negara Rp1,4 miliar itu di Kampung Deret. Dia (SKPD) bilang enggak berani jalankan program ini. Berarti minta dicoret," jelasnya.
Ada lagi anggaran beli pohon Rp750 juta per batang. Itu judulnya Pembangunan RTH di Waduk Riario. Intinya, kata Sanusi, semua itu diusulkan ke DPRD dalam bentuk gelondongan, yang membuat rincian detail itu bukan legislatif. Sehingga munculah namanya e-budgeting, e-katalog yang menurutnya juga bermasalah karena hanya memuat belanja tanpa komponen lain seperti pendapatan.
"Siapa yang buat harga satuan dalam e-katalog, itu termasuk LKPP loh yang bua. Semua eksekutif yang buat, dewan tidak terlibat. Ketika lelang kita masuk (mempertanyakan), kita dibilang mau intervensi, itu mendowngrade kedewanan," tandas anak buah Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto itu.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Haji Lulung: Di-bully, Itu Saya Apresiasi
Redaktur : Tim Redaksi