Anak Akidi Tio Bikin Heboh soal Bantuan Rp 2 Triliun, Bang Reza: Kenapa Kaget?

Senin, 02 Agustus 2021 – 16:28 WIB
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel komentari kasus anak Akidi Tio soal bantuan Rp 2 triliun. Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyampaikan analisis terkait kegemparan yang dibuat anak mendiang pengusaha Akidi Tio, Heriyanti soal dana bantuan Rp 2 triliun.

Heriyanti dijemput penyidik Polda Sumatera Selatan (Sumsel) pada Senin (2/8). Konon, dia diperiksa terkait bantuan dana dari keluarga Akidi Tio untuk penanganan Covid-19 di Sumsel yang tak kunjung cair alias hoaks.

BACA JUGA: Ini yang Terjadi Sebelum Anak Akidi Tio Digiring ke Mapolda Sumsel, Oalah

"Bahwa si tersangka bikin kegemparan dengan berbohong di masa pandemi, terdakwa tipikor yang notabene mantan mensos juga melakukan hal serupa," ucap Reza mengawali analisisnya kepada JPNN.com, Senin (2/8).

Dia menyebut bahwa setiap orang faktanya juga mengutarakan kebohongan setiap harinya. Rerata 1,65 kali per hari.

BACA JUGA: Gus Yaqut Ucapkan Selamat Hari Raya kepada Umat Bahai, Chandra Singgung Penistaan Agama

"Itu temuan riset. Alhasil, secara alami, manusia memang makhluk pendusta alias natural liars (NL)," ucap lulusan sarjana psikologi UGM Yogyakarta itu.

Bedanya, lanjut Reza, kebohongan yang umum dilakukan itu tidaklah menganiaya pihak lain. Di sinilah beda antara natural liar (NL) dan psychopatic liar (PL).

BACA JUGA: Effendi Simbolon Menyorot Kinerja Jokowi, Ferdinand Bereaksi

"Pembohong psikopat memang merancang tipu muslihatnya demi keuntungan (besar) dirinya dan kerugian (besar) sasarannya," kata peraih gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne, Australia itu.

Reza Indragiri Amriel menjelaskan, orang dengan perilaku NL masih punya perasaan bersalah dan takut akan konsekuensi yang harus ditanggung jika kebohongannya terbongkar.

Sementara PL, dia tidak peduli pada itu semua, tidak takut ditangkap, bahkan justru tertantang untuk mengelabui pihak atau otoritas yang kerap dianggap tak terkelabui.

"Pada titik itulah, perilaku si tersangka menjadi sangat menghebohkan. Lebih menggetarkan ketimbang dua triliunnya," ujar pria asal Rengat, Indragiri Hulu, Riau itu.

Bahwa Heriyanti berhasil mengadali sejumlah pejabat daerah, kata Reza, itulah perlukaan serius terhadap martabat dan kehormatan para petinggi itu. Tetapi, kejadian memalukan ini semestinya tidak membuat pejabat merasa terlalu dipermalukan.

"Toh studi juga temukan, mereka yang bekerja di bidang pendeteksi kebohongan (polisi) punya tingkat akurasi yang sama dengan orang biasa (mahasiswa), yaitu cuma 55 persen," ungkap Reza.

Lantas, bagaimana prospek hukum si tersangka kebohongan semacam ini? Menurut Reza, kalau Heriyanti skizofrenia, dia bisa terancam Pasal 44 KUHP. Bila dia dikenai pasal penipuan, maksimal hukumannya 4 tahun penjara.

"Iming-iming dua triliunnya tak berbeda dengan lima ratus perak," ucapnya.

Atau jangan-jangan, kata Reza, kebohongannya disetarakan sebagai penganiayaan ringan yang memunculkan perasaan tidak enak? Maka, dengan pasal-pasal maksa, HY bisa dihukum 3 bulan atau 2 tahun 8 bulan.

"Ringan, memang. Toh tidak ada ketentuan bahwa warga sipil yang mengelabui pejabat daerah dan aparat penegak hukum bisa dikenai pemberatan sanksi," pungkas Reza Indragiri Amriel. (fat/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler