jpnn.com, JAKARTA - Para orang tua diminta lebih peduli terhadap perkembangan fisik buah hatinya. Sebab, skoliosis terus mengintai anak-anak terutama di masa pertumbuhan usia 10-15 tahun.
Data World Health Organization (WHO) menyebutkan, 3 persen warga di dunia rentan terkena skoliosis dan di Indonesia setidaknya 3-5 persen. Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh berupa abnormalitas bentuk belakang di mana tulang belakang melengkung seperti huruf C atau S.
BACA JUGA: Waspada! Anak Hobi Main Gawai Rentan Kena Penyakit Jantung
Menurut dr Phedy Sp.OT-K, kelainan ini biasanya ditemukan pada anak-anak sebelum masa pubertas, 10-15 tahun. "Skoliosis di atas 70 derajat dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru. Sedangkan di atas 100 derajat dapat mengganggu fungsi jantung," terang Dokter Phedy, spesialis ortopedi konsultan tulang belakang Siloam Hospitals Kebun Jeruk di Jakarta, Kamis (31/10).
Dia menyebutkan, sebagian besar Skoliosis tidak ditemukan penyebabnya. Skoliosis akan semakin parah jika dibiarkan atau ditangani dengan cara yang tidak tepat. Namun, tidak semua penanganan Skoliosis harus dengan cara operasi.
BACA JUGA: Jangan Sepelekan Penyakit Asma pada Anak
"Tidak selalu harus operasi. Penanganan Skoliosis sebenarnya bisa lewat observasi, ortosis dan operasi. Operasi dilakukan untuk sudut di bawah 30 derajat. Selain itu, pasien juga dianjurkan melakukan latihan dengan stretching untuk memperbaiki imbalance otot. Pasien dengan sudut 30-40 derajat dan masih dalam usia pertumbuhan biasanya akan diberikan ortosis," bebernya.
Dokter Phedy mengungkapkan, banyak pasien Skoliosis yang dibawa ke rumah sakit sudah stadium lanjut. Padahal deteksi dini Skoliosis sangat mudah. Bisa dilakukan oleh siapa saja, dan tidak membutuhkan alat khusus.
Deteksi dini dianjurkan dilakukan pada anak perempuan usia 11-13 tahun. Anak laki-laki usia 13-14 tahun. Beberapa tanda kemungkinan anak menderita Skoliosis adalah bahu tidak sama tinggi, tonjolan punggung tidak sama tinggi, lipat pinggang tidak sama tinggi, panggul tidak sama tinggi, jarak siku ke tubuh tidak sama, tonjolan punggung atas atau bawah tidak sama tinggi saat membungkuk ke depan. Bila ditemukan salah satu tanda tersebut, kemungkinan anaknya kena Skoliosis.
"Deteksi anak-anak sudah kena Skoliosis mudah saja. Lihat bahu dan punggungnya, kalau asimetris tandanya Skoliosis. Anak-anak yang kena Skoliosis cenderung menyendiri dan sering pakai jaket. Karena malu dengan kondisi fisiknya, si anak menutup diri dan jaketan terus meski di dalam rumah," tuturnya.
Dia menyarankan, orang tua untuk sering melihat fisik anaknya. Mulai dari bahu, punggung hingga pinggang. Bila ada yang asimetris segera bawa ke dokter spesialis ortopedi khusus tulang belakang. Sebab tidak semua dokter bisa mendeteksi dini adanya Skoliosis atau tidak.
"Di Siloam Hospitals Kebun Jeruk sudah ada penanganan Skoliosis di Sports, Shoulder and Spine Clinic yang khusus menangani otot dan tulang yang berhubungan dengan cedera olahraga, kaki, pergelangan kaki, bahu, dan tulang belakang," tandasnya.(esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad