jpnn.com, SURABAYA - Ghufron, anak tukang sapu jalanan di Surabaya yang gagal menjadi jaksa karena mendapat nilai nol pada dua tahap tes, menanggapi penjelasan Kejaksaan Agung.
Dilansir dari jatim.jpnn.com, Kejagung lewat Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak sebelumnya memaparkan alasan Ghufron tidak lolos.
BACA JUGA: Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Korupsi LPEI yang Rugikan Negara Rp 4,7 T
Menurut Eben, angka nol dalam tes psikologi dan kesehatan merupakan capaian untuk sub tes yang bersifat menggugurkan.
Bukan nilai, melainkan kode peserta yang tidak memenuhi syarat (TMS).
BACA JUGA: Viral Aksi Membuang Sesajen di Gunung Semeru, Bupati Lumajang Bereaksi Keras
“Angka satu merupakan kode peserta yang memenuhi syarat (MS),” ujar Leonard dalam keterangannya, Kamis (6/1) kemarin.
Menanggapi hal itu, Ghufron meminta panitia seleksi CPNS Kejagung RI menjelaskan tolok ukur psikotes dan tes kesehatan yang diberikan kepadanya.
BACA JUGA: Mengejutkan, Hasil Survei Soal Elektabilitas Ganjar dan Prabowo
“Kejagung menjelaskan skor nol menunjukkan tidak memenuhi syarat, tetapi tidak menjawab tolok ukur dan hasil dari kondisi kesehatan,” ujar Ghufron, Minggu (9/1).
Menurutnya, parameter medical check up yang dilakukannya sama dengan SKB kesehatan kejaksaan.
Begitu pula, SKB psikotes yang ditetapkan dalam CPNS kejaksaan.
"Dari kesehatan dan psikotes yang telah saya lakukan, hasilnya normal."
"Bahkan, dalam psikotes menunjukkan IQ saya di atas rata-rata dengan total 116 skala CFIT," bebernya.
Pemuda berusia 24 tahun itu menilai Kejagung tidak menanggapi hasil pemeriksaan dan medical check up yang dilampirkan dalam surat terbuka yang dikirimkannya menunjukkan kondisi psikotes dan kesehatannya normal.
"Kejagung secara tidak langsung mengakui keabsahan dari data pembanding yang telah saya lampirkan," katanya.
Dari hasil masa sanggah di web SSCASN, dia tetap dinyatakan TMS meskipun sudah melampirkan bukti psikotes dan kesehatan dengan hasil normal.
Ghufron mendapat jawaban penilaiannya merupakan kewenangan mutlak dari tim kesehatan sehingga hasilnya berbeda.
Dalam hasil setiap medical check up menghasilkan konklusi normal atau tidak normal karena terdapat parameter umum dalam penyematannya.
“Secara tinggi dan berat badan saya sesuai dengan prasyarat kejaksaan, 167 cm dan 62 kilogram, sehingga masuk kategori ideal.
Jawaban uraian dari hasil masa sanggah cenderung mengada-ada dan tidak berdasar," lanjutnya.
Selain itu, jawaban sanggah penyelenggara menyatakan standar psikotesnya tak memenuhi kompetensi manajerial dan IQ, sedangkan dalam data pembanding sebaliknya.
“Saya merasa Kejagung RI tidak adil dalam hal penyematan TMS 1 pada pengumuman kelulusan CPNS Kejaksaan Agung Formasi Ahli Pratama Jaksa," katanya.
Untuk itu, Ghufron kembali menuntut adanya transparansi secara jelas terkait penyematan TMS 1 kepadanya.
"Saya menuntut adanya keadilan bagi saya mengingat dalil yang disampaikan Kejagung RI dan penyelenggara tidak jelas (obscuur libel,red) dan cenderung tidak adil," pungkas Ghufron. (mcr12/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang