Sekelompok anak-anak yatim piatu yang menderita HIV di Solo (Jawa Tengah) sekarang terombang ambing karena kepindahan mereka ke sebuah panti asuhan baru ditolak oleh masyarakat setempat.
Anak-anak tersebut sekarang berada di penampungan sementara, setelah masyarakat setempat menolak panti asuhan tersebut pindah ke alamat yang baru.
BACA JUGA: Defisit APBN Australia Mencapai Rp 370 Triliun
"Mereka takut tertular." kata Yunus Prasetyo, dari LSM Lentera yang mengurusi anak-anak tersebut.
LSM ini sudah meminta bantuan petugas kesehatan setempat guna memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa virus HIV itu tidak akan menyebar hanya lewat kontak dengan anak-anak tersebut.
BACA JUGA: Pasien Kanker Ini Ubah Kemoterapi Jadi Foto yang Menghibur
"Kami tidak mengerti lagi apa yang mesti dilakukan, karena dokter sudah menjelaskan kepada mereka. Siapa lagi yang akan mereka percayai bila mereka tidak percaya dengan dokter." kata Prasetyo.
Apa yang terjadi dengan masalah penampungan bagi anak-anak penderita HIV yang berusia antara satu sampai 12 tahun tersebut, menunjukkan masalah yang lebih besar di Indonesia, yaitu prasangka buruk terhadap mereka yang mengidap HIV.
BACA JUGA: Dokter Australia Desak Tinju Dilarang Dipertandingkan di Eve
"Selain masalah takut terinfeksi HIV, masalah lain adalah prasangka terhadap dari mana virus itu berasal," kata Prasetyo lagi.
"Jadi ada prasangka buruk terhadap pekerja seks, kelompok gay, transeksual, pengguna narkoba, dan pelanggan pekerja seks." katanya lagi.
Anak-anak di Solo tersebut mendapatkan virus tersebut dari ibu mereka ketika mereka lahir, dan keluarga menolak merawat mereka setelah para orang tua meningggal
Yosep yang berusia empat tahun mengidap HIV. (ABC News: Adam Harvey)
Di Indonesia diperkirakan terjadi 70 ribu penularan HIV baru setiap tahun, dan diperkirakan 20 ribu anak-anak mengidap virus tersebut.
Kebanyakan diantara mereka akan meninggal sebelum berusia lima tahun.
"Salah satu tantangan terbesar yang kami hadapi di Indonesia adalah diskriminasi dan stigma." kata David Bridger dari UNAIDS.
"Meskipun sudah ada kebijakan yang benar di tingkat nasional, namun penerapan kebijakan ini di tingkat provinsi dan kabupaten masih menghadapi berbagai kendala." kata Bridger.
Wartawan ABC Adam Harvey berkunjung ke Solo dan berbicara dengan penduduk setempat yang menolak kehadiran anak-anak pengidap HIV tersebut.
"Kebanyakan orang takut mereka akan terkena infeksi, karena rumah di sini dekat satu dengan yang lain." kata Iskak Sudibyo.
"Anak-anak akan bermain bersama, jadi ketika mereka bermain, mereka akan bermain bersama."
Ketua RT setempat Awud Basbul mengatakan masalah anak-anak pengidap HIV itu 'adalah masalah pemerintah, bukan masalah bagi warga setempat."
"Pemerintah harusnya bertanggung jawab menyediakan fasilitas untuk mereka."
Sembilan anak yang diasuh oleh Lentera tersebut sudah mendapatkan perawatan kesehatan, mereka diberi obat anti retroviral, yang bisa mencegah virus tersebut berkembang menjadi AIDS.
Prasetyo dari Lentera mengatakan masalah yang mendesak sekarang adalah menemukan rumah permanen bagi anak-anak ini.
"Mereka adalah anak-anak yang tidak berdosa. Mereka lahir dan kemudian terkena infeksi, jadi apa yang harus mereka lakukan." kata Prasetyo.
"Dan pemerintah belum menyentuh masalah ini. Tidak ada program khusus yang ditujukan menangani anak-anak yang positif mengidap HIV."
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siswa SD Dilibatkan Bantu Anak Pengungsi Beradaptasi di Sekolah Baru