Analisis Menarik, Cara Membedakan Calon Independen atau Boneka di Pilkada

Selasa, 08 September 2020 – 21:51 WIB
Warga saat mengikuti pencoblosan Pilkada. Foto: Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Analis politik Hendri Satrio mengemukakan analisis menarik mengenai calon independen dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada.

Hendri mengatakan bahwa calon independen itu bukan hanya diartikan sebagai kandidat yang maju Pilkada tanpa melalui partai politik saja, tetapi dia juga musti terbebas dari sponsor alias bohir dan rente. 

BACA JUGA: Pegiat Pemilu Dorong Pilkada Sehat dan Aman dari Covid-19

"Calon independen mesti benar-benar diusung rakyat, gotong royong bersama rakyat," ucap @satriohendri lewat akunnya di Twitter pada Selasa malam (8/9).

Nah, bagaimana caranya menilai calon independen, boneka atau benar-benar berjuang bersama rakyat?

BACA JUGA: Rizky Febian Sempat Saksikan Anya Geraldine dan Ovi Rangkuti Bertengkar

"Gampang. Cek aja. Mereka sosialisasi enggak? Turun ke rakyat enggak? Kalau tidak pernah muncul di tengah rakyat ya, sangat mungkin dia boneka, atau malah badut buat lucu-lucuan doang," ujar pengamat yang beken disapa dengan panggilan Hensat ini.

Menurut pendiri KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) ini, setidaknya ada tiga alasan munculnya calon independen di setiap Pilkada.

BACA JUGA: Sebegini Personel Polri Untuk Pengamanan Pilkada 2020

Pertama, itu bentuk protes terhadap parpol. Kedua, parpol gagal menangkap aspirasi rakyat. "Ada pemimpin yang disuka rakyat tapi enggak kelihatan (tak diusung-red). Ketiga, parpol minta dana rekom ketinggian seperti yang dituturkan Bupati Jember," lanjut Hensat.

Bicara kemungkinan menang, katanya, sudah banyak contoh calon independen memenangkan Pilkada, bahkan ada yang menang melawan petahana.

"Tetapi kalau calon independen udah menang, setelah itu usahakan jangan masuk parpol dong," tegas pengajar di Universitas Paramadina ini.

Hensat juga mewanti-wanti supaya calon independen jangan sampai ada kesepakatan atau deal-deal politik dengan sponsor atau bohir tadi. Sebab, dampaknya dipastikan tidak baik bagi kepemimpinan sang calon ketika sudah menang.

"Ya ujungnya sama saja dong kalau ada sponsornya, begitu menang kepentingan sponsor didahulukan. Terus gimana dapat dana buat kampanye? Ya dari rakyat yang mendorong lah, patungan, sampai menang," jelasnya.

Terakhir, kata Hensat, lebih ideal mana calon independen atau calon parpol?

"Di negara kita dua-duanya ideal, tergantung tujuannya. Kalau tujuannya melayani maka sang pemimpin enggak akan repot memperkaya diri. Tetapi kalau tujuannya membangun negeri maka tidak akan sibuk membangun rumah sendiri, demikian," pungkas dosen ilmu komunikasi politik ini.(fat/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler