Analisis Reza Indragiri soal Debat Capres; Ewuh-pakewuh Menipis, Frontal

Senin, 08 Januari 2024 – 19:22 WIB
Capres RI Anies Baswedan bersama Capres 02 Prabowo Subianto dan Capres 03 Ganjar Pranowo dalam debat kandidat di Pilpres 2024, Minggu (7/1/2024). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sarjana psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Reza Indragiri Amriel menyampaikan analisis politiknya terkait debat capres putaran ketiga antara Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo pada Minggu malam (7/1).

Dalam analisisnya, Reza menilai debat capres tersebut dengan empat tolok ukur. Pertama, kesesuaian antara paparan dengan dokumen visi, misi dan program (VMP) paslon.

BACA JUGA: Serang Prabowo, Anies Blak-blakan Sebut Kemenhan Jadi Kementerian yang Dibobol Hacker

Menurut Reza, Ganjar Pranowo (GP) mampu mempertontonkan kedahsyatannya karena bab pertahanan pada VMP-nya dinilai memang lebih canggih ketimbang MVP Anies Baswedan (ABW), apalagi Prabowo Subianto (PS).

"ABW lebih helicopter view dan multiangle. Dia soroti masalah pertahanan dengan kacamata sosial. GP lebih concise, langsung menjawab tema debat. Dia bicara pertahanan dengan kacamata pertahanan," ujar Reza, Senin (8/1).

BACA JUGA: Tolak Ajakan Prabowo Bahas Data Pertahanan, Ganjar: Kalau Tidak Siap, Jangan Berdebat

Namun, pria yang pernah menjadi tenaga ahli profesional di DPR RI itu melihat Ganjar dan Anies memang klomplementer alias saling melengkapi dalam debat tersebut.

"ABW dominan mendestruksi PS dan menawarkan gagasan secukupnya. GP dominan menawarkan gagasan dan mendestruksi PS dengan kadar secukupnya," tutur Reza.

BACA JUGA: Detik-detik Prabowo Cuekin Anies Setelah Debat Ketiga Capres, Ini yang Terjadi

Tolok ukur kedua, Reza melihat seberapa jauh penampilan para kandidat bakal mendatangkan manfaat elektoral di Pilpres 2024 pada 14 Februari nanti.

Menurut Reza, studi menyebut bahwa debat tidak terlalu berdampak bagi perpindahan suara. Forum itu lebih mengukuhkan dukungan konstituen pada pihak yang telah dijagokannya sedari awal.

Terlepas dari itu, kata Reza, seandainya terjadi pergeseran elektoral, dia menilai Ganjar akan memperoleh peralihan suara dari capres lain.

"Namun, sebagaimana hasil studi tadi, jumlah peningkatan suara yang GP dapatkan tidak signifikan. Dan suara yang beralih ke GP datang dari mereka yang sebelumnya mendukung PS," lanjutnya.

Tolok ukur ketiga, Reza menganalisis pada sisi siapa yang mampu memantik situasi teatrikal di panggung debat.

Reza menyebut debat presidensial bukan UMPTN atau Sipenmaru. Debat capres mengandung drama. Kontroversi, emosi, uji nyali, semua harus diaktivasi.

"Debat semalam sudah semakin mengarah ke situ. Ewuh-pakewuh menipis, komunikasi langsung dan terbuka (frontal!) sudah lebih kasat mata. Yang lazim disebut sebagai "adat ketimuran" tak lagi terkecap," ujar Reza.

Pada tolok ukur satu ini, Reza menilai penampilan busana Ganjar memang paling atraktif. Jaket pesawat tempur benar-benar mewakili eks gubernur Jateng itu dari sisi gestur dan tutur.

Akan tetapi, Reza memandang teater yang sesungguhnya tercipta berkat Anies Baswedan.

"Kombinasi antara intelektualitas dan brutalitas memperlihatkan sisi lain ABW, yakni betapa lihai dan kejamnya dia memeragakan negative campaign terhadap PS selaku Menhan," tuturnya.

Waakin, dia menggarisbawahi bahwa negative campaign berbeda dengan black campaign.

Ketika Prabowo menyebut data Anies salah semua, katanya, Prabowo ingin mengunci persepsi publik bahwa Capres 01 memainkan black campaign.

Hal itu menurutnya berasosiasi dengan hasutan, kebohongan, fitnah, dan serba-serbi callousness lainnya.

Namun, karena sebatas menyanggah, tanpa menyajikan data tandingan, maka penilaian Prabowo itu menjadi tak beralasan.

"Apalagi, ketika di-googling, angka-angka dan ilustrasi "ordal" yang ABW lontarkan ternyata dengan mudahnya terkonfirmasi," lanjut Reza.

Dia juga menerangkan bahwa negative campaign alias kampanye yang berfokus pada sisi buruk lawan (namun berbasis data, bukan hoaks) yang Anies demonstrasikan, sangat berkelas.

"Dengan strategi itu, di debat sesi tiga, ABW kian berhasil menunjukkan distinct position-nya bahwa dia oposan, dia perubahan," ujar pakar psikologi forensik penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia.

Di sisi lain, Reza melihat Ganjar memang berdiri di tengah-tengah, tetapi siapa pun menurutnya bisa meramal bahwa andaikan Ganjar  tak lolos ke putaran kedua Pilpres, ke mana gerangan biduk akan dikayuhnya.

Tolok ukur keempat, kara Reza, seberapa jauh narasi yang capres angkat di forum debat akan terus bergulir sebagai konten media sosial dan obrolan warganet.

Dia menyebut Anies dan Ganjar berimbang, tetapi substansi dan sudut pandang eks gubernur DKI seolah mendatangkan musim panen raya bagi para content creator dan warganet.

Reza mengatakan bahwa dunia mengakui betapa buasnya digital natives Indonesia. Semalam, dalam waktu singkat pun masif bermunculan pendatang baru berupa cyber troops pangkat sersan dua.

"Siapa lagi yang mereka racik di alam maya, kalau bukan PS. Dan ingredients bagi racikan itu utamanya datang dari ABW. Berkat negative campaign-nya, ABW harus "bertanggung jawab" manakala PS menjadi bulan-bulanan para netizen hingga hari-hari ke depan," ujar Reza.(fat/jpnn.com)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler