JAKARTA - Hiruk pikuk yang terjadi di internal Partai Demokrat (PD) seiring mundurnya Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum mulai menjalar ke gedung parlemen. Kalangan tim pengawas (timwas) Century mendadak mewacanakan perlunya mengundang Anas ke DPR.
"Anas selalu menyampaikan kepada mereka yang menjenguknya bahwa dia memiliki informasi penting soal Century," kata anggota timwas Hendrawan Supratikno di gedung DPR, kemarin (26/2).
Pernyataan itu memang tidak disampaikan langsung oleh Anas. Melainkan oleh beberapa orang sepulang bersilaturahmi ke rumah Anas di Jalan Teluk Semangka, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Hendrawan mencontohkan, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Hanura Yuddy Chrisnandi, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Wakil Direktur Eksekutif Partai Demokrat M. Rahmat yang ikut mundur bersama Anas.
"Mereka semua menyampaikannya itu secara eksplisit," tegas politisi PDIP tersebut.
Hendrawan berharap informasi yang dimiliki Anas akan memecahkan sebagian dari teka-teki atau misteri Century. "Kami percaya Anas tidak berbohong dalam kasus ini, karena yang bersangkutan petinggi parpol yang diduga menerima dana Century," ujarnya.
Sebelum mundur dari DPR usai kongres PD pada tahun 2010, Anas sendiri adalah anggota Pansus Century. Bahkan, ketika itu, Anas menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat. "Dia yang ditugasi 'menghentikan' guliran bola panas Century," kata Hendrawan.
Karena itu, kata Hendrawan, menghadirkan Anas ke rapat timwas untuk diminta keterangan menjadi sangat urgen. "Kami ingin tahu. Biar kasus ini terang benderang," tegas anggota Komisi VI DPR, itu.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menegaskan belum ada keputusan di timwas Century untuk menghadirkan Anas ke DPR. Priyo sendiri masih mempertanyakan manfaat dari pemanggilan tersebut. "Sampai hari ini saya masih belum melihat ada relevansinya. Saya juga belum pernah memimpin rapat timwas Century yang mengusulkan itu," katanya.
Pada hari Minggu malam (24/2), Priyo memang sempat bertemu dengan Anas. Priyo mengaku diantar langsung oleh Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa yang juga sahabat karib Anas.
Menurut Priyo, kedatangannya lebih sebagai hubungan pertemanan. Dia sudah bersahabat lama dengan Anas sebagai sesama aktivis. Kebetulan istri Anas juga adik kelas istri Priyo sewaktu sekolah di MAN Jogjakarta. "Urusan saya sebagai sahabat menunjukkan empati. Kalau soal Century dan seterusnya itu urusan Yuddy (Yuddy Chrisnandi, red)," kata Priyo, lantas tersenyum.
Yuddy Chrisnandi dalam waktu yang hampir bersamaan juga bertemu Anas. Begitu juga dengan mantan anggota DPR dari Fraksi PKS yang juga salah satu inisiator Pansus Angket Century Mukhamad Misbakhun. Priyo memastikan, persoalan Century sama sekali tidak dibicarakannya dengan Anas.
"Ada ngobrol lain soal situasi politik nasional. Tapi, derajatnya biasa-biasa saja," kata Priyo.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) berharap agar para pengurus dan kader Partai Demokrat tidak mudah terpengaruh campur tangan pihak luar. Pasca pernyataan berhenti Anas sebagai ketua umum, dia mengingatkan, agar para pengurus dan kader partai tetap menjaga soliditas dan loyalitas terhadap partai.
"Partai Demokrat akan tetap kompak, solid, dan jangan sampai terpengaruh campur tangan dari pihak luar," ujar Ibas dalam keterangannya kemarin (26/2).
Dia juga menyatakan, semua pengurus dan kader PD akan tetap loyal dan siap menjalankan arahan serta kebijakan Majelis Tinggi dan Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono. "Urusan mantan ketum (Anas Urbaningrum, Red) merupakan ranah hukum," imbuhnya.
Sebagai partai, tegas dia, partainya menghargai supremasi hukum yang ditegakkan di Indonesia. "Dan Partai Demokrat tidak ada intervensi proses hukum apa pun," tandas putra bungsu SBY tersebut.
BI Paling Bertanggung Jawab
Mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani menyebut Bank Indonesia (BI) adalah pihak yang bertanggung jawab dari awal dalam penyelamatan Bank Century. LPS yang mengucurkan dana talangan Rp 6,7 triliun hanya melakukan pengambilalihan setelah proses di bank sentral.
"Kami tugasnya ketika nanti sudah diputuskan diselamatkan, kami yang menyelamatkan. Tapi kalau awal diproses di Bank Indonesia," kata Firdaus usai diperiksa sebagai saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, kemarin. Firdaus diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Gubernur BI Budi Mulya.
Firdaus bercerita, dirinya dicecar delapan pertanyaan oleh penyidik. Garis besar yang ditanyakan menyangkut kebijakan penyaluran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) oleh BI. "Masalahnya ya begitu-begitu saja kok, seputar FPJP," ujar Firdaus.
Menurut dia, FPJP juga merupakan kebijakan internal di BI. "Kalau kami di LPS kan tidak banyak," kata mantan pejabat yang kini menjadi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan, KPK saat ini masih terus memeriksa saksi-saksi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan dalam pengucuran FPJP. Sedangkan pemeriksaan tersangka masih belum dilakukan. "Saat ini baru pemeriksaan saksi," katanya.
Dalam kasus Bank Century yang tengah disidik KPK, Budi Mulya disangka berperan dalam penyelahgunaan jabatan saat pengucuran FPJP senilai Rp 689 miliar sepanjang 14-18 November 2008. Pengucuran instrumen untuk menolong bank yang tengah kesulitan likuiditas tersebut dilakukan dalam tiga termin.
Pengucuran FPJP ke bank hasil merger BankDanpac, Piko, dan CIC tersebut diawali dengan perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang memperlonggar persyaratan mendapatkan dana jangka pendek tersebut. Boediono, Gubernur BI kala itu, akhirnya meminta penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Lembaga darurat yang waktu itu dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada 21 November 2008, menyetujui proposal BI dan mengambilalih bank itu.
LPS yang dipasrahi undang-undang untuk menangani bank gagal, telah mengucurkan Rp 6,7 triliun dana bailout kepada bank Century. Sebelum diambilalih LPS, bank yang kini telah berganti nama menjadi Bank Mutiara tersebut dimiliki pengusaha Robert Tantular serta dua warganegara Inggris, Rafat Ali Rizfi dan Hesyam Al Waraq. Robert telah menjalani pidana. Sedangkan Rafat dan Hesyam hingga kini masih buron. (pri/dyn/sof/nw)
"Anas selalu menyampaikan kepada mereka yang menjenguknya bahwa dia memiliki informasi penting soal Century," kata anggota timwas Hendrawan Supratikno di gedung DPR, kemarin (26/2).
Pernyataan itu memang tidak disampaikan langsung oleh Anas. Melainkan oleh beberapa orang sepulang bersilaturahmi ke rumah Anas di Jalan Teluk Semangka, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Hendrawan mencontohkan, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Hanura Yuddy Chrisnandi, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Wakil Direktur Eksekutif Partai Demokrat M. Rahmat yang ikut mundur bersama Anas.
"Mereka semua menyampaikannya itu secara eksplisit," tegas politisi PDIP tersebut.
Hendrawan berharap informasi yang dimiliki Anas akan memecahkan sebagian dari teka-teki atau misteri Century. "Kami percaya Anas tidak berbohong dalam kasus ini, karena yang bersangkutan petinggi parpol yang diduga menerima dana Century," ujarnya.
Sebelum mundur dari DPR usai kongres PD pada tahun 2010, Anas sendiri adalah anggota Pansus Century. Bahkan, ketika itu, Anas menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat. "Dia yang ditugasi 'menghentikan' guliran bola panas Century," kata Hendrawan.
Karena itu, kata Hendrawan, menghadirkan Anas ke rapat timwas untuk diminta keterangan menjadi sangat urgen. "Kami ingin tahu. Biar kasus ini terang benderang," tegas anggota Komisi VI DPR, itu.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menegaskan belum ada keputusan di timwas Century untuk menghadirkan Anas ke DPR. Priyo sendiri masih mempertanyakan manfaat dari pemanggilan tersebut. "Sampai hari ini saya masih belum melihat ada relevansinya. Saya juga belum pernah memimpin rapat timwas Century yang mengusulkan itu," katanya.
Pada hari Minggu malam (24/2), Priyo memang sempat bertemu dengan Anas. Priyo mengaku diantar langsung oleh Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa yang juga sahabat karib Anas.
Menurut Priyo, kedatangannya lebih sebagai hubungan pertemanan. Dia sudah bersahabat lama dengan Anas sebagai sesama aktivis. Kebetulan istri Anas juga adik kelas istri Priyo sewaktu sekolah di MAN Jogjakarta. "Urusan saya sebagai sahabat menunjukkan empati. Kalau soal Century dan seterusnya itu urusan Yuddy (Yuddy Chrisnandi, red)," kata Priyo, lantas tersenyum.
Yuddy Chrisnandi dalam waktu yang hampir bersamaan juga bertemu Anas. Begitu juga dengan mantan anggota DPR dari Fraksi PKS yang juga salah satu inisiator Pansus Angket Century Mukhamad Misbakhun. Priyo memastikan, persoalan Century sama sekali tidak dibicarakannya dengan Anas.
"Ada ngobrol lain soal situasi politik nasional. Tapi, derajatnya biasa-biasa saja," kata Priyo.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) berharap agar para pengurus dan kader Partai Demokrat tidak mudah terpengaruh campur tangan pihak luar. Pasca pernyataan berhenti Anas sebagai ketua umum, dia mengingatkan, agar para pengurus dan kader partai tetap menjaga soliditas dan loyalitas terhadap partai.
"Partai Demokrat akan tetap kompak, solid, dan jangan sampai terpengaruh campur tangan dari pihak luar," ujar Ibas dalam keterangannya kemarin (26/2).
Dia juga menyatakan, semua pengurus dan kader PD akan tetap loyal dan siap menjalankan arahan serta kebijakan Majelis Tinggi dan Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono. "Urusan mantan ketum (Anas Urbaningrum, Red) merupakan ranah hukum," imbuhnya.
Sebagai partai, tegas dia, partainya menghargai supremasi hukum yang ditegakkan di Indonesia. "Dan Partai Demokrat tidak ada intervensi proses hukum apa pun," tandas putra bungsu SBY tersebut.
BI Paling Bertanggung Jawab
Mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani menyebut Bank Indonesia (BI) adalah pihak yang bertanggung jawab dari awal dalam penyelamatan Bank Century. LPS yang mengucurkan dana talangan Rp 6,7 triliun hanya melakukan pengambilalihan setelah proses di bank sentral.
"Kami tugasnya ketika nanti sudah diputuskan diselamatkan, kami yang menyelamatkan. Tapi kalau awal diproses di Bank Indonesia," kata Firdaus usai diperiksa sebagai saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, kemarin. Firdaus diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Gubernur BI Budi Mulya.
Firdaus bercerita, dirinya dicecar delapan pertanyaan oleh penyidik. Garis besar yang ditanyakan menyangkut kebijakan penyaluran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) oleh BI. "Masalahnya ya begitu-begitu saja kok, seputar FPJP," ujar Firdaus.
Menurut dia, FPJP juga merupakan kebijakan internal di BI. "Kalau kami di LPS kan tidak banyak," kata mantan pejabat yang kini menjadi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan, KPK saat ini masih terus memeriksa saksi-saksi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan dalam pengucuran FPJP. Sedangkan pemeriksaan tersangka masih belum dilakukan. "Saat ini baru pemeriksaan saksi," katanya.
Dalam kasus Bank Century yang tengah disidik KPK, Budi Mulya disangka berperan dalam penyelahgunaan jabatan saat pengucuran FPJP senilai Rp 689 miliar sepanjang 14-18 November 2008. Pengucuran instrumen untuk menolong bank yang tengah kesulitan likuiditas tersebut dilakukan dalam tiga termin.
Pengucuran FPJP ke bank hasil merger BankDanpac, Piko, dan CIC tersebut diawali dengan perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang memperlonggar persyaratan mendapatkan dana jangka pendek tersebut. Boediono, Gubernur BI kala itu, akhirnya meminta penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Lembaga darurat yang waktu itu dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada 21 November 2008, menyetujui proposal BI dan mengambilalih bank itu.
LPS yang dipasrahi undang-undang untuk menangani bank gagal, telah mengucurkan Rp 6,7 triliun dana bailout kepada bank Century. Sebelum diambilalih LPS, bank yang kini telah berganti nama menjadi Bank Mutiara tersebut dimiliki pengusaha Robert Tantular serta dua warganegara Inggris, Rafat Ali Rizfi dan Hesyam Al Waraq. Robert telah menjalani pidana. Sedangkan Rafat dan Hesyam hingga kini masih buron. (pri/dyn/sof/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terdakwa Anggap Pasal Pencucian Uang Salah Alamat
Redaktur : Tim Redaksi