Anas Urbaningrum Tak Jadi Digantung di Monas, Sejak Awal Ada yang Ingin Menjatuhkannya

Senin, 26 Juni 2023 – 21:25 WIB
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4) sebagai saksi persidangan perkara korupsi e-KTP. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akan bebas murni pada Juli 2023 mendatang.

Meski telah keluar dari Lapas Sukamiskin, Anas Urbaningrum tetap masih harus menjalani wajib lapor.

BACA JUGA: Sekjen PKN: Anas Urbaningrum Siap Terjun ke Politik Praktis

Setelah bebas dari lembaga pemasyarakatan, Anas belum pernah berbicara politik termasuk membicarakan Partai Demokrat yang pernah dipimpinnya.

Bebas dari tahanan, publik kembali menagih pernyataan "kalau ada satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas." Hal itu disampaikan Anas pada Jumat 9 Maret 2012 lalu

BACA JUGA: Jelang Pilpres 2024, Anas Urbaningrum: Tidak Ada yang Perlu Dibunuh Kesempatan Politiknya

Profesor hukum Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad mengatakan penagihan janji kepada Anas perlu dikaji secara objektif dan kredibel.

"Membangun keyakinan bahwa Anas tidak bersalah tidak boleh secara subjektif, harus terstruktur dan teruji objektif dengan eksaminasi dan standar objektif norma teori dan filsafat hukum, sehingga pendapat kita menjadi pendapat objektif," kata Suparji dalam bedah buku 'Halaman Pertama Anas Urbaningrum karya Tofik Pram dengan topik utama diskusi "Mengapa Anas Tak Jadi Digantung di Monas' pada Senin (26/6).

BACA JUGA: Dengan Ketulusan dan Keikhlasan, Pasek akan Menyerahkan Jabatan Ketum PKN ke Anas Urbaningrum

Menurut Suparji, Anas masih memerlukan keadilan secara hukum dan sosial. 

"Secara hukum Anas sudah menjalani hukuman delapan tahun. Meski masih ada kemungkinan melakukan upaya hukum peninjauan kembali 2. Bukan tidak mungkin PK 2. Kedua memperjuangkan Anas secara sosiologis karena sudah terstigma. Buku mas Tofik Pram ini salah satu upaya memperjuangkan itu," tutur Suparji.

Berdasarkan fakta persidangan, sambung Suparji, Anas diputus tidak ada bukti-bukti melakukan korupsi Hambalang.

"Karena syarat digantung di Monas tidak dipenuhi, Anas divonis tidak korupsi, tidak terima korupsi Hambalang sampai tingkat kasasi oleh belasan orang hakim mengadili sejak tingkat pertama," ujarnya.

Senada dengan Suparji, penulis buku 'Halaman Pertama Anas Urbaningrum' Tofik Pram mengatakan kasus Anas sarat kejanggalan sejak awal. Mulai dari sprindik yang bocor hingga dugaan intervensi kekuasaan kala itu.

Dia menambahkan, Anas juga dipersepsikan oleh kekuatan tertentu kala itu agar dia harus dinyatakan bersalah.

"Inilah dampak jangka panjang dari konstruksi opini tentang sosok Anas di masa lalu. betapa narasi dan wacana yang dibangun kala itu benar-benar membungkus Anas dalam stigma negatif, sehingga dia sudah 'divonis' bahkan jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Segala bentuk informasi yang bisa meringankan Anas seolah tidak disajikan secara adil kepada publik. Apa pasal? sebab konstruksi narasi yang dibangun waktu itu adalah Anas harus salah. Dia harus pergi," ujar Tofik.

Menurutnya, buku yang ditulisnya itu mencoba menghadirkan narasi alternatif tentang Anas, menghadirkan sisi lain perjalanan kasusnya, untuk mengajak pembaca agar mau mencoba adil sejak dalam pikiran.

"Sekaligus mengingatkan agar hati-hati, bahwa politik berbiaya tinggi itu bisa menyebabkan kontroversi hati," pungkas Tofik. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler