jpnn.com - GAMBIR – Kelanjutan proyek mass rapid transit (MRT) tengah dibelit persoalan serius. Hingga kini pembebasan lahan proyek itu belum rampung. Sebab, harga lahan yang dilalui proyek tersebut tiba-tiba melonjak. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI pun tidak sanggup membayar ganti rugi pengadaan tanah itu.
Kepala DPU DKI Agus Priyono mengatakan, warga di kawasan Fatmawati dan Melawai, Jakarta Selatan, menuntut harga lahan yang cukup tinggi. Yakni, Rp 60 juta–Rp 100 juta per meter persegi. Padahal, harga pasaran di kawasan itu sekitar Rp 40 juta dengan nilai jual objek pajak (NJOP) Rp 30 juta.
BACA JUGA: Jakipa 2014 Satukan Seniman dari Lima Negara
"Kalau soal duit, kami punya kok. Tetapi, harga tersebut rawan dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab,’’ jelasnya di balai kota Jumat (5/12).
Sesuai dengan ketentuan pengadaan tanah, lanjut Agus, pembelian lahan diatur pemerintah dengan melihat NJOP di kawasan tersebut. Jika dilanggar, bukan cuma pemilik lahan yang tersandung masalah hukum. Pemprov sebagai pembeli pun bisa terseret. Penegak hukum, baik kejaksaan atau kepolisian, dengan mudah menuding jual beli tanah tersebut tidak wajar. Karena itu, pihaknya tidak akan menuruti kemauan warga.
BACA JUGA: Ahok-Djarot Saling Sanjung
"Kami hanya terkendala pembahasan lahan. Makanya, sampai sekarang proyek tidak kelar,’’ ujarnya.
Selain itu, Agus curiga hal tersebut merupakan siasat warga setempat untuk menghadang proyek MRT. Sebab, sejak awal, warga Fatmawati dan Melawai tidak setuju dengan proyek transportasi massal tersebut.
BACA JUGA: 51 CPNS Peserta Diklat Keracunan
Meskipun demikian, pihaknya memastikan pemprov tetap membebaskan lahan warga sesuai dengan ketentuan yang ada. Jika tetap menolak, dia mengancam memperkarakan warga ke pengadilan dengan tuntutan menghambat program pemerintah.
"Perlu diingat, itu kan (proyek MRT) untuk kebaikan warga Jakarta. Kalau terus dihambat, kami akan menuntut mereka,’’ tegasnya.
Menurut Agus, pemprov akan menerbitkan peraturan gubernur (pergub) yang mengatur pembebasan lahan. Dengan demikian, pembebasan lahan bisa dilanjutkan awal tahun depan. Sebab, jika terlalu lama molor, hal tersebut merugikan pemprov sendiri. Selain membuat warga Jakarta semakin lama merasakan transportasi massal yang layak, pemprov mendapat sanksi dari investor.
"Kami bisa kena denda dong kalau telat. Masalah tersebut sangat serius,’’ tegasnya.
Karena itu, dia ragu anggaran pembebasan lahan proyek MRT tahun ini yang berjumlah Rp 400 miliar akan terserap maksimal. Berdasar informasi yang diterima dari anak buahnya, baru 16 lahan di antara 32 lahan proyek MRT yang sedang dalam proses pembayaran. Dia menargetkan seluruh pembebasan lahan tuntas tahun depan. Dengan demikian, proyek tersebut bisa selesai tepat waktu, yakni 2017.
"Ya, enggak bisa diundur lagi (target penyelesaiannya),’’ tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, selama dua tahun belakangan pembebasan lahan proyek MRT terganjal di Fatmawati dan Melawai. Sebab, warga menuntut nilai ganti rugi yang cukup tinggi. (fai/co2/git)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jakarta Darurat Minuman Oplosan
Redaktur : Tim Redaksi